Mengejar Persiapan Pembelajaran Tatap Muka
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pandemi Covid-19 memaksa proses kegiatan belajar mengajar dilaksanakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Kondisi in tentu tidak ideal. Berdasar evaluasi yang dilakukan pemerintah dari sisi efektivitas, PJJ tidak bisa disamakan dengan pembelajaran tatap muka (PTM).
Karena itulah, pemerintah pemerintah merencanakan kegiatan pembelajaran tatap muka bisa kembali digelar pada Juli mendatang. Program ini telah tertuang dalam Surat Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset Teknologi (Kemendikbud Ristek), Menteri Agama, Menteri Kesehatan (Kemenkes) dan Menteri Dalam Negeri (SKB 4 Menteri) tentang panduan penyelenggaraan pembelajaran di masa pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
Langkah ini diambil seiring dengan dimulainya kegiatan vaksinasi Covid-19 bagi pendidik dan tenaga pendidik serta penerapan protokol kesehatan ketat di lingkungan sekolah. Untuk mengejar target terebut Kemenkes berupaya memenuhi kebutuhan vaksin, demi memenuhi target prioritas vaksinasi pada guru dan tenaga pendidik.
"Tentu upaya kita sebagaimana yang kita rencanakan, kita akan terus mengupayakan untuk menyelesaikan target ini. Karena kita tahu bahwa vaksin adalah barang langka di dunia. Beberapa negara juga ada yang bahkan belum bisa menerima vaksin," ujar Plt Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes Kartini Rustandi.
Indonesia saat in sudah mendapatkan vaksin dan melakukan vaksinasi. Namun, jumlahnya masih sangat terbatas dan belum sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga, penetapan prioritas penerima vaksin menjadi penting. Guru adalah salah satu bagian dari petugas publik yang menjadi prioritas. Beberapa kabupaten atau kota sudah langsung menganggap guru sebagai prioritas vaksinasi.
Menurut Kartini, pihaknya juga telah memberikan informasi kepada pemerintah mengenai prioritas tersebut. Namun, dia mengaku tidak memiliki data terkait jumlah guru yang telah divaksinasi hingga pertengahan Mei ini."Karena ini kategori pelayanan publik jadi institusi terkait yang mendata,"lanjutnya.
Walau pun demikian, Kartini mengatakan selain ketersediaan vaksin yang terbatas, kendala lain yang dihadapi dalam pemberian vaksin untuk guru adalah kondisi tubuh penerima vaksin yang berbeda, sehingga tidak semuanya bisa langsung divaksin. "Mungkin ketika divaksin dalam keadaan sakit atau tensinya lagi naik, sehingga ada keterlambatan,"jelasnya.
Direktur Jendral PAUD, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbud Ristek, Jumeri menegaskan, untuk bisa mensukseskan pelaksanaan vaksinasi terhadap guru dan tenaga pendidik di Indonesia kuncinya ada pada dukungan pemerintah daerah, baik kabupaten, kota maupun provinsi.
"Selain itu, karena jumlah vaksinnya terbatas tidak bisa langsung serentak seluruh Indonesia. Kami berharap pada bulan Juni nanti total seluruh wilayah sudah bisa divaksinasi. Dan wilayah-wilayah yang sudah lebih dahulu menerima vaksinasi secara tuntas, diharapkan bisa segera memulai pembelajaran tatap muka dan segera berkordinasi dengan Gugus Tugas Covid-19 setempat sesuai SKB 4 Menteri tentang pembejaran tatap muka,"‎ tegasnya.
Oleh karena itu, Kemendikbud Ristek terus mendorong pemerintah daerah untuk menjadikan guru atau pendidik dan tenaga kependidikan sebagai prioritas dalam program vaksin. Menurut Jumeri data yang masuk per April 2021 kemarin sekitar 550.000 tentunya data ini akan terus bertambah, mengingat di beberapa daerah baru dilaksanakan vaksinasi tahap pertama pada Mei ini.
Selain mendorong percepatan vaksinasi untuk guru dan tenaga pendidik, Kemendikbud Ristek mempercepat kesiapan sekolah agar target pembelajaran tatap muka pada Juli nanti bisa terlaksana. Seperti memberikan sosialisasi seperti apa protokol kesehatan dan penanggulangan dalam proses atau metode pendidikannya.
Nantinya, menurut Jumeri pihak sekolah harus menyiapkan sarana prasarana pendukung seperti thermogun, alat cuci tangan, dan lain-lainnya. Nantinya, alat-alat ini akan digunakan untuk guru dan murid menjaga keamanan mereka dari virus.
