Gojek–Grab Merger, Driver Tolak Keras

Rabu, 16 Desember 2020 - 05:10 WIB
loading...
Gojek–Grab Merger, Driver Tolak Keras
Rencana dua perusahaan transportasi online, Grab dan Gojek, melakukan merger ditentang driver dan mengancam menggelar demonstrasi besar-besaran. (Ilustrasi: KORAN SINDO/Wawan Bastian)
A A A
DRIVER ojek online (ojol) bersiap menggelar demonstrasi besar-besaran apabila merger Gojek dan Grab terealisasi. Karena itu, para driver ojol yang tergabung di bawah payung Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) meminta pemerintah serius mengawasi agar merger dua perusahaan penyedia aplikasi ojol itu tidak terlaksana. Sebenarnya Presidium Garda, Igun Wicaksono, sadar sepenuhnya bahwa megamerger antara Gojek dan Grab adalah sebuah aksi business to business (B to B), namun di Indonesia tetap ada campur tangan pemerintah sebagai regulator dalam urusan merger korporasi swasta. Apalagi merger Gojek dan Grab menyangkut nasib jutaan driver ojol selaku mitra.

Atas dasar apa driver ojol menentang megamerger Gojek dan Grab? Pihak Garda menyebut tiga alasan utama sehingga penggabungan dua perusahaan aplikasi transportasi online raksasa itu tak boleh direalisasikan. Pertama, apabila aksi merger terealisasi dikhawatirkan menjadi pemicu pemutusan mitra driver secara massal. Alasannya, sering perusahaan hasil merger cepat atau lambat akan melakukan efisiensi. Bila itu terjadi, korban pertama adalah kalangan mitra. Kedua, pihak Garda menilai pihak aplikator masih kurang memperhatikan kesejahteraan driver. Garda khawatir kondisi tersebut bakal tetap berlanjut pascamerger. Ketiga, terkait ancaman monopoli bisnis transportasi online. Tengok saja, tanpa merger pun Gojek dan Grab adalah penguasa pasar.

Kekhawatiran para driver ojol bila Gojek dan Grab merger semakin mengental menyusul penilaian pengamat dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, yang menyatakan bahwa driver ojol bakal menderita kerugian. Selama ini, sebagaimana dibeberkan pengamat transportasi itu, tidak sedikit driver ojol yang memiliki dua akun (Gojek dan Grab) dalam beroperasi. Langkah itu memudahkan untuk memperoleh benefit dan mendapatkan penumpang. Nah, bila merger kedua perusahaan tersebut terealisasi, driver ojol hanya akan mengantongi satu akun. Djoko Setijowarno memastikan bahwa merger tidak akan membuat nasib driver ojol berubah. Dari sisi perusahaan jelas akan memberi keuntungan besar karena dapat menyatukan kekuatan. Di lain pihak, bagi konsumen selama ditawarkan tarif murah tidak akan ada masalah.

Sebenarnya, isu paling hangat di balik beredarnya rencana megamerger Gojek dan Grab adalah ancaman monopoli pada bisnis transportasi online. Komisioner sekaligus juru bicara Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Guntur Saragih, mengatakan, bila merger terealisasi akan tercipta perusahaan dengan pangsa pasar yang sangat besar. Sebaliknya, Djoko Setijowarno menilai merger Gojek dan Grab tidak akan melahirkan monopoli. Alasannya, sejumlah perusahaan aplikasi sudah eksis, meski ukurannya masih kecil, sebut saja Maxim dari Rusia.

Meski belum ada kata sepakat, tetapi dikabarkan kedua pemimpin perusahaan sudah mempersempit perbedaan pendapat dalam rangka persiapan merger. Apabila merger terjadi, sebagaimana dipublikasikan Tech in Asia, mereka bisa meraup omzet hingga USD16,7 miliar atau setara dengan Rp240 triliun per tahun, sedang valuasinya bakal mencapai USD72 miliar atau setara Rp1.000 triliun dengan kurs Rp14.500 pada 2025.

Lebih tegas manajemen Gojek sudah menyebarkan surat internal yang senada dengan surat Grab yang memastikan belum ada rencana merger, sebagaimana tersiar luas di media massa. Manajemen Gojek meminta karyawan dan mitra mengabaikan kabar merger itu. Terlepas dari surat internal itu, kalaupun jadi merger kabarnya Gojek ingin menguasai 50% saham, sebaliknya pihak Grab ingin menjadi pemegang saham mayoritas di perusahaan baru nanti.
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4000 seconds (0.1#10.140)