Unrealized Loss, Bagian Risiko Investasi Wajar
Senin, 15 Maret 2021 - 06:34 WIB
Oleh: Roy Sembel
Profesor Keuangan Investasi, IPMI International Business School
Wajar atau tidak wajar? Itu pertanyaannya. Bukan, tulisan ini bukan tentang pertanyaan filosofis ala Shakespeare. Ini pertanyaan yang logis saja tentang isu unrealized loss BPJS Ketenagakerjaan (BPJS-TK). Beberapa bulan terakhir masyarakat dikagetkan dengan tuduhan kerugian tidak wajar, atau lebih sering didengungkan “kerugian negara” – yang berpotensi pidana pada unrealized loss portofolio saham BPJS Ketenagakerjaan (BPJS-TK). Kerugian ini lebih lanjut lagi terkesan dipaksakan—seolah sama dengan kerugian dalam kasus Jiwasraya yang menghebohkan beberapa waktu sebelumnya.
Bagaimana duduk soalnya portofolio saham BPJS-TK itu? Berikut akan dijelaskan lebih rinci mengenai penyebab kerugian investasi portofolio BPJS-TK yang belum direalisasikan atau unrealized loss. Isu ini dianalisis pada level konteks situasi, kondisi ekonomi dan pasar modal, proses investasi dan alokasi aset. Lebih jelas isi portofolio saham dan perbandingan dengan portofolio investasi Jiwasraya.
Hasil kajian menunjukkan bahwa proses investasi portofolio BPJS-TK sudah prudent dan sesuai kaidah-kaidah investasi. Alokasi aset telah memperhatikan aspek pengelolaan risiko yang relatif baik. Secara garis besar, investasi dimulai dengan strategi mengalokasikan dana investasi ke dalam beberapa kelas aset sesuai tujuan investasi: saham, reksa dana, deposito, obligasi, bahkan properti serta penyertaan langsung.
Selanjutnya di dalam masing-masing kelas aset dilakukan strategi pemilihan sekuritas (securities selection) atau manajer investasi yang cocok dengan tujuan investasi. Bahkan, dalam pemilihan manajer investasi relatif ketat. Syaratnya harus mempunya dana kelolaan minimal Rp1,5 triliun.
Saham dan Reksa Dana
Menurut data portofolio sahamnya pada saham-saham LQ-45. Itu artinya isi portofolio sahamnya dominan terdiri dari saham-saham berkapitalisasi pasar besar dan relatif likuid. Tidak perlu diragukan lagi tentang saham-saham LQ-45. Penurunan dan kenaikan harga saham sangat tergantung pada perkembangan pasar modal di Indonesia.
Kerugian yang terjadi (yang masih belum direalisasikan atau disebut unrealized loss) masih sejalan dengan perkembangan pasar saham Indonesia (tecermin dari pergerakan indeks harga saham gabungan/IHSG) yang terdampak krisis pandemi dan resesi ekonomi. Bukti menunjukkan bahwa unrealized loss-nya juga naik turun sesuai dengan naik turunnya IHSG. Pada saat IHSG di level 5.979 (31 Desember 2020) unrealized loss mencapai Rp22,308 triliun, tapi ketika IHSG di level 6.429 (20 Januari 2021) lalu, unrealized loss menurun menjadi Rp14,417 triliun atau 2,91% dari total portofolio Rp495 triliun yang mayoritas disebabkan penurunan kinerja emiten BUMN.
Profesor Keuangan Investasi, IPMI International Business School
Wajar atau tidak wajar? Itu pertanyaannya. Bukan, tulisan ini bukan tentang pertanyaan filosofis ala Shakespeare. Ini pertanyaan yang logis saja tentang isu unrealized loss BPJS Ketenagakerjaan (BPJS-TK). Beberapa bulan terakhir masyarakat dikagetkan dengan tuduhan kerugian tidak wajar, atau lebih sering didengungkan “kerugian negara” – yang berpotensi pidana pada unrealized loss portofolio saham BPJS Ketenagakerjaan (BPJS-TK). Kerugian ini lebih lanjut lagi terkesan dipaksakan—seolah sama dengan kerugian dalam kasus Jiwasraya yang menghebohkan beberapa waktu sebelumnya.
Bagaimana duduk soalnya portofolio saham BPJS-TK itu? Berikut akan dijelaskan lebih rinci mengenai penyebab kerugian investasi portofolio BPJS-TK yang belum direalisasikan atau unrealized loss. Isu ini dianalisis pada level konteks situasi, kondisi ekonomi dan pasar modal, proses investasi dan alokasi aset. Lebih jelas isi portofolio saham dan perbandingan dengan portofolio investasi Jiwasraya.
Hasil kajian menunjukkan bahwa proses investasi portofolio BPJS-TK sudah prudent dan sesuai kaidah-kaidah investasi. Alokasi aset telah memperhatikan aspek pengelolaan risiko yang relatif baik. Secara garis besar, investasi dimulai dengan strategi mengalokasikan dana investasi ke dalam beberapa kelas aset sesuai tujuan investasi: saham, reksa dana, deposito, obligasi, bahkan properti serta penyertaan langsung.
Selanjutnya di dalam masing-masing kelas aset dilakukan strategi pemilihan sekuritas (securities selection) atau manajer investasi yang cocok dengan tujuan investasi. Bahkan, dalam pemilihan manajer investasi relatif ketat. Syaratnya harus mempunya dana kelolaan minimal Rp1,5 triliun.
Saham dan Reksa Dana
Menurut data portofolio sahamnya pada saham-saham LQ-45. Itu artinya isi portofolio sahamnya dominan terdiri dari saham-saham berkapitalisasi pasar besar dan relatif likuid. Tidak perlu diragukan lagi tentang saham-saham LQ-45. Penurunan dan kenaikan harga saham sangat tergantung pada perkembangan pasar modal di Indonesia.
Kerugian yang terjadi (yang masih belum direalisasikan atau disebut unrealized loss) masih sejalan dengan perkembangan pasar saham Indonesia (tecermin dari pergerakan indeks harga saham gabungan/IHSG) yang terdampak krisis pandemi dan resesi ekonomi. Bukti menunjukkan bahwa unrealized loss-nya juga naik turun sesuai dengan naik turunnya IHSG. Pada saat IHSG di level 5.979 (31 Desember 2020) unrealized loss mencapai Rp22,308 triliun, tapi ketika IHSG di level 6.429 (20 Januari 2021) lalu, unrealized loss menurun menjadi Rp14,417 triliun atau 2,91% dari total portofolio Rp495 triliun yang mayoritas disebabkan penurunan kinerja emiten BUMN.
tulis komentar anda