"Untuk saat ini persiapan PTM telah mencapai 80%. Hal ini berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi persiapan pembelajaran tatap muka di 46 kabupaten atau kota. Hampir semua sekolah sudah berkoordinasi dengan Satgas Covid-19, Dinas pendidikan, dan fasilitas kesehatan. Sekolah juga terus memenuhi daftar periksa, lalu membentuk Satgas Covid-19 internal untuk memulai pembelajaran tatap muka,"jelas Jumeri.
Melihat kesiapan Kemendikbud, Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mendukung rencana Kemendikbud Ristek menggelar PTM Juli nanti. Kendati demikian, ia meminta semua pihak tetap waspada dan terus menjalankan protokol kesehatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
"Kami tentu sangat mendukung upaya pemerintah untuk membuka belajar tatap muka di sekolah karena resiko learning lost dan ancaman putus sekolah yang begitu besar bagi peserta didik. Hanya saja pemerintah harus bisa mengelola risiko yang dimungkinkan terjadi jika sekolah dibuka di masa pandemi," kata Huda saat dihubungi Koran SINDO.
Terlebih, menurutnya Kemendikbud Ristek sudah mengeklaim persiapan penyelenggaraan sekolah tatap muka sudah mencapai angka 80%. "Kami melihat kesiapan untuk menyelenggarakan pembelajaran tatap muka sudah sesuai dengan SKB 4 Menteri,"tambahnya.
Jika rencana pembelajaran tatap muka ini dikaitkan dengan resiko terjadi munculnya varian baru virus Korona dan berpotensi membuat penyebaran Covid-19 semakin tinggi, menurut Huda i hal tersebut bisa diantisipasi jika sekolah telah memenuhi syarat yang telah di tentukan dalam SKB 4 Menteri tersebut.
Politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini juga meminta Kemendikbud Ristek agar selalu melakukan update data jumlah tenaga pendidik dan kependidikan yang sudah mendapatkan vaksinasi Covid-19. Secara khusus, Huda juga meminta sekolah benar-benar menyiapkan adanya ketersediaan alat pengukur suhu, fasilitas sanitasi, hingga sirkulasi udara yang memadai.
Selanjutnya, penerapan aturan terkait protokol kesehatan bagi siswa juga harus dijelaskan sejak siswa masuk hingga pulang ke rumah. "Selain itu standar operational procedure (SOP) siswa saat masuk kawasan sekolah, saat berada di ruang kelas, hingga kembali pulang kerumah juga harus sesuai protokol kesehatan,"imbuh Huda.
Huda lantas menuturkan, pelaksanaan kembali PTM bukan masalah mendesak atau tidak. Prinsipnya menurut diam adalah terpenuhinya protokol kesehatan dan vaksinasi untuk guru dan murid agar resiko penularan bisa diminimalkan. "Kita lihat juga daerahnya masih tergolong merah atau tidak. ‎Kalau masih terus merah tidak ada tanda-tanda, meski sudah divaksin tapi masih terus naik apa harus dipaksakan,"tambahnya.
Tidak hanya itu saja, Huda mengingatkan agar kebijakan pembelajaran tatap muka melibatkan semua pihak, tidak serta merta diputuskan oleh pemerintah sendiri. "Kebijakan apa pun dari atas apalagi pandemi itu kan kebersamaan, maka semua pemangku kepentingan terutama pendidikan harus ikut dilibatkan," ujarnya.
Sementara itu Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listiyanti menganggap pemberlakuan pembelajaran tatap muka belum terlalu mendesak. Ia menyarankan, sebaiknya pembelajaran tatap muka di masa pandemi hanya diperuntukkan bagi mata pelajaran yang sulit dan mengharuskan siswa untuk bertemu.
"Pembelajaran tatap muka seharusnya untuk materi yang sulit, bahkan yang sangat sulit yang memang harus ketemu dan berdialog langsung. Berarti pihak sekolah harus disisir dahulu materi itu,"kata Retno.
Menurutnya, pembelajaran tatap muka juga bukan berarti mengharuskan semua siswa masuk setiap harinya. Melainkan, tetap ada campuran antara metode pembelajaran tatap muka dan PJJ. Ia mengatakan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sebenarnya bermaksud bahwa PTM tidak diwajibkan, yang artinya nanti masih akan ada pembelajaran daring atau PJJ.
