UU Pemilu Batal Direvisi, Pemerintah-DPR Tak Menganggap Penting Kualitas Demokrasi
Sabtu, 13 Maret 2021 - 14:31 WIB
JAKARTA - Direktur Eksekutif Negrit, Ferry Kurnia Rizkiansyah menyatakan ada beberapa catatan yang muncul seiring batalnya pembahasan revisi UU Pemilu ( RUU Pemilu ) dalam Program Legislasi Nasional ( Prolegnas) 2021 .
"Yang pertama adalah dalam konteks proses revisi yang ada saya melihat dan menangkap kesan bahwa pemerintah dan DPR ini tidak menganggap penting dalam memastikan kualitas demokrasi dalam proses penyelenggaraan pemilu. Ini kesan yang cukup nampak dalam konteks ini, jadi tidak menganggap penting," ujarnya dalam diskusi Polemik MNC Trijaya bertajuk 'Implikasi Batalnya Revisi UU Pemilu secara virtual, Sabtu (13/3/2021).
Selain itu, yang kedua Ferry mengaku melihat dan menangkap kesan yang riil soal persepsi publik bahwa DPR seakan kehilangan daya gedornya terhadap pemerintah. Padahal fungsi yang sangat penting dalam konteks DPR selain soal budgeting dan soal regulasi adalah pengawasan.
"Yang ketiga yang memang menjadi poin yang sangat penting dalam konteks ini, sebenarnya melihat pengalaman pilkada kemarin yang dibanggakan seperti itu tentunya kan juga harusnya pemerintah seharusnya bisa memberikan satu aktivitas secara paralel," jelasnya.
Maksudnya, kata Ferry, dalam konteks menghadapi pandemi COVID-19 dan semangat membangkitkan ekonomi maka dibutuhkan kesetaraan antara kesejahteraan dan perbaikan demokrasi.
"Di samping dengan konteks kualitas menjaga demokrasi dan pemilu dalam konteks elektoral goverment atau tata kelola pemilu yang paling penting adalah bagaimana merapikan landasan hukumnya, bagaimana merapikan norma-norma yang ada," tuturnya.
Lebih lanjut Ferry mengatakan jika dihubungkan dengan batalnya revisi UU Pemilu maka kondisi itu berpotensi mengancam kualitas demokrasi dan juga kualitas penyelenggara pemilu. Terlebih jika mengacu pada UU lama, penyelenggara pemilu memiliki beban yang tidak mudah. Sehingga, secara teknis dibutuhkan UU yang menjamin keselamatan mereka.
Sisi lain dari kualitas demokrasi adalah legacy yang baik ditinggalkan Pemerintahan Jokowi nantinya. Mantan Anggota KPU ini mengaku tak ingin masuk pada wilayah intrik politik jika Jokowi meninggalkan legacy yang buruk terhadap kualitas demokrasi.
"Dan implikasi yang paling riil terhadap masyarakat adalah terkait dengan soal pemilih ini menjadi penting sekali. Kenapa ini penting, dalam konteks bagaimana kualitas pemilih itu betul-betul bisa mengakomodir aktivitas pemilu. bayangkan kalau pemilu sekedar terlaksana saja, terlaksana," jelasnya.
"Pilkada kemarin terlaksana, Pemilu 2019 terlaksana. Tapi dalam konteks bagaimana pemilih itu betul-betul bisa masuk dalam konteks kedaulatannya, bagaimana dia bisa betul-betul bisa menyampaikan aspirasinya secara rasional, dan betul-betul bisa perform dan inform terkait aktivitas proses pemilu saya pikir ini menjadi penting untuk dikuatkan," sambungnya.
Lihat Juga: Partai Perindo dan Perludem Diskusi Revisi UU Pemilu, Ferry Kurnia: Demi Kontribusi Positif untuk Demokrasi
"Yang pertama adalah dalam konteks proses revisi yang ada saya melihat dan menangkap kesan bahwa pemerintah dan DPR ini tidak menganggap penting dalam memastikan kualitas demokrasi dalam proses penyelenggaraan pemilu. Ini kesan yang cukup nampak dalam konteks ini, jadi tidak menganggap penting," ujarnya dalam diskusi Polemik MNC Trijaya bertajuk 'Implikasi Batalnya Revisi UU Pemilu secara virtual, Sabtu (13/3/2021).
Selain itu, yang kedua Ferry mengaku melihat dan menangkap kesan yang riil soal persepsi publik bahwa DPR seakan kehilangan daya gedornya terhadap pemerintah. Padahal fungsi yang sangat penting dalam konteks DPR selain soal budgeting dan soal regulasi adalah pengawasan.
"Yang ketiga yang memang menjadi poin yang sangat penting dalam konteks ini, sebenarnya melihat pengalaman pilkada kemarin yang dibanggakan seperti itu tentunya kan juga harusnya pemerintah seharusnya bisa memberikan satu aktivitas secara paralel," jelasnya.
Maksudnya, kata Ferry, dalam konteks menghadapi pandemi COVID-19 dan semangat membangkitkan ekonomi maka dibutuhkan kesetaraan antara kesejahteraan dan perbaikan demokrasi.
"Di samping dengan konteks kualitas menjaga demokrasi dan pemilu dalam konteks elektoral goverment atau tata kelola pemilu yang paling penting adalah bagaimana merapikan landasan hukumnya, bagaimana merapikan norma-norma yang ada," tuturnya.
Lebih lanjut Ferry mengatakan jika dihubungkan dengan batalnya revisi UU Pemilu maka kondisi itu berpotensi mengancam kualitas demokrasi dan juga kualitas penyelenggara pemilu. Terlebih jika mengacu pada UU lama, penyelenggara pemilu memiliki beban yang tidak mudah. Sehingga, secara teknis dibutuhkan UU yang menjamin keselamatan mereka.
Sisi lain dari kualitas demokrasi adalah legacy yang baik ditinggalkan Pemerintahan Jokowi nantinya. Mantan Anggota KPU ini mengaku tak ingin masuk pada wilayah intrik politik jika Jokowi meninggalkan legacy yang buruk terhadap kualitas demokrasi.
"Dan implikasi yang paling riil terhadap masyarakat adalah terkait dengan soal pemilih ini menjadi penting sekali. Kenapa ini penting, dalam konteks bagaimana kualitas pemilih itu betul-betul bisa mengakomodir aktivitas pemilu. bayangkan kalau pemilu sekedar terlaksana saja, terlaksana," jelasnya.
"Pilkada kemarin terlaksana, Pemilu 2019 terlaksana. Tapi dalam konteks bagaimana pemilih itu betul-betul bisa masuk dalam konteks kedaulatannya, bagaimana dia bisa betul-betul bisa menyampaikan aspirasinya secara rasional, dan betul-betul bisa perform dan inform terkait aktivitas proses pemilu saya pikir ini menjadi penting untuk dikuatkan," sambungnya.
Lihat Juga: Partai Perindo dan Perludem Diskusi Revisi UU Pemilu, Ferry Kurnia: Demi Kontribusi Positif untuk Demokrasi
(kri)
tulis komentar anda