Halauan Negara, Pertahanan Nasional dan Urgensi Percepatan Infrastruktur Teknologi Informasi

Kamis, 27 Mei 2021 - 12:08 WIB
Misalnya, dalam rentang waktu setahun terakhir saja, ada lima kasus pembocoran atau pencurian data pribadi yang terekspos ke publik. Sebut saja bocornya data pribadi 230 ribu pasien Covid-19 di Indonesia, bocornya 2,3 juta data pribadi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), pembocoran 1,2 juta data pribadi konsumen perusahaan e-commerce Bhinneka, 13 juta data pribadi pemilik akun e-commerce Bukalapak, dan bocornya 91 juta data pribadi pemilik akun e-commerce Tokopedia.

Kebocoran data pribadi informasi lengkap 279 juta WNI yang diperjualbelikan secara online di forum hacker Raid Forums tak hanya menyentak publik, tapi juga menampar pemangku kepentingan. Kominfo turun tangan, BPJS Kesehatan ikut mendalami, karena data yang bocor itu identik dengan data milik BPJS Kesehatan.

Bahkan, Bareskrim Mabes Polri pun ikut pula melakukan pengusutan. Persoalannya memang tidak boleh lagi disederhanakan. Sebab, data yang dperjualbelikan itu meliputi Nomor Induk Kependudukan (NIK), nama, alamat, nomor telepon bahkan besaran atau nilai gaji.

Terlepas dari institusi mana sumber kebocorannya, kasus ini mengonfirmasi dan juga menyadarkan semua pihak tentang urgensi percepatan pembangunan infrastruktur TIK. Tanpa infrastruktur TIK yang mumpuni, Indonesia lemah di sektor ini. Karena kapasitas dan kapabilitasnya masih jauh dari memadai, tidak mengherankan jika pembocoran atau pencurian data pribadi akan menjadi peristiwa atau kasus yang berulang.

Kendati pembocoran dan pencurian itu hanya terfokus pada data pribadi milik masyarakat, kasus ini dengan sangat jelas menggambarkan lemahnya ketahanan siber Indonesia. Kasus ini pun mengusik pemikiran banyak orang tentang aspek ketahanan nasional pada era digital sekarang ini. Apa jadinya jika yang bocor dan dicuri itu data-data tentang rahasia negara yang sifatnya sangat sensiti dan bisa membahayakan pertahanan nasional?

Infrastruktur TIK tak sekadar komponen fisik, tetapi juga berbagai komponen perangkat lunak dan jaringan. Urgensinya nyata dan tak terhindarkan ketika semua orang tak lagi bisa mengingkari perubahan zaman, dari yang sebelumnya konvensional atau serba manual harus segera beralih ke serba digital.

Semua orang, tanpa kecuali, harus mengikuti percepatan perubahan ini. Konsekuensinya jelas, yakni tertinggal, jika menolak atau terlambat mengikuti perubahan sekarang ini.

Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) Indonesia, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2019, adalah 5,32, atau sudah meningkat dibandingkan dengan 2018 yang 5,07 (dari skala 0−10). Namun, jika dibandingkan negara lain di tahun 2018, IP-TIK Indonesia masih tertinggal di tingkat Asia Tenggara (ASEAN) sekali pun. Indonesia mendapatkan nilai 4,33 dan menduduki peringkat 111 dari 176 negara.

Peringkat Indonesia itu sangat jauh berada di bawah Singapura yang menempati peringkat 18 dunia dengan nilai IP-TIK sebesar 8,05. Brunei Darussalam dan Malaysia masing-masing berada di posisi 53 dengan nilai IP-TIK 6,75 dan posisi 63 dengan IP-TIK 6,38. Tiga negara yang berada di bawah Indonesia adalah Timor Leste, Myanmar dan Kamboja.

Maka, berpijak pada data terkini, perkembangan global dan derajat kebutuhannya, tidak ada pilihan lain bagi Indonesia kecuali mempercepat pembangunan dan penyediaan infrastruktur TIK yang mumpuni. Manfaat TIK telah menjadi budaya yang tak bisa dipisahkan dari keseharian hidup masyarakat. Karena itu, dari waktu ke waktu, pembangunan infrastruktur TIK harus terus mencatat progres.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More