Oleh sebab itu, ia mendorong pihak-pihak terkait agar memilih materi pembelajaran yang cocok digunakan antara pembelajaran tatap muka dengan PJJ. "Kalau materi mudah dan materi sedang kan bisa belajar sendiri di rumah. Karena kan hanya separuh saja yang masuk ke sekolah. Artinya, anak-anak itu akan ada yang tetap PJJ dan akan ada yang ikut pembelajaran secara tatap muka," jelasnya.
Ia menambahkan, jika nantinya pembelajaran tatap muka diberlakukan pun seharusnya pihak sekolah tidak lagi memberikan tugas pada murid, melainkan hanya sebatas pada pelatihan saja. Misalnya materi pelatihan pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) pada kasus ini, siswa dipersilahkan masuk.
"Karena memang, misalnya pelatihan bengkel di SMK yang harus masuk karena memang materi ini tidak bisa dilakukan secara daring. Ada banyak praktik yang tidak bisa pakai PJJ, ini yang penting disiapkan kalau memang pemerintah ingin membuka pembelajaran tatap muka nanti,"ucapnya.
Retno mengakui, hingga saat ini masih banyak sekolah yang belum mengetahui seperti apa konsep pembelajaran tatap muka jika diberlakukan pada Juli nanti. Untuk itu, terkait materi pembelajaran tatap muka, KPAI menyarankan agar materi yang diajarkan adalah materi dengan tingkat kesulitan tinggi dan membutuhkan bimbingan guru secara langsung.
Ia pun mengaku pihaknya menggelar pengawasan untuk memastikan kesiapan infrastruktur dan protokol kesehatan di satuan-satuan pendidikan. Serangkaian pengawasan dilakukan di delapan provinsi, yakni Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, D.I Yogjakarta, Banten, DKI Jakarta, Bengkulu, dan Nusa Tenggara Barat. Ada juga pengawasan yang dilakukan di wilayah lain dan dilakukan oleh mitra KPAI yakni KPAD atau KPAID.
Dari hasil pantauannya, Retno menyebut sebagian besar sekolah belum siap dengan infrastruktur dan protokol yang diperlukan. "Secara umum, dari 48 sekolah yang didatangi, sebagian besar belum siap. Namun, ada sejumlah sekolah di setiap jenjang yang KPAI nilai sudah sangat siap melakukan pembelajaran tatap muka," tuturnya.
Karena itulah, pemerintah pemerintah merencanakan kegiatan pembelajaran tatap muka bisa kembali digelar pada Juli mendatang. Program ini telah tertuang dalam Surat Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset Teknologi (Kemendikbud Ristek), Menteri Agama, Menteri Kesehatan (Kemenkes) dan Menteri Dalam Negeri (SKB 4 Menteri) tentang panduan penyelenggaraan pembelajaran di masa pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
Langkah ini diambil seiring dengan dimulainya kegiatan vaksinasi Covid-19 bagi pendidik dan tenaga pendidik serta penerapan protokol kesehatan ketat di lingkungan sekolah. Untuk mengejar target terebut Kemenkes berupaya memenuhi kebutuhan vaksin, demi memenuhi target prioritas vaksinasi pada guru dan tenaga pendidik.
"Tentu upaya kita sebagaimana yang kita rencanakan, kita akan terus mengupayakan untuk menyelesaikan target ini. Karena kita tahu bahwa vaksin adalah barang langka di dunia. Beberapa negara juga ada yang bahkan belum bisa menerima vaksin," ujar Plt Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes Kartini Rustandi.
Indonesia saat in sudah mendapatkan vaksin dan melakukan vaksinasi. Namun, jumlahnya masih sangat terbatas dan belum sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga, penetapan prioritas penerima vaksin menjadi penting. Guru adalah salah satu bagian dari petugas publik yang menjadi prioritas. Beberapa kabupaten atau kota sudah langsung menganggap guru sebagai prioritas vaksinasi.
Menurut Kartini, pihaknya juga telah memberikan informasi kepada pemerintah mengenai prioritas tersebut. Namun, dia mengaku tidak memiliki data terkait jumlah guru yang telah divaksinasi hingga pertengahan Mei ini."Karena ini kategori pelayanan publik jadi institusi terkait yang mendata,"lanjutnya.
