Kisah Sate DJ, Kuliner Favorit Warga Bandung yang Tak Lekang oleh Teknologi

Jum'at, 26 Februari 2021 - 10:00 WIB
Teknologi yang memudahkan

Munip tidak menampik, saat ini teknologi sangat berpengaruh terhadap kelangsungan usaha kuliner. Cara-cara yang telah Munip lakukan harus dikolaborasikan dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu, dia memutuskan untuk menjadi mitra merchant GrabFood agar dapat memasarkan produknya lebih luas melalui aplikasi Grab. Hal itu terbukti dengan meningkatnya omzet dan produksi sate dari Sate DJ.

Munip mengaku, sebelum bekerja sama dengan Grab, setiap harinya, Sate DJ hanya menjual 10.000 tusuk. Namun, setelah menjadi mitra merchant GrabFood, rata-rata 15.000 tusuk sate habis terjual dalam sehari.

Bisnis kuliner dengan aplikasi online, kata Munip, ternyata lebih menjanjikan. Berbagai perubahan positif ia dapatkan setelah bekerja sama dengan GrabFood.

“Perubahan paling terasa dari segi komersial. Pendapatan kami menjadi tambah tinggi. Jadi, ketika bergabung dengan GrabFood, omzet kami per harinya selalu naik. Dari GrabFood omzet per hari saja sebanyak 50-60%. Sisanya penjualan dari dine-in,” ujar pria 27 tahun tersebut.

Sate DJ saat ini menjadi salah satu pilihan hits oleh para pengguna aplikasi GrabFood, salah satunya adalah Sate ayam Pedas Sedang yang banyak dipesan. Banyak juga mitra Grab yang mempromosikan kelezatan menu Sate DJ kepada pelanggannya.

Rumah makan yang buka sejak pukul 17.00 WIB hingga 01.30 WIB ini, lanjut Munip, selalu penuh dengan antrean mitra pengemudi Grab. Oleh karena itu, dia menambah 5 pegawai yang khusus melayani pesanan dari pelanggan GrabFood.

“Sebelum kami bergabung dengan GrabFood ini, pegawai kami hanya ada 7 orang. Setelah bergabung dengan GrabFood, pegawai kami yang di Sate DJ bertambah hingga 5 orang. Mereka khusus mengerjakan pesanan untuk order online GrabFood,” ujarnya.



Uniknya, 5 pegawai yang direkrut Sate DJ adalah lulusan pesantren dari lingkungan rumah Munip di Madura. “Karena orang tua saya berasal dari Madura, pekerja itu kami ambil dari Madura semua. Alasannya lebih gampang dari segi komunikasi dan pemahaman juga. Jadi, kami ngambil dari daerah kami agar pelayanan dan komunikasi lebih optimal kepada pelanggan. Latar belakang mereka juga kebanyakan dari pesantren. 90 persen pegawainya kami orang-orang pesantren. Mereka yang lulus dari pesantren, yang di kampungnya menganggur, kalau misalnya itu masih saudara kami, itu kami ambil,” katanya.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More