Membedah Pernyataan Gubernur Papua Terkait Label Teroris KKB oleh Pemerintah
Jum'at, 30 April 2021 - 10:49 WIB
Label KKB adalah label yang diberikan pemerintah Indonesia ketika Jenderal (purn) Tito Karmavian masih menjabat sebagai Kapolri kepada kelompok sipil bersenjata di Papua yang sering dianggap melakukan tindakan yang menciptakan gangguan keamanan. Kelompok sipil bersenjata tersebut pun secara terbuka sering melakukan perubahan nama, mulai dari TPM-OPM, sampai ke TPNPB-OPM.
Narasi yang dipakai Lukas Enembe ini secara implisit adalah sindiran sekaligus ketidakpercayaan bahwa KKB itu nyata. Tersirat bahwa bagi Lukas Enembe KKB itu tidak ada, karena kelompok-kelompok sipil bersenjata di Papua tidak pernah mengatakan atau menyebut diri mereka sebagai KKB.
3. Pemerintah Provinsi Papua meminta Pemerintah Indonesia dan DPR RI mengkaji ulang label teroris ke KKB.
Ini menarik karena Lukas Enembe menyertakan DPR RI dalam permintaannya. Tapi juga salah kaprah karena DPR RI tidak perlu dilibatkan sebab pemerintah Indonesia dalam hal ini sebenarnya menjalankan amanat UU yang sudah disetujui oleh DPR RI, jadi mengikutsertakan DPR RI dalam permohonan mengkaji ulang status KKB sebagai kelompok teror adalah langkah yang keliru.
Lukas Enembe juga memakai takti yang sebenarnya mirip dengan narasi pendukung dan simpatisan ideologi rad-ter lainnya yaitu menyertakan narasi 'ancaman' efek psikologis kepada mayoritas. Padahal dalam pernyataan #2, dia menyebut KKB sebagai 'sekelompok orang yang mengaku sebagai KKB', namun dia tidak sekalipun secara eksplisit menyebut KKB adalah orang Papua.
4. TNI dan Polri harus melakukan pemetaan KKB.
Ini poin penting. Pemerintah Indonesia seharusnya berhenti memakai istilah KKB saat KKB dimasukan sebagai kelompok teroris. Pemerintah Indonesia harus menyebut nama kelompok dimaksud secara eksplisit. Misalnya: Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB/OPM) dan/atau Tentara Revolusi Papua Barat (TRPB), dan/atau Tentara Nasional Papua Barat (TNPB).
Dengan menyebut nama kelompok-kelompok sipil bersenjata ini maka proses penegakkan hukum sesuai dengan amanat UU bisa dilakukan dengan baik pula, khususnya proses pemetaan jejaring kelompok teror di Papua ini dengan orang atau kelompok yang turut mendukung kelompok teror ini.
5. Stigmatisasi orang Papua sebagai teroris.
Sensitivitas dalam proses penegakkan hukum ini memang perlu dilakukan, dan sebenarnya aparat keamanan Indonesia sudah punya pengalaman panjang soal label dan stigmatisasi dimaksud. Dan ini sebenarnya tugas dan peran yang harus juga dimainkan oleh Lukas Enembe sebagai Gubernur Provinsi Papua.
Narasi yang dipakai Lukas Enembe ini secara implisit adalah sindiran sekaligus ketidakpercayaan bahwa KKB itu nyata. Tersirat bahwa bagi Lukas Enembe KKB itu tidak ada, karena kelompok-kelompok sipil bersenjata di Papua tidak pernah mengatakan atau menyebut diri mereka sebagai KKB.
3. Pemerintah Provinsi Papua meminta Pemerintah Indonesia dan DPR RI mengkaji ulang label teroris ke KKB.
Ini menarik karena Lukas Enembe menyertakan DPR RI dalam permintaannya. Tapi juga salah kaprah karena DPR RI tidak perlu dilibatkan sebab pemerintah Indonesia dalam hal ini sebenarnya menjalankan amanat UU yang sudah disetujui oleh DPR RI, jadi mengikutsertakan DPR RI dalam permohonan mengkaji ulang status KKB sebagai kelompok teror adalah langkah yang keliru.
Lukas Enembe juga memakai takti yang sebenarnya mirip dengan narasi pendukung dan simpatisan ideologi rad-ter lainnya yaitu menyertakan narasi 'ancaman' efek psikologis kepada mayoritas. Padahal dalam pernyataan #2, dia menyebut KKB sebagai 'sekelompok orang yang mengaku sebagai KKB', namun dia tidak sekalipun secara eksplisit menyebut KKB adalah orang Papua.
4. TNI dan Polri harus melakukan pemetaan KKB.
Ini poin penting. Pemerintah Indonesia seharusnya berhenti memakai istilah KKB saat KKB dimasukan sebagai kelompok teroris. Pemerintah Indonesia harus menyebut nama kelompok dimaksud secara eksplisit. Misalnya: Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB/OPM) dan/atau Tentara Revolusi Papua Barat (TRPB), dan/atau Tentara Nasional Papua Barat (TNPB).
Dengan menyebut nama kelompok-kelompok sipil bersenjata ini maka proses penegakkan hukum sesuai dengan amanat UU bisa dilakukan dengan baik pula, khususnya proses pemetaan jejaring kelompok teror di Papua ini dengan orang atau kelompok yang turut mendukung kelompok teror ini.
5. Stigmatisasi orang Papua sebagai teroris.
Sensitivitas dalam proses penegakkan hukum ini memang perlu dilakukan, dan sebenarnya aparat keamanan Indonesia sudah punya pengalaman panjang soal label dan stigmatisasi dimaksud. Dan ini sebenarnya tugas dan peran yang harus juga dimainkan oleh Lukas Enembe sebagai Gubernur Provinsi Papua.
tulis komentar anda