Kesejahteraan Guru, Menjadi Prioritas?
loading...
A
A
A
Hendarman
Analis Kebijakan Ahli Utama pada Kemendikbudristek/Dosen Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan
Angin segar tampaknya akan mengisi lembar kehidupan guru di Indonesia ke depan. Perubahan yang diwacanakan menteri yang mengurusi pendidikan dasar dan menengah mengindikasikan arah menuju terwujudnya angin segar tersebut. Sejumlah keluhan guru yang mungkin selama ini belum mendapat respons dari pihak Pemerintah, tampaknya akan menjadi berbeda di masa mendatang. Perbedaan itu dengan menerima keluhan dan mau mendengarkan apa yang terjadi di lapangan.
Dalam proses kebijakan, mendengarkan berbagai pihak yang terkait kebijakan atau sasaran kebijakan, seyogianya perlu dipertimbangkan. Hal tersebut menjadi prasyarat agar tujuan kebijakan tidak menyimpang jauh dengan proses implementasi. Kesenjangan yang terjadi disebabkan oleh berbagai faktor termasuk tingkat kenyamanan target kebijakan untuk menindaklanjuti kebijakan yang ditetapkan.
Sudah menjadi pemahaman publik, bahwa terkadang ada kebijakan yang tidak diketahui sama sekali oleh publik tentang hal-hal yang melatarbelakangi hadirnya kebijakan tersebut. Tentunya pemegang kebijakan memiliki alasan tersendiri untuk melakukan hal tersebut, walaupun secara keilmuan tidak sesuai dengan prosedur pembuatan kebijakan. Akibatnya, muncul berbagai kendala dan keluhan target kebijakan terhadap impelementasi kebijakan yang sudah ditetapkan.
Salah satu wacana yang dilontarkan menteri yang mengurusi pendidikan dasar dan menengah adalah kenaikan gaji guru. Wacana atau rencana ini sudah pasti ditanggapi positif oleh guru dengan berbagai argumentasi. Yang menjadi pertanyaan, apakah seluruh guru akan memeroleh kenaikan gaji tersebut, ataukah ada pengkategorian pemberian dengan kriteria tertentu? Bagi kalangan guru, harapan mereka adalah kenaikan gaji tersebut tidak menimbulkan diskriminasi. Artinya, gaji naik diperlakukan untuk setiap guru dan bukan ada pemilahan tertentu.
Akurasi Data Guru
Dari pernyataan awal yang muncul maka skema yang diajukan untuk 2025 adalah kenaikan gaji bagi guru yang sudah berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun guru honorer. Namun, pernyataan berikut nya adalah ketegasan bahwa kenaikan gaji guru akan untuk semua, termasuk guru yang berstatus non-Aparatur Sipil Negara (ASN). Hal ini dikaitkan dengan argumentasi bahwa lesejahteraan guru itu tidak hanya untuk guru ASN, tetapi juga untuk guru non-ASN.
Realisasi ini akan sangat tergantung kepada ketersediaan data terbaru dari guru yang ada. Apabila data terbaru yang akurat dan valid belum tersedia maka sudah pasti akan susah bagi pihak kementerian pendidikan dasar dan menengah untuk menghitung secara akruat. Hal ini sangat benar karena jumlah guru akan berimplikasi kepada anggaran yang harus dialokasikan.
Menjadi sangat dipahami pernyataan yang disampaikan menteri yang mengurusi pendidikan dasar dan menengah bahwa usulan akan diajukan kepada kementerian yang mengurusi keuangan, setelah diperoleh data yang yang akurat dan terkini (update). Ini juga untuk menghindari kesalahan agar guru tidak saling berebut. Artinya, jangan sampai terjadi yaitu yang berhak justru tidak menerima, sedangkan yang tidak berhak malah menerima.
