Waspadai Potensi Gempa-Tsunami di Selatan Jatim

Rabu, 09 Juni 2021 - 05:50 WIB


Di sisi lain, celah seismik yang lebih jauh ke tenggara di sepanjang Busur Sunda berbatasan dengan Jawa, pulau utama Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 150 juta orang, kurang dipelajari secara intensif.

Daerah-daerah di sepanjang pantai selatan Jawa, misalnya Pelabuhan Ratu, Pangandaran, Pacitan, dan Banyuwangi, telah berkembang pesat belakangan ini dan rentan terhadap gempa bumi besar dan tsunami terkait. Di selatan Jawa, dasar laut usia Jurassic dengan tutupan sedimen yang tebal menunjam di bawah tepi tepi Sundaland di Palung Jawa.

Tidak adanya gempa bumi besar baru-baru ini dapat menunjukkan bahwa peristiwa tsunamigenik yang lebih dahsyat di sepanjang pantai selatan Jawa merupakan ancaman potensial. Jika ini benar, maka pemberlakuan peringatan dini yang efektif perlu menjadi prioritas utama, karena kebanyakan orang yang tinggal di daerah berisiko tinggi tsunami akan memiliki sedikit waktu untuk mengungsi.

Namun, adanya celah seismik tidak selalu berarti akumulasi regangan elastis, karena kejadian slip lambat dapat bertanggung jawab atas pelepasan energi yang berkelanjutan. Sementara tidak ada bukti pergelinciran lambat di sepanjang Palung Jawa. Ini mungkin karena kurangnya pengamatan, tetapi hal tersebut bisa diperoleh dengan investigasi geodetik dasar laut.

Namun demikian, meski pergelinciran lambat tidak bisa dibuktikan, belakangan ini studi telah menemukan bukti endapan tsunamigenik di sepanjang garis pantai yang menghadap Palung Jawa, titik yang dimana terjadinya peristiwa megathurst bersejarah.

Pada Studi ini, para ilmuwan menggunakan data yang diambil katalog dari Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia (InaTEWS) yang dilaporkan oleh BMKG, yang digabung dengan data dari Katalog International Seismological Centre (ISC), untuk menginvestigiasi potensi dari terjadinya gempa bumi megathrust dan tsunami yang menyusul di wilayah selatan Pulau Jawa.

Dari penggabungan kedua data ini, para ilmuwan mengekstraksi gelombang P dan S dari gelombang tiba dari 436 titik seismik lokal, regional, dan jarak teleseismic dalam periode April 2009 hingga November 2018.

Alat Deteksi dan Mitigasi

Demi memitigasi bencana gempa dan tsunami, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah mengembangkan sejumlah alat deteksi dan mitigasi bencana. Upaya itu sejalan dengan amanat Perpres No. 93 Tahun 2019 tentang Penguatan dan Pengembangan Sistem Informasi Peringatan Dini Gempa dan Tsunami; dan Perpres No. 18 Tahun 2020 terkait Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional IV Penguatan Sistem Peringatan Dini Bencana.

Kepala BPPT Hammam Riza mengungkapkan telah mengembangkan beberapa peralatan teknologi kebencanaan. Di lingkup bencana tsunami, BPPT mengembangkan sistem inovasi teknologi sistem peringatan dini tsunami atau lebih dikenal dengan InaTEWS. Sistem tersebut berfungsi mendeteksi kejadian gempa dan tsunami yang terjadi di laut dengan menggunakan sensor perubahan tekanan air laut yang ditempatkan di dalam komponen OBU (Ocean Bottom Unit).

Komponen itu berada di sistem pendeteksian tsunami berbasis pressure sensor buoy bernama Indonesia Buoy atau InaBuoy yang kini sudah dikembangkan hingga empat generasi. Sensor pada OBU ini mengukur perubahan tinggi muka air laut saat terjadi gempa yg berpotensi membangkitkan tsunami.

Data tersebut dikirimkan ke InaTOC di Pusat Pengamatan Tsunami di BPPT, baik melalui satelit (InaBuoy) maupun kabel optik (InaCBT). Data tersebut selanjutnya diteruskan ke BMKG untuk menjadi data yang memverifikasi lebih cepat. Model prediksi InaTEWS BMKG ini berbasis data seismograf. “Dengan InaTEWS BPPT termasuk mampu memantau tsunami non tektonik atau longsoran bawah laut yang tidak dapat diprediksi oleh model BMKG,” papar Hammam kepada Koran SINDO, Senin (7/6).

Selain InaBuoy, BPPT mengembangkan InaCAT (Indonesia Coastal Acoustic Tomography) sebagai salah satu pilihan sistem observasi tsunami. Sistem ini mengukur gelombang anomali, termasuk gelombang yang terjadi akibat tsunami berbasis akustik coastal tomografi.

Inovasi lain yang dikembangkan untuk mendeteksi dini tsunami adalah InaCBT (Indonesia Cable Based Tsunameter) yaitu peringatan dini tsunami berbasis platform jaringan kabel sebagai media pengiriman data dari sensor pendeteksi gelombang tsunami berupa pressure gauge dan akselerometer.

Deteksi tsunami itu pun dilengkapi dengan memadukan kecerdasan artifisial (AI) sehingga bisa analisis data sistem observasi tsunami maupun parameter data lain terkait tsunami. Sistem ini melakukan analisis prediksi tsunami berbasis big data, lebih cepat, dan lebih akurat.

“Saat ini kami telah membuat 11 unit InaBuoy, 2 unit InaCBT yg akan dipasang di Rokatenda dan Labuan Bajo. 1 set InaCAT di Selat Lombok, dan 1 pengembangan sistem kecerdasan artifisial (AI) tsunami sebagai decision support system. Adapun InaBuoy akan ditempatkan di 11 lokasi tahun 2021 dan 15 lokasi ditargetkan pada 2024,” urai Hammam.

Dalam produksi atau pengembangan alat tersebut, BPPT berkolaborasi dengan PT CCSI yang memproduksi kabel InaCBT, PT PAL dalam pengembangan InaBuoy, pihak penggelar kabel dalam negeri, pemerintah daerah, BMKG, hingga kerjasama dengan pihak dari luar negeri seperti Jamstec Jepang dan Hawaii University – Amerika Serikat.

Di bagian lain, Kepala BNPB Letnan Jenderal TNI Ganip Warsito menyatakan bahwa BNPB mendukung pengembangan dan pengelolaan sistem peringatan dini cuaca. Dalam konteks tersebut, BMKG sebagai lembaga teknis yang memberikan informasi peringatan dini yang kemudian diinformasikan kepada beberapa pihak, seperti BNPB dan pemerintah daerah.

BNPB, kata dia, akan mengirimkan surat kepada pemerintah daerah untuk kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi potensi bahaya. Saat ini, tutur Ganip, BNPB sedang mengembangkan informasi peringatan dini melalui SMS blast, bekerja sama dengan Kemenkominfo.

"Kami masih menguji coba dan masih mempersiapkan pendekatan ini untuk memberikan informasi kepada publik. BNPB juga memiliki kerja sama dengan perguruan tinggi, seperti UGM, dalam pengembangan landslide early warning system (LEWS). Sistem ini tidak hanya menekankan pada peralatan sensor Gerakan tanah tetapi juga adanya sub-subsistem di dalamnya," ujar Ganip kepada KORAN SINDO, Selasa (8/6) malam.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More