Mengejar Persiapan Pembelajaran Tatap Muka
Kamis, 20 Mei 2021 - 06:23 WIB
Selanjutnya, penerapan aturan terkait protokol kesehatan bagi siswa juga harus dijelaskan sejak siswa masuk hingga pulang ke rumah. "Selain itu standar operational procedure (SOP) siswa saat masuk kawasan sekolah, saat berada di ruang kelas, hingga kembali pulang kerumah juga harus sesuai protokol kesehatan,"imbuh Huda.
Huda lantas menuturkan, pelaksanaan kembali PTM bukan masalah mendesak atau tidak. Prinsipnya menurut diam adalah terpenuhinya protokol kesehatan dan vaksinasi untuk guru dan murid agar resiko penularan bisa diminimalkan. "Kita lihat juga daerahnya masih tergolong merah atau tidak. Kalau masih terus merah tidak ada tanda-tanda, meski sudah divaksin tapi masih terus naik apa harus dipaksakan,"tambahnya.
Tidak hanya itu saja, Huda mengingatkan agar kebijakan pembelajaran tatap muka melibatkan semua pihak, tidak serta merta diputuskan oleh pemerintah sendiri. "Kebijakan apa pun dari atas apalagi pandemi itu kan kebersamaan, maka semua pemangku kepentingan terutama pendidikan harus ikut dilibatkan," ujarnya.
Sementara itu Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listiyanti menganggap pemberlakuan pembelajaran tatap muka belum terlalu mendesak. Ia menyarankan, sebaiknya pembelajaran tatap muka di masa pandemi hanya diperuntukkan bagi mata pelajaran yang sulit dan mengharuskan siswa untuk bertemu.
"Pembelajaran tatap muka seharusnya untuk materi yang sulit, bahkan yang sangat sulit yang memang harus ketemu dan berdialog langsung. Berarti pihak sekolah harus disisir dahulu materi itu,"kata Retno.
Menurutnya, pembelajaran tatap muka juga bukan berarti mengharuskan semua siswa masuk setiap harinya. Melainkan, tetap ada campuran antara metode pembelajaran tatap muka dan PJJ. Ia mengatakan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sebenarnya bermaksud bahwa PTM tidak diwajibkan, yang artinya nanti masih akan ada pembelajaran daring atau PJJ.
Oleh sebab itu, ia mendorong pihak-pihak terkait agar memilih materi pembelajaran yang cocok digunakan antara pembelajaran tatap muka dengan PJJ. "Kalau materi mudah dan materi sedang kan bisa belajar sendiri di rumah. Karena kan hanya separuh saja yang masuk ke sekolah. Artinya, anak-anak itu akan ada yang tetap PJJ dan akan ada yang ikut pembelajaran secara tatap muka," jelasnya.
Ia menambahkan, jika nantinya pembelajaran tatap muka diberlakukan pun seharusnya pihak sekolah tidak lagi memberikan tugas pada murid, melainkan hanya sebatas pada pelatihan saja. Misalnya materi pelatihan pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) pada kasus ini, siswa dipersilahkan masuk.
"Karena memang, misalnya pelatihan bengkel di SMK yang harus masuk karena memang materi ini tidak bisa dilakukan secara daring. Ada banyak praktik yang tidak bisa pakai PJJ, ini yang penting disiapkan kalau memang pemerintah ingin membuka pembelajaran tatap muka nanti,"ucapnya.
Huda lantas menuturkan, pelaksanaan kembali PTM bukan masalah mendesak atau tidak. Prinsipnya menurut diam adalah terpenuhinya protokol kesehatan dan vaksinasi untuk guru dan murid agar resiko penularan bisa diminimalkan. "Kita lihat juga daerahnya masih tergolong merah atau tidak. Kalau masih terus merah tidak ada tanda-tanda, meski sudah divaksin tapi masih terus naik apa harus dipaksakan,"tambahnya.
Tidak hanya itu saja, Huda mengingatkan agar kebijakan pembelajaran tatap muka melibatkan semua pihak, tidak serta merta diputuskan oleh pemerintah sendiri. "Kebijakan apa pun dari atas apalagi pandemi itu kan kebersamaan, maka semua pemangku kepentingan terutama pendidikan harus ikut dilibatkan," ujarnya.
Sementara itu Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listiyanti menganggap pemberlakuan pembelajaran tatap muka belum terlalu mendesak. Ia menyarankan, sebaiknya pembelajaran tatap muka di masa pandemi hanya diperuntukkan bagi mata pelajaran yang sulit dan mengharuskan siswa untuk bertemu.
"Pembelajaran tatap muka seharusnya untuk materi yang sulit, bahkan yang sangat sulit yang memang harus ketemu dan berdialog langsung. Berarti pihak sekolah harus disisir dahulu materi itu,"kata Retno.
Menurutnya, pembelajaran tatap muka juga bukan berarti mengharuskan semua siswa masuk setiap harinya. Melainkan, tetap ada campuran antara metode pembelajaran tatap muka dan PJJ. Ia mengatakan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sebenarnya bermaksud bahwa PTM tidak diwajibkan, yang artinya nanti masih akan ada pembelajaran daring atau PJJ.
Oleh sebab itu, ia mendorong pihak-pihak terkait agar memilih materi pembelajaran yang cocok digunakan antara pembelajaran tatap muka dengan PJJ. "Kalau materi mudah dan materi sedang kan bisa belajar sendiri di rumah. Karena kan hanya separuh saja yang masuk ke sekolah. Artinya, anak-anak itu akan ada yang tetap PJJ dan akan ada yang ikut pembelajaran secara tatap muka," jelasnya.
Ia menambahkan, jika nantinya pembelajaran tatap muka diberlakukan pun seharusnya pihak sekolah tidak lagi memberikan tugas pada murid, melainkan hanya sebatas pada pelatihan saja. Misalnya materi pelatihan pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) pada kasus ini, siswa dipersilahkan masuk.
"Karena memang, misalnya pelatihan bengkel di SMK yang harus masuk karena memang materi ini tidak bisa dilakukan secara daring. Ada banyak praktik yang tidak bisa pakai PJJ, ini yang penting disiapkan kalau memang pemerintah ingin membuka pembelajaran tatap muka nanti,"ucapnya.
tulis komentar anda