Pentingnya akurasi data guru akan berimplikasi kepada anggaran yang harus dialokasikan. Apabila misalnya menggunakan data seluruh guru berjumlah lebih dari 3 juta orang maka anggaran yang harus disedikan mencapai perkiraan Rp 100 triliun dalam satu tahun. Angka ini tentu saja dapat diasumsikan realistis dan dipenuhi oleh sejumlah pihak, tetapi mungkin saja ada yang beranggapan bahwa jumlah tersebut cukup besar.
Program Prioritas
Kesejahteraan guru sesungguhnya masuk di dalam enam program prioritas pendidikan. Terkait guru maka prioritas tersebut meliputi peningkatan kualifikasi, kompetensi, dan kesejahteraan guru. Strategi yang akan dilakukan sebagaimana yang disampaikan kementerian yang mengurusi pendidikan dasar dan menengah adalah peningkatan kualifikasi D4 atau S1, pelatihan kompetensi guru, dan peningkatan kesejahteraan melalui sertifikasi.
Rencana kenaikan gaji guru tersebut dapat dipandang sebagai langkah evaluasi yang dilakukan kementerian yang ditengarai sudah didasarkan atas sejumlah kajian. Yang harus diperhatikan juga adalah sebagaimana disampaikan Chen & Lee (2022) yaitu evaluasi harus dapat memberikan gambaran atau bukti (evidence) bahwa kebijakan tersebut nantinya setelah diterapkan akan berujung kepada efektivitas (apakah tujuan kebijakan tercapai?); efisiensi (sejauh mana sumber daya digunakan secara optimal?); dan dampak (apa efek jangka panjang dari kebijakan?).
Guru boleh berharap adanya kenaikan gaji bagi mereka. Tetapi mereka juga harus mampu membuktikan bahwa kenaikan gaji mereka diikuti dengan perubahan dan peningkatan kinerja baik langsung tidak langsung. Peningkatan kinerja tersebut nantinya dapat diukur antara lain oleh perubahan capaian peserta didik, serta komitmen dan integritas sebagai guru.
Lihat Juga: Tegaskan Independensi dan Standar Mutu Pendidikan, Majelis Masyayikh Sosialisasikan UU Pesantren
Analis Kebijakan Ahli Utama pada Kemendikbudristek/Dosen Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan
Angin segar tampaknya akan mengisi lembar kehidupan guru di Indonesia ke depan. Perubahan yang diwacanakan menteri yang mengurusi pendidikan dasar dan menengah mengindikasikan arah menuju terwujudnya angin segar tersebut. Sejumlah keluhan guru yang mungkin selama ini belum mendapat respons dari pihak Pemerintah, tampaknya akan menjadi berbeda di masa mendatang. Perbedaan itu dengan menerima keluhan dan mau mendengarkan apa yang terjadi di lapangan.
Dalam proses kebijakan, mendengarkan berbagai pihak yang terkait kebijakan atau sasaran kebijakan, seyogianya perlu dipertimbangkan. Hal tersebut menjadi prasyarat agar tujuan kebijakan tidak menyimpang jauh dengan proses implementasi. Kesenjangan yang terjadi disebabkan oleh berbagai faktor termasuk tingkat kenyamanan target kebijakan untuk menindaklanjuti kebijakan yang ditetapkan.
Sudah menjadi pemahaman publik, bahwa terkadang ada kebijakan yang tidak diketahui sama sekali oleh publik tentang hal-hal yang melatarbelakangi hadirnya kebijakan tersebut. Tentunya pemegang kebijakan memiliki alasan tersendiri untuk melakukan hal tersebut, walaupun secara keilmuan tidak sesuai dengan prosedur pembuatan kebijakan. Akibatnya, muncul berbagai kendala dan keluhan target kebijakan terhadap impelementasi kebijakan yang sudah ditetapkan.
