Jamin Kebebasan Berpendapat, Ini Rekomendasi Komnas HAM Atas Revisi UU ITE
Selasa, 15 Juni 2021 - 15:20 WIB
JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM ) menilai penambahan Pasal 45C yang mengadopsi ketentuan peraturan perundangan-undangan tahun 1946 sudah tidak relevan dengan kondisi kekinian. ”Bila digunakan, pasal tersebut justru menjadi ancaman bagi demokrasi dan HAM di ruang digital,” tulis Komnas HAM dalam pernyataan tertulis yamg diterima, Selasa (15/6/2021).
Komnas HAM mendorong dan merekomendasikan Pemerintah dan DPR menggunakan Standar Norma dan Pengaturan (SNP) tentang Hak Atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi sebagai pedoman dan penjelasan dalam merevisi UU ITE.
Di dalam SNP tersebut, Komnas HAM RI menegaskan pembatasan terhadap kebebasan berekspresi dalam revisi UU ITE dilakukan secara akuntabel, non diskriminatif, tidak multitafsir, dan bisa diuji oleh masyarakat. Adapun tolok ukur dalam menguji revisi UU ITE adalah legalitas, proporsionalitas, dan nesesitas.
Dengan kata lain, revisi atas UU ITE harus mampu menjamin penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi yang lebih kondusif. Pemerintah dan DPR harus mengedepankan prinsip-prinsip kemanusiaan dan penghormatan terhadap HAM sebagai dasar pengambilan kebijakan maupun pembentukan peraturan perundang-undangan.
Keterlibatan Lembaga Negara Independen serta koalisi masyarakat sipil dan akademisi diperlukan guna memastikan proses revisi UU ITE berjalan partisipatif, terbuka, dan non-diskriminatif. ”Oleh karena itu, Komnas HAM RI merekomendasikan agar Pemerintah dan DPR RI untuk mengkaji ulang usulan revisi terbatas UU ITE, karena revisi terhadap 4 (empat) pasal tersebut bukan solusi atas ancaman dan problem kebebasan berpendapat dan berekspresi di Indonesia,” tulis Komnas HAM.
Komnas HAM mendorong dan merekomendasikan Pemerintah dan DPR menggunakan Standar Norma dan Pengaturan (SNP) tentang Hak Atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi sebagai pedoman dan penjelasan dalam merevisi UU ITE.
Di dalam SNP tersebut, Komnas HAM RI menegaskan pembatasan terhadap kebebasan berekspresi dalam revisi UU ITE dilakukan secara akuntabel, non diskriminatif, tidak multitafsir, dan bisa diuji oleh masyarakat. Adapun tolok ukur dalam menguji revisi UU ITE adalah legalitas, proporsionalitas, dan nesesitas.
Dengan kata lain, revisi atas UU ITE harus mampu menjamin penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi yang lebih kondusif. Pemerintah dan DPR harus mengedepankan prinsip-prinsip kemanusiaan dan penghormatan terhadap HAM sebagai dasar pengambilan kebijakan maupun pembentukan peraturan perundang-undangan.
Keterlibatan Lembaga Negara Independen serta koalisi masyarakat sipil dan akademisi diperlukan guna memastikan proses revisi UU ITE berjalan partisipatif, terbuka, dan non-diskriminatif. ”Oleh karena itu, Komnas HAM RI merekomendasikan agar Pemerintah dan DPR RI untuk mengkaji ulang usulan revisi terbatas UU ITE, karena revisi terhadap 4 (empat) pasal tersebut bukan solusi atas ancaman dan problem kebebasan berpendapat dan berekspresi di Indonesia,” tulis Komnas HAM.
(muh)
tulis komentar anda