Haris Azhar Sebut Saksi Ahli dari JPU di Kasus Jumhur Tidak Independen
Senin, 05 April 2021 - 14:23 WIB
JAKARTA - Haris Azhar, pengacara terdakwa penyebar berita hoaks Muhammad Jumhur Hidayat , menilai ahli digital forensik yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) tidak seperti saksi ahli.Ada sejumlah alasan mengapa dia tak bisa disebut sebagai ahli.
"Pertama, saksi ahli tak kelihatan ahlinya, kedua dia bekerja sebelum ada perintah, dan ketiga dia sebetulnya pegawai di Mabes Polri sehingga tak ada independensinya," ujarnya pada wartawan, Senin (5/4/2021).
Pada persidangan di PN Jakarta Selatan, Senin (5/4/2021), JPU menghadirkan Muhammad Asep Saputra, ahli digital forensik dari Mabes Polri. Selain tiga alasan di atas, Haris juga menyorotsoal penggunaan alat yang bernama cellebrite. Alat yang dipakai sang ahli untuk mengumpulkan data itu dianggap berbahaya dan patut diperdebatkan. Sebab alat itu bisa menerobos data ponsel milik siapa pun.
"Cuman tadi yang saya tak puas, sidangnya itu keyword-nya itu Omnibus Law. Kan setengah juta orang penduduk Indonesia pada waktu itu membahas Omnibus Law, permintaan yang mengarah pada bahwa ini menciptakan keonaran kegaduhan memprovokasi, apanya, tak kelihatan (dari keterangan ahli)," tuturnya.
Ahli, kata dia, hanya mencari Twitter Jumhur dan kata-kata yang dianggap sebagai berita hoaks, tapi ahli tak menjelaskan apakah postingan Jumhurbitu memgandung unsur pidana ataukah tidak. Ahli memang dianggap telah sesuai dengan bidangnya Digital Forensik, tapi keterangannya justru tak seperti seorang ahli.
"Menurut saya tadi lebih cocok sebagai penyidik dan itu sebetulnya tak apa-apa daripada jadi saksi ahli tapi maksa. Kalau ahli memang harus independen dan dia kan tadi semua jelas keterangan awal dia menunjukan dia pegawainya Mabes Polri dan itu lebih cocok sebagai penyidik, lalu apa yang dikerjakan juga penyidikan," terangnya.
Maka itu, tambahnya, dia menilai ahli digital Forensi dari Mabes Polri yang dihadirkan Jaksa itu kapasitasnya sebagai ahli di kasus kliennya tak mumpuni. Disamping itu, ahli yang memeriksa kasus kliennya tanpa tanpa didahului perintah pun dianggap tak patut diperhitungkan dan ilegal.
"Pertama, saksi ahli tak kelihatan ahlinya, kedua dia bekerja sebelum ada perintah, dan ketiga dia sebetulnya pegawai di Mabes Polri sehingga tak ada independensinya," ujarnya pada wartawan, Senin (5/4/2021).
Pada persidangan di PN Jakarta Selatan, Senin (5/4/2021), JPU menghadirkan Muhammad Asep Saputra, ahli digital forensik dari Mabes Polri. Selain tiga alasan di atas, Haris juga menyorotsoal penggunaan alat yang bernama cellebrite. Alat yang dipakai sang ahli untuk mengumpulkan data itu dianggap berbahaya dan patut diperdebatkan. Sebab alat itu bisa menerobos data ponsel milik siapa pun.
"Cuman tadi yang saya tak puas, sidangnya itu keyword-nya itu Omnibus Law. Kan setengah juta orang penduduk Indonesia pada waktu itu membahas Omnibus Law, permintaan yang mengarah pada bahwa ini menciptakan keonaran kegaduhan memprovokasi, apanya, tak kelihatan (dari keterangan ahli)," tuturnya.
Ahli, kata dia, hanya mencari Twitter Jumhur dan kata-kata yang dianggap sebagai berita hoaks, tapi ahli tak menjelaskan apakah postingan Jumhurbitu memgandung unsur pidana ataukah tidak. Ahli memang dianggap telah sesuai dengan bidangnya Digital Forensik, tapi keterangannya justru tak seperti seorang ahli.
Baca Juga
"Menurut saya tadi lebih cocok sebagai penyidik dan itu sebetulnya tak apa-apa daripada jadi saksi ahli tapi maksa. Kalau ahli memang harus independen dan dia kan tadi semua jelas keterangan awal dia menunjukan dia pegawainya Mabes Polri dan itu lebih cocok sebagai penyidik, lalu apa yang dikerjakan juga penyidikan," terangnya.
Maka itu, tambahnya, dia menilai ahli digital Forensi dari Mabes Polri yang dihadirkan Jaksa itu kapasitasnya sebagai ahli di kasus kliennya tak mumpuni. Disamping itu, ahli yang memeriksa kasus kliennya tanpa tanpa didahului perintah pun dianggap tak patut diperhitungkan dan ilegal.
(muh)
tulis komentar anda