Gerakan Cinta Produk Indonesia Jangan Hanya Seremonial
Senin, 21 Juni 2021 - 07:40 WIB
Entah berapa kali kampanye untuk membeli produk dan mencintai produk Indonesia digaungkan oleh pemerintah. Upaya tersebut dilakukan dengan harapan masyarakat bisa memanfaatkan produk buatan dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tanpa harus mengonsumsi produk impor .
Yang teranyar, program kampanye cinta produk Indonesia disampaikan pada acara Puncak Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI). Acara yang digelar secara virtual itu, dipimpin langsung oleh Wakil Presiden (Wapres) KH Ma'ruf Amin di Jakarta, Jumat (16/08). Gernas BBI kali ini cakupannya lebih luas karena tidak seperti kampanye sebelumnya yang fokus pada produk konsumsi masyarakat, tetapi kini menyasar sektor belanja pemerintah.
Dalam sambutannya, Wapres mengatakan bahwa pemerintah mewajibkan agar pengadaan barang dan jasa pemerintah sebanyak 40%-nya dialokasikan untuk menyerap produk dalam negeri yang dibuat oleh usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Menurut Wapres, komitmen tersebut telah diamanatkan dalam Perpres No 12/2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden No 16/2018 tentang Pengandaan Barang/Jasa Pemerintah.
Melalui Perpres ini, ujar Wapres, UMKM kini memiliki kesempatan untuk berperan lebih besar dan lebih luas dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Namun demikian, tentu saja diperlukan pengawasan dalam merealisasikannya dengan mempublikasikan secara transparan kepada masyarakat.
Sebelum muncul Gernas BBI, jauh di masa Orde Baru kampanye untuk menggaungkan cinta produk Indonesia juga pernah disampaikan oleh Presiden Soeharto pada 1995 silam. Saat itu presiden kedua RI itu menegaskan bahwa apabila kita meninggalkan produk dalam negeri, maka industri akan tutup dan menyebabkan pengangguran.
Di zaman reformasi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga pernah mengeluarkan kebijakan cinta produk Indonesia dengan membuat slogan ‘100% Produk Indonesia’ pada setiap produk dalam negeri yang dijual di pasaran.
Di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), kampanye penggunaan produk dalam negeri ini juga beberapa kali disampaikan. Dalam setahun terakhir, Jokowi setidaknya mengeluarkan dua kali pernyataan terkait upaya mencintai produk dalam negeri ini. Pertama di awal Desember 2020 lalu saat mengajak masyarakat diminta mencintai dan membeli produk dari industry kreatif tanah air, dan kedua pada Maret 2021 saat membuka rapat koordinasi di kementerian perdagangan.
Bahkan, pada Maret lalu, pernyataan Jokowi terkait kampanye cinta produk dalam negeri ini terbilang keras karena secara gamblang menyebutkan agar membenci produk dari luar negeri, dan lebih menggaungkan produk dalam negeri. Apa yang disampaikan Presiden tentu saja bisa menjadi dorongan semangat bagi pelaku usaha di Tanah Air yang produk-produknya menyasar masyarakat umum.
Selain berbagai gerakan cinta produk dalam negeri, di kalangan industri sebenarnya juga sudah ada aturan terkait penggunan produk lokal yakni melalui Keputusan Presiden No 24/2018 tentang Tim Nasional Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri dan Peraturan Pemerintah (PP) No 29/2018 tentang Pemberdayaan Industri.
Yang teranyar, program kampanye cinta produk Indonesia disampaikan pada acara Puncak Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI). Acara yang digelar secara virtual itu, dipimpin langsung oleh Wakil Presiden (Wapres) KH Ma'ruf Amin di Jakarta, Jumat (16/08). Gernas BBI kali ini cakupannya lebih luas karena tidak seperti kampanye sebelumnya yang fokus pada produk konsumsi masyarakat, tetapi kini menyasar sektor belanja pemerintah.
Dalam sambutannya, Wapres mengatakan bahwa pemerintah mewajibkan agar pengadaan barang dan jasa pemerintah sebanyak 40%-nya dialokasikan untuk menyerap produk dalam negeri yang dibuat oleh usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Menurut Wapres, komitmen tersebut telah diamanatkan dalam Perpres No 12/2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden No 16/2018 tentang Pengandaan Barang/Jasa Pemerintah.
Melalui Perpres ini, ujar Wapres, UMKM kini memiliki kesempatan untuk berperan lebih besar dan lebih luas dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Namun demikian, tentu saja diperlukan pengawasan dalam merealisasikannya dengan mempublikasikan secara transparan kepada masyarakat.
Sebelum muncul Gernas BBI, jauh di masa Orde Baru kampanye untuk menggaungkan cinta produk Indonesia juga pernah disampaikan oleh Presiden Soeharto pada 1995 silam. Saat itu presiden kedua RI itu menegaskan bahwa apabila kita meninggalkan produk dalam negeri, maka industri akan tutup dan menyebabkan pengangguran.
Di zaman reformasi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga pernah mengeluarkan kebijakan cinta produk Indonesia dengan membuat slogan ‘100% Produk Indonesia’ pada setiap produk dalam negeri yang dijual di pasaran.
Di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), kampanye penggunaan produk dalam negeri ini juga beberapa kali disampaikan. Dalam setahun terakhir, Jokowi setidaknya mengeluarkan dua kali pernyataan terkait upaya mencintai produk dalam negeri ini. Pertama di awal Desember 2020 lalu saat mengajak masyarakat diminta mencintai dan membeli produk dari industry kreatif tanah air, dan kedua pada Maret 2021 saat membuka rapat koordinasi di kementerian perdagangan.
Bahkan, pada Maret lalu, pernyataan Jokowi terkait kampanye cinta produk dalam negeri ini terbilang keras karena secara gamblang menyebutkan agar membenci produk dari luar negeri, dan lebih menggaungkan produk dalam negeri. Apa yang disampaikan Presiden tentu saja bisa menjadi dorongan semangat bagi pelaku usaha di Tanah Air yang produk-produknya menyasar masyarakat umum.
Selain berbagai gerakan cinta produk dalam negeri, di kalangan industri sebenarnya juga sudah ada aturan terkait penggunan produk lokal yakni melalui Keputusan Presiden No 24/2018 tentang Tim Nasional Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri dan Peraturan Pemerintah (PP) No 29/2018 tentang Pemberdayaan Industri.
tulis komentar anda