Politisasi Vaksin Nusantara Harus Dihentikan

Senin, 12 April 2021 - 20:21 WIB


Hal itu terlihat dalam rekaman rapat dengar pendapat (RDP) Komisi IX DPR bersama BPOM pada 10 Maret, dan 8 April yang viral di media sosial, di mana beberapa anggota dewan tampak menekan atau mengintervensi BPOM.

"Wakil rakyat dari Komisi Kesehatan DPR RI seharusnya bisa memahami dengan utuh bahwa vaksin itu berbasis saintifik dan berisiko, sehingga sangat ketat pengaturannya. Sikap BPOM yang tetap memegang teguh peraturan harus didukung oleh semua pihak," kata Leon.

Sebelumnya, epidemiolog Universitas Griffith, Brisbane, Australia, Dicky Budiman mewanti-wanti pemerintah jangan cepat mengklaim secara berlebihan vaksin nusantara karena belum dilakukan pengujian serta penilaian secara ilmiah dan transparan oleh BPOM dan para pakar.

"Tidak boleh ada satu produk kesehatan baik itu obat, apalagi vaksin diintervensi oleh ekonomi atau politik. Jadi, harus sepenuhnya melalui tahapan prosedur ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan," ujar Dicky.

Menurut Dicky pengembangan Vaksin Nusantara tidak bisa dipaksakan. "Tidak boleh ada intervensi politik yang di baliknya sepertinya ada kepentingan bisnis besar karena kontraproduktif dengan kaidah pembuatan vaksin yang berlaku," tutur Dicky.

Sementara itu, Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Zubairi Djoerban, menyatakan salut dan selalu memberikan dukungan kepada Kepala Badan POM Penny Lukito yang belum memberikan izin uji klinis tahap dua vaksin nusantara.

"Kalau belum memenuhi kaidah klinis, ya kepala BPOM akan bilang belum. Integritas Badan POM juga sudah teruji ketika merilis EUA untuk Sinovac," tuturnya.

Zubairi menyatakan dukungan penuh untuk pengembangan obat dan vaksin dalam rangka kemandirian Indonesia di bidang farmasi. Sejauh ini sudah dibuktikan secara tegas dan transparan oleh BPOM selama ini demi menjaga keamanan, mutu, efikasi dan manfaatnya.

"Publik harus diinformasikan dan dicerdaskan dengan penuh tanggung jawab tinggi dari kita semua. Jangan sampai terjadi pembohongan publik," katanya.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More