Walau pun demikian, Kartini mengatakan selain ketersediaan vaksin yang terbatas, kendala lain yang dihadapi dalam pemberian vaksin untuk guru adalah kondisi tubuh penerima vaksin yang berbeda, sehingga tidak semuanya bisa langsung divaksin. "Mungkin ketika divaksin dalam keadaan sakit atau tensinya lagi naik, sehingga ada keterlambatan,"jelasnya.
Direktur Jendral PAUD, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbud Ristek, Jumeri menegaskan, untuk bisa mensukseskan pelaksanaan vaksinasi terhadap guru dan tenaga pendidik di Indonesia kuncinya ada pada dukungan pemerintah daerah, baik kabupaten, kota maupun provinsi.
"Selain itu, karena jumlah vaksinnya terbatas tidak bisa langsung serentak seluruh Indonesia. Kami berharap pada bulan Juni nanti total seluruh wilayah sudah bisa divaksinasi. Dan wilayah-wilayah yang sudah lebih dahulu menerima vaksinasi secara tuntas, diharapkan bisa segera memulai pembelajaran tatap muka dan segera berkordinasi dengan Gugus Tugas Covid-19 setempat sesuai SKB 4 Menteri tentang pembejaran tatap muka,"‎ tegasnya.
Oleh karena itu, Kemendikbud Ristek terus mendorong pemerintah daerah untuk menjadikan guru atau pendidik dan tenaga kependidikan sebagai prioritas dalam program vaksin. Menurut Jumeri data yang masuk per April 2021 kemarin sekitar 550.000 tentunya data ini akan terus bertambah, mengingat di beberapa daerah baru dilaksanakan vaksinasi tahap pertama pada Mei ini.
Selain mendorong percepatan vaksinasi untuk guru dan tenaga pendidik, Kemendikbud Ristek mempercepat kesiapan sekolah agar target pembelajaran tatap muka pada Juli nanti bisa terlaksana. Seperti memberikan sosialisasi seperti apa protokol kesehatan dan penanggulangan dalam proses atau metode pendidikannya.
Nantinya, menurut Jumeri pihak sekolah harus menyiapkan sarana prasarana pendukung seperti thermogun, alat cuci tangan, dan lain-lainnya. Nantinya, alat-alat ini akan digunakan untuk guru dan murid menjaga keamanan mereka dari virus.
"Untuk saat ini persiapan PTM telah mencapai 80%. Hal ini berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi persiapan pembelajaran tatap muka di 46 kabupaten atau kota. Hampir semua sekolah sudah berkoordinasi dengan Satgas Covid-19, Dinas pendidikan, dan fasilitas kesehatan. Sekolah juga terus memenuhi daftar periksa, lalu membentuk Satgas Covid-19 internal untuk memulai pembelajaran tatap muka,"jelas Jumeri.
Melihat kesiapan Kemendikbud, Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mendukung rencana Kemendikbud Ristek menggelar PTM Juli nanti. Kendati demikian, ia meminta semua pihak tetap waspada dan terus menjalankan protokol kesehatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
"Kami tentu sangat mendukung upaya pemerintah untuk membuka belajar tatap muka di sekolah karena resiko learning lost dan ancaman putus sekolah yang begitu besar bagi peserta didik. Hanya saja pemerintah harus bisa mengelola risiko yang dimungkinkan terjadi jika sekolah dibuka di masa pandemi," kata Huda saat dihubungi Koran SINDO.
Terlebih, menurutnya Kemendikbud Ristek sudah mengeklaim persiapan penyelenggaraan sekolah tatap muka sudah mencapai angka 80%. "Kami melihat kesiapan untuk menyelenggarakan pembelajaran tatap muka sudah sesuai dengan SKB 4 Menteri,"tambahnya.
Jika rencana pembelajaran tatap muka ini dikaitkan dengan resiko terjadi munculnya varian baru virus Korona dan berpotensi membuat penyebaran Covid-19 semakin tinggi, menurut Huda i hal tersebut bisa diantisipasi jika sekolah telah memenuhi syarat yang telah di tentukan dalam SKB 4 Menteri tersebut.
Politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini juga meminta Kemendikbud Ristek agar selalu melakukan update data jumlah tenaga pendidik dan kependidikan yang sudah mendapatkan vaksinasi Covid-19. Secara khusus, Huda juga meminta sekolah benar-benar menyiapkan adanya ketersediaan alat pengukur suhu, fasilitas sanitasi, hingga sirkulasi udara yang memadai.
