Majelis Masyayikh: UU Pesantren Pengakuan Pemerintah Terhadap Kontribusi Ponpes

Minggu, 03 November 2024 - 09:55 WIB
loading...
Majelis Masyayikh: UU...
Ketua Majelis Masyayikh KH. Abdul Ghaffar Rozin mengungkapkan, UU Pesantren menjadi pengakuan resmi pemerintah atas kontribusi pesantren dalam masyarakat. Foto/istimewa
A A A
JAKARTA - Ketua Majelis Masyayikh KH. Abdul Ghaffar Rozin mengungkapkan, UU Pesantren menjadi pengakuan resmi pemerintah atas kontribusi pesantren dalam masyarakat.

Hal itu disampaikan KH. Abdul Ghaffar Rozin saat menggelar sosialisasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren di Pondok Pesantren (Ponpes) Nurul Qornain, Jember, Jawa Timur. Acara ini menegaskan komitmen negara untuk mendukung pesantren sebagai pilar pendidikan nasional yang khas dan mandiri.

UU Pesantren ini diharapkan memperkuat eksistensi pesantren di tengah perubahan zaman, sekaligus menjaga nilai-nilai tradisional yang menjadi ciri khas lembaga pendidikan Islam ini.



“Pesantren telah lama menjadi benteng utama dalam pembentukan karakter bangsa serta pusat pengembangan moral dan spiritual di tengah masyarakat. Sebagai pengakuan resmi, UU Pesantren memberi landasan hukum untuk menjamin kemandirian dan kekhasan pesantren,” ujar Rozin.

UU Pesantren melibatkan Majelis Masyayikh sebagai badan independen yang bertanggung jawab dalam menjamin mutu pendidikan pesantren. Rozin menegaskan, Majelis Masyayikh akan berperan dalam mengawal kualitas pendidikan pesantren tanpa intervensi, sehingga karakteristik dan independensi pesantren tetap terjaga.



“Sistem ini memiliki dua aspek utama pertama, aspek eksternal yang dikelola oleh Majelis Masyayikh melalui evaluasi dan penilaian untuk memetakan serta mengembangkan strategi peningkatan mutu. Kedua, aspek internal yang ditangani oleh Dewan Masyayikh yang fokus pada pengawasan dan pengendalian mutu pendidikan di dalam pesantren,” tambah Rozin.

Sedangkan, KH. Abd. A’la Basyir menyoroti pentingnya menjaga tradisi pesantren, yang menekankan kedekatan hubungan antara guru dan santri, serta metode pembelajaran kitab kuning yang menjadi ciri khasnya.

“Pesantren berbeda dengan sekolah berasrama. Di pesantren, guru dianggap sebagai orang tua dalam agama. Hubungan ini menciptakan mata rantai keilmuan yang kuat dan perlu dijaga. Kami tidak ingin campur tangan yang mengubah kekhasan pesantren ini,” ujarnya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1905 seconds (0.1#10.140)