Politisasi Vaksin Nusantara Harus Dihentikan

Senin, 12 April 2021 - 20:21 WIB
loading...
Politisasi Vaksin Nusantara...
Sejumlah pihak meminta politisasi vaksin nusantara harus dihentikan. FOTO/IST
A A A
JAKARTA - Tudingan Komisi IX DPR RI yang menyatakan bahwa Badan Pengawas Obat dan Makanan ( Badan POM ) tidak mendukung vaksin nusantara mendapat kritikan dari sejumlah kalangan.

Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI), Leon Alvinda Putra menilai, sikap wakil rakyat yang duduk di Komisi IX DPR RI itu cenderung mengabaikan penjelasan detail Kepala BPOM Penny K Lukito terkait hasil uji klinis fase I vaksin nusantara yang digagas oleh mantan Menkes Terawan Agus Putranto beberapa waktu lalu.

Menurut Leon, vaksin Covid-19 memang sangat diperlukan saat ini, tetapi bukan berarti mengabaikan prosedur yang telah ditetapkan. Bahkan Presiden Joko Widodo dalam sebuah kesempatan mendukung semua pengembangan vaksin, tapi mempercayakan evaluasi penilaiannya kepada BPOM.

Baca juga: Ini Sikap DPR Terkait Pemberhentian Vaksin Nusantara

Berdasarkan hasil uji klinis BPOM, ternyata vaksin nusantara belum lulus uji klinis fase I. Ini berarti vaksin nusantara belum lulus penilaian oleh BPOM. Leon mengimbau agar semua pihak harus paham bahwa vaksin harus memenuhi standar yang berlaku.

"Meskipun produk anak bangsa, tidak lantas bisa asal-asalan, sehingga bisa mengorbankan nyawa banyak orang karena dipolitisir," kata Leon dihubungi di Jakarta.

Leon pun mengingatkan agar jangan ada manuver atau politisasi yang cenderung membabi buta dari para wakil rakyat di Senayan terhadap vaksin nusantara yang awalnya bernama Vaksin Joglosemar (Jogja-Solo-Semarang) ini.

Baca juga: Eijkman: Vaksin Nusantara Pernah Dipakai untuk Terapi Kanker

Hal itu terlihat dalam rekaman rapat dengar pendapat (RDP) Komisi IX DPR bersama BPOM pada 10 Maret, dan 8 April yang viral di media sosial, di mana beberapa anggota dewan tampak menekan atau mengintervensi BPOM.

"Wakil rakyat dari Komisi Kesehatan DPR RI seharusnya bisa memahami dengan utuh bahwa vaksin itu berbasis saintifik dan berisiko, sehingga sangat ketat pengaturannya. Sikap BPOM yang tetap memegang teguh peraturan harus didukung oleh semua pihak," kata Leon.

Sebelumnya, epidemiolog Universitas Griffith, Brisbane, Australia, Dicky Budiman mewanti-wanti pemerintah jangan cepat mengklaim secara berlebihan vaksin nusantara karena belum dilakukan pengujian serta penilaian secara ilmiah dan transparan oleh BPOM dan para pakar.



"Tidak boleh ada satu produk kesehatan baik itu obat, apalagi vaksin diintervensi oleh ekonomi atau politik. Jadi, harus sepenuhnya melalui tahapan prosedur ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan," ujar Dicky.

Menurut Dicky pengembangan Vaksin Nusantara tidak bisa dipaksakan. "Tidak boleh ada intervensi politik yang di baliknya sepertinya ada kepentingan bisnis besar karena kontraproduktif dengan kaidah pembuatan vaksin yang berlaku," tutur Dicky.

Sementara itu, Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Zubairi Djoerban, menyatakan salut dan selalu memberikan dukungan kepada Kepala Badan POM Penny Lukito yang belum memberikan izin uji klinis tahap dua vaksin nusantara.

"Kalau belum memenuhi kaidah klinis, ya kepala BPOM akan bilang belum. Integritas Badan POM juga sudah teruji ketika merilis EUA untuk Sinovac," tuturnya.

Zubairi menyatakan dukungan penuh untuk pengembangan obat dan vaksin dalam rangka kemandirian Indonesia di bidang farmasi. Sejauh ini sudah dibuktikan secara tegas dan transparan oleh BPOM selama ini demi menjaga keamanan, mutu, efikasi dan manfaatnya.

"Publik harus diinformasikan dan dicerdaskan dengan penuh tanggung jawab tinggi dari kita semua. Jangan sampai terjadi pembohongan publik," katanya.

Sebelumnya, BPOM belum bisa memberikan izin kelanjutan proses pengembangan uji klinis tahap II pada Vaksin Nusantara. Akibatnya, pengembangan vaksin tersebut harus melakukan perbaikan standar prosedur terlebih dahulu. Banyak penyimpangan atau pelanggaran protokol uji klinik yang dilakukan dalam uji klinik fase I vaksin tersebut.

Kepala BPOM Penny K. Lukito mengatakan tim peneliti vaksin tersebut justru didominasi orang asing. Padahal, vaksin digembar-gemborkan sebagai karya anak bangsa.

Pada saat hearing antara BPOM bersama Komnas Obat dan Tim Pakar lengkap pada 16 Maret 2021 lalu terungkap bahwa ada 9 peneliti asing dari Amerika Serikat yang melakukan aktivitas penelitian di RS Kariadi Semarang yang didampingi oleh peneliti dari Undip Semarang.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1701 seconds (0.1#10.140)