Salah satu wacana yang dilontarkan menteri yang mengurusi pendidikan dasar dan menengah adalah kenaikan gaji guru. Wacana atau rencana ini sudah pasti ditanggapi positif oleh guru dengan berbagai argumentasi. Yang menjadi pertanyaan, apakah seluruh guru akan memeroleh kenaikan gaji tersebut, ataukah ada pengkategorian pemberian dengan kriteria tertentu? Bagi kalangan guru, harapan mereka adalah kenaikan gaji tersebut tidak menimbulkan diskriminasi. Artinya, gaji naik diperlakukan untuk setiap guru dan bukan ada pemilahan tertentu.
Akurasi Data Guru
Dari pernyataan awal yang muncul maka skema yang diajukan untuk 2025 adalah kenaikan gaji bagi guru yang sudah berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun guru honorer. Namun, pernyataan berikut nya adalah ketegasan bahwa kenaikan gaji guru akan untuk semua, termasuk guru yang berstatus non-Aparatur Sipil Negara (ASN). Hal ini dikaitkan dengan argumentasi bahwa lesejahteraan guru itu tidak hanya untuk guru ASN, tetapi juga untuk guru non-ASN.
Realisasi ini akan sangat tergantung kepada ketersediaan data terbaru dari guru yang ada. Apabila data terbaru yang akurat dan valid belum tersedia maka sudah pasti akan susah bagi pihak kementerian pendidikan dasar dan menengah untuk menghitung secara akruat. Hal ini sangat benar karena jumlah guru akan berimplikasi kepada anggaran yang harus dialokasikan.
Menjadi sangat dipahami pernyataan yang disampaikan menteri yang mengurusi pendidikan dasar dan menengah bahwa usulan akan diajukan kepada kementerian yang mengurusi keuangan, setelah diperoleh data yang yang akurat dan terkini (update). Ini juga untuk menghindari kesalahan agar guru tidak saling berebut. Artinya, jangan sampai terjadi yaitu yang berhak justru tidak menerima, sedangkan yang tidak berhak malah menerima.
Pentingnya akurasi data guru akan berimplikasi kepada anggaran yang harus dialokasikan. Apabila misalnya menggunakan data seluruh guru berjumlah lebih dari 3 juta orang maka anggaran yang harus disedikan mencapai perkiraan Rp 100 triliun dalam satu tahun. Angka ini tentu saja dapat diasumsikan realistis dan dipenuhi oleh sejumlah pihak, tetapi mungkin saja ada yang beranggapan bahwa jumlah tersebut cukup besar.
Program Prioritas
Kesejahteraan guru sesungguhnya masuk di dalam enam program prioritas pendidikan. Terkait guru maka prioritas tersebut meliputi peningkatan kualifikasi, kompetensi, dan kesejahteraan guru. Strategi yang akan dilakukan sebagaimana yang disampaikan kementerian yang mengurusi pendidikan dasar dan menengah adalah peningkatan kualifikasi D4 atau S1, pelatihan kompetensi guru, dan peningkatan kesejahteraan melalui sertifikasi.
Rencana kenaikan gaji guru tersebut dapat dipandang sebagai langkah evaluasi yang dilakukan kementerian yang ditengarai sudah didasarkan atas sejumlah kajian. Yang harus diperhatikan juga adalah sebagaimana disampaikan Chen & Lee (2022) yaitu evaluasi harus dapat memberikan gambaran atau bukti (evidence) bahwa kebijakan tersebut nantinya setelah diterapkan akan berujung kepada efektivitas (apakah tujuan kebijakan tercapai?); efisiensi (sejauh mana sumber daya digunakan secara optimal?); dan dampak (apa efek jangka panjang dari kebijakan?).
Guru boleh berharap adanya kenaikan gaji bagi mereka. Tetapi mereka juga harus mampu membuktikan bahwa kenaikan gaji mereka diikuti dengan perubahan dan peningkatan kinerja baik langsung tidak langsung. Peningkatan kinerja tersebut nantinya dapat diukur antara lain oleh perubahan capaian peserta didik, serta komitmen dan integritas sebagai guru.
Lihat Juga: Tegaskan Independensi dan Standar Mutu Pendidikan, Majelis Masyayikh Sosialisasikan UU Pesantren
(wur)