Diduga Ada Propaganda di Balik Aisha Weddings, Polri Diminta Investigasi
Jum'at, 12 Februari 2021 - 16:49 WIB
"Dengan tiga ciri 'seks legal' semacam itu justru semakin marak program kondomisasi, toleransi terhadap 'pasutri' tanpa pernikahan, serta penerimaan terhadap orientasi dan perilaku seks sejenis. Padahal, ketiganya adalah gaya hidup yang jauh Pancasila," ujarnya.
Dia yakin, jumlah anak yang melakukan seks tanpa pernikahan jauh lebih banyak daripada jumlah anak yang menikah pada usia muda.
Menurut dia, seks di luar nikah merupakan satu dari sekian banyak faktor pendorong pernikahan anak-anak. Atas dasar itu, tidak memadai pernikahan anak-anak disikapi sebagai masalah yang tidak berhubungan dengan masalah-masalah lain.
Selama negara tidak menekan fenomena seks di luar nikah dan melegalkan seks berdasarkan prinsip konsensual dan tanpa paksaan semata, apalagi jika terjadi kehamilan, Abdul Rachman menegaskan tidak yakin kampanye mencegah pernikahan anak-anak akan memenuhi harapan semua pihak.
Bahkan, dalam situasi kadung terjadi kehamilan akibat seks di luar nikah, menikahkan anak-anak dinilainya justru menjadi jalan keluar yang getir. "Jalan keluar setidaknya agar anak yang dilahirkan memperoleh kejelasan status, mengatasi aib susulan yang bisa dihadapi keluarga, sekaligus mendorong agar anak-anak tersebut bisa tetap bertanggung jawab atas status tambahan mereka selaku orang tua atas bayi hasil seks di luar pernikahan tersebut," tuturnya.
Menurut dia, pada titik itu muncul satu lagi panggilan kepada negara ketika anak-anak terlanjur menikah. "Apa yang negara lakukan terhadap pasutri berusia anak-anak itu? Tidak boleh tidak; betapa pun mereka sudah menikah, hak-hak mereka selaku anak-anak tetap harus dipenuhi oleh negara," tuturnya.
Dia yakin, jumlah anak yang melakukan seks tanpa pernikahan jauh lebih banyak daripada jumlah anak yang menikah pada usia muda.
Menurut dia, seks di luar nikah merupakan satu dari sekian banyak faktor pendorong pernikahan anak-anak. Atas dasar itu, tidak memadai pernikahan anak-anak disikapi sebagai masalah yang tidak berhubungan dengan masalah-masalah lain.
Selama negara tidak menekan fenomena seks di luar nikah dan melegalkan seks berdasarkan prinsip konsensual dan tanpa paksaan semata, apalagi jika terjadi kehamilan, Abdul Rachman menegaskan tidak yakin kampanye mencegah pernikahan anak-anak akan memenuhi harapan semua pihak.
Bahkan, dalam situasi kadung terjadi kehamilan akibat seks di luar nikah, menikahkan anak-anak dinilainya justru menjadi jalan keluar yang getir. "Jalan keluar setidaknya agar anak yang dilahirkan memperoleh kejelasan status, mengatasi aib susulan yang bisa dihadapi keluarga, sekaligus mendorong agar anak-anak tersebut bisa tetap bertanggung jawab atas status tambahan mereka selaku orang tua atas bayi hasil seks di luar pernikahan tersebut," tuturnya.
Menurut dia, pada titik itu muncul satu lagi panggilan kepada negara ketika anak-anak terlanjur menikah. "Apa yang negara lakukan terhadap pasutri berusia anak-anak itu? Tidak boleh tidak; betapa pun mereka sudah menikah, hak-hak mereka selaku anak-anak tetap harus dipenuhi oleh negara," tuturnya.
(dam)
Lihat Juga :
tulis komentar anda