Komnas HAM Terbitkan 5.000 Surat Keterangan Korban Pelanggaran HAM

Senin, 01 Maret 2021 - 15:50 WIB
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menyebutkan sampai saat ini pihaknya telah menerbitkan kurang lebih 5.000 surat untuk para korban pelanggaran HAM. FOTO/DOK.SINDOnews
JAKARTA - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM ) Beka Ulung Hapsara menyebutkan sampai saat ini pihaknya telah menerbitkan kurang lebih 5.000 surat untuk para korban pelanggaran HAM . Surat tersebut dapat digunakan korban untuk mendapatkan perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

"Komnas HAM lebih dari 5.000 sudah menerbitkan surat keterangan korban pelanggaran HAM, dan ini bisa digunakan oleh korban untuk ke LPSK," kata Beka dalam sebuah webinar, Senin (1/3/2021).

Penerbitan surat itu, sambung Beka, merupakan sebagai bentuk prinsip pemulihan korban. Menurutnya, pemulihan menjadi kewajiban dan tanggung jawab negara karena bagian dari hak korban untuk mendapatkan keadilan.

Baca juga: Kapolri Minta Kabareskrim Jalankan Rekomendasi Komnas HAM soal Kasus Laskar FPI



"Pemulihan sebagai hak korban. Pemulihan bukan bagian dari upaya untuk menutup suara korban guna mengungkap kebenaran dan mendapatkan keadilan. Pemulihan tidak akan ada tanpa pengungkapan kebenaran," ucapnya.

Dia pun mencatat, selama satu periode ini, Komnas HAM telah melakukan pertemuan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebanyak tiga kali. Di setiap pertemuan itu, pihak Komnas terus meminta agar Presiden mempercepat penyelesaian kasus pelanggaran HAM, terutama HAM Berat dan hal itu disambut baik oleh Presiden.

"Presiden menyampaikan dengan jelas sudah memberi mandat sepenuhnya pada Menko Polhukam, Pak Mahfud, untuk menyelesaikan dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan kasus-kasus ini," ujarnya.

Baca juga: Kesimpulan Komnas HAM: Ustaz Maaher Meninggal karena Sakit

Dia melihat para korban pelanggaran HAM Berat, sebagai contoh, yaitu korban 1965 masih kurang mendapatkan kesejateraan, baik materi maupun sosial. Menurutnya, stigma dari masyarakat kepada para korban yang telah berusia lanjut itu masih sangat kentara.

"Sampai saat ini stigma terhadap korban, misalnya peristiwa 65 itu masih sangat kuat. Ketika korban berkumpul dianggap dianggap sedang menentang pancasila. Padahal jauh dari itu, karena sepengalaman Komnas HAM, misalnya mereka juga punya hak untuk berkumpul, berserikat, melepas kangen, arisan, pengajian dan lain sebagainya tapi juga sering distigmakan sedang berkumpul untuk mengganti ideologi pancasila. Mereka sudah sepuh-sepuh, sudah tua, bahkan ada beberapa yang kesehatannya menurun," katanya.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More