Selanjutnya, penerapan aturan terkait protokol kesehatan bagi siswa juga harus dijelaskan sejak siswa masuk hingga pulang ke rumah. "Selain itu standar operational procedure (SOP) siswa saat masuk kawasan sekolah, saat berada di ruang kelas, hingga kembali pulang kerumah juga harus sesuai protokol kesehatan,"imbuh Huda.
Huda lantas menuturkan, pelaksanaan kembali PTM bukan masalah mendesak atau tidak. Prinsipnya menurut diam adalah terpenuhinya protokol kesehatan dan vaksinasi untuk guru dan murid agar resiko penularan bisa diminimalkan. "Kita lihat juga daerahnya masih tergolong merah atau tidak. ‎Kalau masih terus merah tidak ada tanda-tanda, meski sudah divaksin tapi masih terus naik apa harus dipaksakan,"tambahnya.
Tidak hanya itu saja, Huda mengingatkan agar kebijakan pembelajaran tatap muka melibatkan semua pihak, tidak serta merta diputuskan oleh pemerintah sendiri. "Kebijakan apa pun dari atas apalagi pandemi itu kan kebersamaan, maka semua pemangku kepentingan terutama pendidikan harus ikut dilibatkan," ujarnya.
Sementara itu Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listiyanti menganggap pemberlakuan pembelajaran tatap muka belum terlalu mendesak. Ia menyarankan, sebaiknya pembelajaran tatap muka di masa pandemi hanya diperuntukkan bagi mata pelajaran yang sulit dan mengharuskan siswa untuk bertemu.
"Pembelajaran tatap muka seharusnya untuk materi yang sulit, bahkan yang sangat sulit yang memang harus ketemu dan berdialog langsung. Berarti pihak sekolah harus disisir dahulu materi itu,"kata Retno.
Menurutnya, pembelajaran tatap muka juga bukan berarti mengharuskan semua siswa masuk setiap harinya. Melainkan, tetap ada campuran antara metode pembelajaran tatap muka dan PJJ. Ia mengatakan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sebenarnya bermaksud bahwa PTM tidak diwajibkan, yang artinya nanti masih akan ada pembelajaran daring atau PJJ.
Oleh sebab itu, ia mendorong pihak-pihak terkait agar memilih materi pembelajaran yang cocok digunakan antara pembelajaran tatap muka dengan PJJ. "Kalau materi mudah dan materi sedang kan bisa belajar sendiri di rumah. Karena kan hanya separuh saja yang masuk ke sekolah. Artinya, anak-anak itu akan ada yang tetap PJJ dan akan ada yang ikut pembelajaran secara tatap muka," jelasnya.
Ia menambahkan, jika nantinya pembelajaran tatap muka diberlakukan pun seharusnya pihak sekolah tidak lagi memberikan tugas pada murid, melainkan hanya sebatas pada pelatihan saja. Misalnya materi pelatihan pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) pada kasus ini, siswa dipersilahkan masuk.
"Karena memang, misalnya pelatihan bengkel di SMK yang harus masuk karena memang materi ini tidak bisa dilakukan secara daring. Ada banyak praktik yang tidak bisa pakai PJJ, ini yang penting disiapkan kalau memang pemerintah ingin membuka pembelajaran tatap muka nanti,"ucapnya.
Retno mengakui, hingga saat ini masih banyak sekolah yang belum mengetahui seperti apa konsep pembelajaran tatap muka jika diberlakukan pada Juli nanti. Untuk itu, terkait materi pembelajaran tatap muka, KPAI menyarankan agar materi yang diajarkan adalah materi dengan tingkat kesulitan tinggi dan membutuhkan bimbingan guru secara langsung.
Ia pun mengaku pihaknya menggelar pengawasan untuk memastikan kesiapan infrastruktur dan protokol kesehatan di satuan-satuan pendidikan. Serangkaian pengawasan dilakukan di delapan provinsi, yakni Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, D.I Yogjakarta, Banten, DKI Jakarta, Bengkulu, dan Nusa Tenggara Barat. Ada juga pengawasan yang dilakukan di wilayah lain dan dilakukan oleh mitra KPAI yakni KPAD atau KPAID.
Dari hasil pantauannya, Retno menyebut sebagian besar sekolah belum siap dengan infrastruktur dan protokol yang diperlukan. "Secara umum, dari 48 sekolah yang didatangi, sebagian besar belum siap. Namun, ada sejumlah sekolah di setiap jenjang yang KPAI nilai sudah sangat siap melakukan pembelajaran tatap muka," tuturnya.
(ynt)