Rumah Tanpa Buku seperti Badan Tanpa Jiwa, Bagaimana Sekarang?
Rabu, 17 Februari 2021 - 13:30 WIB
Lalu mengapa buku semakin jarang dibaca? Denny mengatakan, pertama, teknologi video semakin murah dan mudah dipakai. Informasi melalui video, audio visual, juga lebih digemari.
Kedua, kata dia, tersedia begitu banyak informasi yang dibutuhkan dalam bentuk ringkasan, di internet. Ada ringkasan buku. Ada review buku. Ada juga wikipedia. "Semakin banyak publik memilih baca ringkasan buku saja dalam bentuk berita buku. Membaca buku asli membutuh waktu berjam-jam, bahkan berhari-hari," katanya.
Ketiga, datangnya kultur media sosial. Di samping sisi positifnya, media sosial juga semakin membentuk kultur “banyak pilihan dan ringkas.”
"Akibatnya info yang laris disantap hanya yang menampilkan permukaan," tandasnya.
Akibat kultur ini, kata Denny, semakin sedikit individu berkomitmen menyediakan waktu berhari-hari untuk membaca habis satu buku.
Denny menceritakan, sejak dua tahun lalu, bersama tim menyiapkan aplikasi ringkasan buku. Dia beri nama aplikasi itu Aha! yang merupakan terjemahan dari Eureka! ekspresi ketika seseorang mendapatkan gagasan baru.
"Saya membaca gejala itu. Manusia di era revolusi industri keempat semakin tak mau baca buku yang butuh waktu panjang. Padahal begitu banyak pencerahan yang bisa didapatkan dari buku," tuturnya.
Beserta tim, Denny sudah dan sedang meringkaskan sekitar 3.000 buku terpilih. Cukup menghabiskan waktu 10-15 menit sehari, pembaca sudah mendapatkan lima gagasan utama setiap buku.
Tak hanya buku non fiksi. Sekitar 100 novel terbaik dunia juga diringkas. Lebih dari 100 film pemenang oscar dan lainnya juga diringkas. Menu utama memang buku penting bidang politik, ekonomi, marketing, agama, filsafat, neuro science dan happiness. "Jika tak ada halangan, aplikasi ringkasan buku fiksi, non fiksi dan film itu segera di-launching," ujarnya.
Dia memaparkan, aplikasi ringkasan buku dari luar negeri, BLINKIST, hanya menyediakan ringkasan buku non-fiksi. Kami menambahkan dalam koleksi itu ratusan buku fiksi dan film.
Kedua, kata dia, tersedia begitu banyak informasi yang dibutuhkan dalam bentuk ringkasan, di internet. Ada ringkasan buku. Ada review buku. Ada juga wikipedia. "Semakin banyak publik memilih baca ringkasan buku saja dalam bentuk berita buku. Membaca buku asli membutuh waktu berjam-jam, bahkan berhari-hari," katanya.
Ketiga, datangnya kultur media sosial. Di samping sisi positifnya, media sosial juga semakin membentuk kultur “banyak pilihan dan ringkas.”
"Akibatnya info yang laris disantap hanya yang menampilkan permukaan," tandasnya.
Akibat kultur ini, kata Denny, semakin sedikit individu berkomitmen menyediakan waktu berhari-hari untuk membaca habis satu buku.
Denny menceritakan, sejak dua tahun lalu, bersama tim menyiapkan aplikasi ringkasan buku. Dia beri nama aplikasi itu Aha! yang merupakan terjemahan dari Eureka! ekspresi ketika seseorang mendapatkan gagasan baru.
"Saya membaca gejala itu. Manusia di era revolusi industri keempat semakin tak mau baca buku yang butuh waktu panjang. Padahal begitu banyak pencerahan yang bisa didapatkan dari buku," tuturnya.
Beserta tim, Denny sudah dan sedang meringkaskan sekitar 3.000 buku terpilih. Cukup menghabiskan waktu 10-15 menit sehari, pembaca sudah mendapatkan lima gagasan utama setiap buku.
Tak hanya buku non fiksi. Sekitar 100 novel terbaik dunia juga diringkas. Lebih dari 100 film pemenang oscar dan lainnya juga diringkas. Menu utama memang buku penting bidang politik, ekonomi, marketing, agama, filsafat, neuro science dan happiness. "Jika tak ada halangan, aplikasi ringkasan buku fiksi, non fiksi dan film itu segera di-launching," ujarnya.
Dia memaparkan, aplikasi ringkasan buku dari luar negeri, BLINKIST, hanya menyediakan ringkasan buku non-fiksi. Kami menambahkan dalam koleksi itu ratusan buku fiksi dan film.
Lihat Juga :
tulis komentar anda