Membedah Pernyataan Gubernur Papua Terkait Label Teroris KKB oleh Pemerintah

Jum'at, 30 April 2021 - 10:49 WIB
loading...
Membedah Pernyataan...
Alto Labetubun, Analis Konflik dan Keamanan. Foto/ist
A A A
Alto Labetubun
Analis Konflik dan Keamanan


GUBERNUR Papua Lukas Enembe atas nama Pemerintah Papua mengeluarkan Press Release pada tanggal 29 April 2021 menanggapi keputusan pemerintah Indonesia yang memasukan KKB Papua sebagai kelompok teror.

Ada tujuh poin yang dinyatakan dalam press release tersebut dan semuanya mengarah pada posisi ketidaksepakatan Lukas Enembe terhadap keputusan pemerintah Indonesia dimaksud. Mari kita bedah tujuh point pernyataan Lukas Enembe itu.

1. Terorisme adalah konsep yang selalu diperdebatkan.

Jika kita mempelajari payung hukum pemberantasan terorisme dari berbagai negara maka sebenarnya pengertian/definisi terorisme itu sangat jelas. UU antiteror Suriah No 19/2012, atau UU antiteror Irak No 14/2005, atau UU antiteror Kurdistan No 3/2006 semuanya punya unsure-unsur yang sama dalam pengertian mereka tentang terorisme, yaitu: merupakan aksi kriminal baik dilakukan oleh individu atau kelompok; menciptakan korban, kerusakan n ketakutan yang luar biasa; memiliki motif/tujuan tertentu.

Demikian pula dengan UU 5/2018 tentang pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang dipergunakan oleh, dan menjadi rujukan utama Indonesia memasukan KKB Papua sebagai kelompok teroris. Jadi, apa yang dikatakan Lukas Enembe bahwa terorisme itu masih diperdebatkan adalah hal yang keliru dan ill-informed.

2. Perbuatan sekelompok orang yang mengaku sebagai KKB adalah melanggar hukum dan HAM.

Narasi yang dipakai oleh Lukas Enembe ini menarik. Di point #1, dia dengan lugas menyebutkan KKB, akan tetapi di point kedua ini dia memakai narasi 'sekelompok orang yang mengaku sebagai KKB'.

Label KKB adalah label yang diberikan pemerintah Indonesia ketika Jenderal (purn) Tito Karmavian masih menjabat sebagai Kapolri kepada kelompok sipil bersenjata di Papua yang sering dianggap melakukan tindakan yang menciptakan gangguan keamanan. Kelompok sipil bersenjata tersebut pun secara terbuka sering melakukan perubahan nama, mulai dari TPM-OPM, sampai ke TPNPB-OPM.

Narasi yang dipakai Lukas Enembe ini secara implisit adalah sindiran sekaligus ketidakpercayaan bahwa KKB itu nyata. Tersirat bahwa bagi Lukas Enembe KKB itu tidak ada, karena kelompok-kelompok sipil bersenjata di Papua tidak pernah mengatakan atau menyebut diri mereka sebagai KKB.

3. Pemerintah Provinsi Papua meminta Pemerintah Indonesia dan DPR RI mengkaji ulang label teroris ke KKB.

Ini menarik karena Lukas Enembe menyertakan DPR RI dalam permintaannya. Tapi juga salah kaprah karena DPR RI tidak perlu dilibatkan sebab pemerintah Indonesia dalam hal ini sebenarnya menjalankan amanat UU yang sudah disetujui oleh DPR RI, jadi mengikutsertakan DPR RI dalam permohonan mengkaji ulang status KKB sebagai kelompok teror adalah langkah yang keliru.

Lukas Enembe juga memakai takti yang sebenarnya mirip dengan narasi pendukung dan simpatisan ideologi rad-ter lainnya yaitu menyertakan narasi 'ancaman' efek psikologis kepada mayoritas. Padahal dalam pernyataan #2, dia menyebut KKB sebagai 'sekelompok orang yang mengaku sebagai KKB', namun dia tidak sekalipun secara eksplisit menyebut KKB adalah orang Papua.

4. TNI dan Polri harus melakukan pemetaan KKB.

Ini poin penting. Pemerintah Indonesia seharusnya berhenti memakai istilah KKB saat KKB dimasukan sebagai kelompok teroris. Pemerintah Indonesia harus menyebut nama kelompok dimaksud secara eksplisit. Misalnya: Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB/OPM) dan/atau Tentara Revolusi Papua Barat (TRPB), dan/atau Tentara Nasional Papua Barat (TNPB).

Dengan menyebut nama kelompok-kelompok sipil bersenjata ini maka proses penegakkan hukum sesuai dengan amanat UU bisa dilakukan dengan baik pula, khususnya proses pemetaan jejaring kelompok teror di Papua ini dengan orang atau kelompok yang turut mendukung kelompok teror ini.

5. Stigmatisasi orang Papua sebagai teroris.

Sensitivitas dalam proses penegakkan hukum ini memang perlu dilakukan, dan sebenarnya aparat keamanan Indonesia sudah punya pengalaman panjang soal label dan stigmatisasi dimaksud. Dan ini sebenarnya tugas dan peran yang harus juga dimainkan oleh Lukas Enembe sebagai Gubernur Provinsi Papua.

Sama ketika Presiden Jokowi menyebut bahwa 'terorisme tidak ada hubungannya dengan agama...' tetapi ada individu atau kelompok yang memakai agama sebagai motivasi baginya untuk melakukan aksi teror, maka Gubernur Papua pun sebenarnya harus menyebarkan narasi bahwa 'Terorisme tidak ada hubungannya dengan (orang) Papua', walaupun ada kelompok sipil bersenjata, yang berada di Papua dan memiliki anggota orang Papua yang dianggap oleh pemerintah Indonesia, dan sudah memenuhi unsur-unsur sebagai kelompok teroris menurut UU 5/2018.

6. Pemerintah Indonesia sebaiknya berkonsultasi dengan DK PBB terkait status teroris kepada KKB

Ini pernyataan Lukas Enembe yang keliru. Dewan Keamanan PBB tidak berhak mencampuri urusan tindak pidana suatu negara, termasuk tindak pidana terorisme. Disamping itu, keputusan melabel individu/kelompok sebagai teroris adalah keputusan tiap-tiap negara berdasarkan aturan hukum yang dimiliki oleh negara bersangkutan.

Yang mungkin bisa/akan dilakukan oleh PBB adalah melihat dan memberi masukan ketika proses penegakkan hukum dianggap berpotensi menciderai HAM. Misalnya dalam kasus-kasus persidangan terduga teroris di Irak yang dianggap dilakukan terburu-buru dan hukumannya adalah hukuman mati.

7. Pendekatan lebih humanis.

Setelah KKB dimasukan sebagai kelompok teroris maka langkah-langkah dalam UU 5/2018, maupun PP 77/2019 dan Perpres 7/2021 harus dilaksanakan. Pendekatan lebih humanis yang dimaksudkan Lukas Enembe itu masuk dalam ranah kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi, de-radikalisasi dan ranah pencegahan ekstrimisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme.

Ini ranah 'humanis' yang harus dilakukan sebagai konsekuensi dari penetapa KKB sebagai kelompok teroris, dan peran ini ada pada pemerintah daerah juga. Jadi tugas dari Lukas Enembe selaku Gubernur Papua adalah melakukan pendekatan humanis dimaksud dan bukan hanya menuntut ke Pemerintah Indonesia saja.
(cip)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1107 seconds (0.1#10.140)