Klaim China di LCS Harus Dicegah Timbulkan Keretakan di ASEAN
Rabu, 14 Juli 2021 - 22:19 WIB
Sumber daya minyak dan gas, menipisnya keanekaragaman hayati spesies, menyusutnya stok ikan, dan keamanan secara keseluruhan – semuanya berkontribusi pada semakin pentingnya kawasan LCS.
LCS adalah pintu gerbang yang menghubungkan Samudera Hindia dengan Samudra Pasifik dan terkait erat dengan negara-negara ASEAN, sehingga menjaga lingkungan yang damai di perairan itu sangat penting bagi negara-negara di Asia Tenggara.
China dan organisasi atau negara-negara regional, khususnya anggota-anggota ASEAN dihadapkan kepada sebuah tantangan konflik LCS.
Baca juga: Prabowo Optimistis Sengketa Laut China Selatan Dapat Diselesaikan
Lima tahun sudah berlalu sejak Pengadilan Arbitrase Permanen PBB (Permanent Court of Arbitration/PCA) mengeluarkan keputusannya. Friksi akan muncul antara China dan negara-negara lain dari waktu ke waktu sebagai contoh perkara tumpang tindih di LCS.
China sebagai sebuah kekuatan di kawasan seyogyanya tampil menyelesaikan perselisihan-perselisihan dengan damai, sesuai dengan hukum internasional, termasuk UNCLOS. Dengan demikian China akan dihormati sebagai sebuah kekuatan yang dapat dihandalkan mendukung kawasan stabil dan damai.
Lingkungan yang stabil dan damai di wilayah sebagaimana yang diharapkan negara-negara anggota ASEAN merupakan sebuah keniscayaan.
Situasi LCS lima tahun setelah putusan Pengadilan Arbitrase Permanen PBB (Permanent Court of Arbitration/PCA) di Den Haag, Belanda, belum menunjukkan tanda-tanda ke arah para pihak yang berselisih menemukan jalan keluar yang damai.
Sebaliknya kerumitan akibat perubahan status quo telah menghadang di depan. Kerumitan itu terjadi setelah kegiatan-kegiatan China untuk mendukung klaim "sembilan garis putus-putus" yang ekspansif telah secara fundamental mengubah status quo di kawasan ini.
LCS adalah pintu gerbang yang menghubungkan Samudera Hindia dengan Samudra Pasifik dan terkait erat dengan negara-negara ASEAN, sehingga menjaga lingkungan yang damai di perairan itu sangat penting bagi negara-negara di Asia Tenggara.
China dan organisasi atau negara-negara regional, khususnya anggota-anggota ASEAN dihadapkan kepada sebuah tantangan konflik LCS.
Baca juga: Prabowo Optimistis Sengketa Laut China Selatan Dapat Diselesaikan
Lima tahun sudah berlalu sejak Pengadilan Arbitrase Permanen PBB (Permanent Court of Arbitration/PCA) mengeluarkan keputusannya. Friksi akan muncul antara China dan negara-negara lain dari waktu ke waktu sebagai contoh perkara tumpang tindih di LCS.
China sebagai sebuah kekuatan di kawasan seyogyanya tampil menyelesaikan perselisihan-perselisihan dengan damai, sesuai dengan hukum internasional, termasuk UNCLOS. Dengan demikian China akan dihormati sebagai sebuah kekuatan yang dapat dihandalkan mendukung kawasan stabil dan damai.
Lingkungan yang stabil dan damai di wilayah sebagaimana yang diharapkan negara-negara anggota ASEAN merupakan sebuah keniscayaan.
Situasi LCS lima tahun setelah putusan Pengadilan Arbitrase Permanen PBB (Permanent Court of Arbitration/PCA) di Den Haag, Belanda, belum menunjukkan tanda-tanda ke arah para pihak yang berselisih menemukan jalan keluar yang damai.
Sebaliknya kerumitan akibat perubahan status quo telah menghadang di depan. Kerumitan itu terjadi setelah kegiatan-kegiatan China untuk mendukung klaim "sembilan garis putus-putus" yang ekspansif telah secara fundamental mengubah status quo di kawasan ini.
tulis komentar anda