Stigma Kejahatan (Catatan Kecil Sejarah Persekusi terhadap Penjahat dan Kaum Perokok)

Rabu, 17 Maret 2021 - 18:12 WIB
Ia hanya setara dengan perokok yang mengonsumsi seminggu satu batang dalam setahun. Tetapi, hasil riset itu diabaikan dan dipersekusi sebagai bersekongkol dengan industri tembakau.

Oleh kepentingan bisnis maupun politik, stigma kejahatan dalam dunia riset telah ditempuh secara jauh dan mereduksi prinsip-prinsip kebenaran. Demikian halnya yang terjadi dalam dunia pengobatan modern. Terdapat tren yang menyamakan statistik dengan sains dan kemajuan prosedur kuantitatif dengan kesempurnaan riset. Yang besar secara statistik akan dianggap benar secara prinsip.

Jika hasil riset itu secara terus-menerus disampaikan kepada publik dan dilakukan oleh lembaga yang berwenang, ia akan dianggap sebagai kebenaran. Kebenaran yang delutif dan setereotip. Stigma kejahatan terhadap narapidana dan perokok berlangsung dalam skema ini.

Sebagai delusi, ia hanya bisa efektif jika dilakukan dengan pendekatan paksa, baik melalui jalan politik atau uang. Seperti Hitler yang berhasil melarang warganya merokok dan menghukum berat tentara Nazi yang ketahuan merokok.

Publik terkecoh, karena Hitler sesungguhnya sedang menggelorakan kebencian rakyatnya terhadap musuh abadinya Amerika. Ia melakukannya dengan memerolok suku asli Amerika Indian, yang menciptakan rokok, sebagai: "Kemurkaan orang kulit merah terhadap orang kulit putih sebagai balas dendam karena telah diberi minuman keras". Untuk kepentingan politik tersebut, ia bahkan sampai harus menghentikan kebiasaan merokok 40 batang sehari.

Stigma kejahatan akan terus dilakukan oleh kekuatan politik dan uang sepanjang terdapat kue di pusaran isu tersebut. Ia akan disematkan kepada siapapun bahkan jika harus ditempuh dengan mereduksi kebenaran.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(poe)
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More