Angka Perkawinan di Indonesia Menurun: Gak Bahaya Tah?!

Selasa, 19 Maret 2024 - 12:52 WIB
loading...
Angka Perkawinan di...
M Ishom el-Saha Wakil Dekan 1 Fakultas Syariah UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten. Foto/istimewa
A A A
M. Ishom el-Saha
Wakil Dekan 1 Fakultas Syariah UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

ANGKA perkawinan di Indonesia mengalami trend penurunan tajam setiap tahunnya, pasca Covid-19. Dari 2021 sampai 2023, angka perkawinan menyusut sebanyak 2 juta atau ada 4 juta penduduk usia kawin tapi tidak menikah.

Penurunan angka perkawinan hampir terjadi di semua daerah, terkecuali beberapa daerah seperti Bali yang mencatatkan kenaikan angka perkawinan pasca Covid-19. Umumnya daerah-daerah yang populasi penduduknya tergolong padat yakni, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jakarta mengalami penurunan angka perkawinan.

Dilansir dalam laporan Statistik Indonesia 2024, penurunan perkawinan di Jawa Barat menyentuh angka 29 ribu, Jawa Tengah menyusut 21 ribu, Jawa Timur menurun 13 ribu, dan DKI Jakarta berkurang hingga 4 ribu. Penurunan angka perkawinan ini merupakan fenomena sosial yang penting dikaji, terlebih di sisi yang lain juga dilaporkan bahwa kasus perceraian di Indonesia meningkat jumlahnya.

Pada 2021 dilaporkan ada 447.743 pasangan bercerai, kemudian 2022 kasusnya naik menjadi 516.344 pasangan bercerai, dan 2023 menurun lagi walau tidak signifikan menjadi 463.654 pasangan bercerai. Jika angka perceraian ini dibandingkan dengan angka perkawinan maka ada 1 kasus perceraian per 4 kasus pencatatan perkawinan.

Perbandingan angka perkawinan dengan angka perceraian di Indonesia pasca Covid-19 itu dapat menjadi lonceng pertanda Indonesia menghadapi darurat keluarga. Pasalnya di tahun tahun sebelumnya (tahun 2010 ke belakang) perbandingan kasus perkawinan dengan perceraian di Indonesia ialah 1:7 sampai dengan 1:10.

Darurat Keluarga

Ada yang menduga penurunan angka perkawinan akibat dinaikkannya batas minimal usia nikah menjadi 19 tahun, bagi laki-laki maupun perempuan. Tapi dugaan itu ditolak sebab pasca Covid-19, permohonan dispensi kawin ke Pengadilan juga melonjak drastis.

Begitu pula yang berargumentasi bahwa penurunan angka perkawinan ini karena faktor ekonomi. Dalam kultur sosiologis masyarakat Indonesia, masalah ekonomi pada saat melangsungkan perkawinan biasanya ditanggung bersama-sama antar keluarga.

Bisa jadi telah terjadi perubahan sistem fungsional keluarga di tengah masyarakat Indonesia. Penurunan angka perkawinan di satu sisi dan kenaikan kasus perceraian di sisi yang lain, merupakan sinyal terjadinya perubahan sistem dan fungsi keluarga.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2066 seconds (0.1#10.140)