Adili Sengketa Pilkada, MK Diharap Tidak Jadi Mahkamah Kalkulator
Kamis, 04 Februari 2021 - 18:02 WIB
JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari menyebutkan, sudah terdapat aturan terbaru yang mengatur Mahkamah Konstitusi (MK) memeriksa perkara perselisihan Pilkada lebih mengarah ke substansi. MK tidak lagi sekadar memutuskan perkara ke sisi formal dan materiil gugatan.
(Baca juga: Sepanjang 2020 MK Memutus 89 Perkara Pengujian Undang-Undang)
"Jadi tidak lagi seperti kalkulator semata yang menghitung angka-angka," ujar Feri saat dihubungi jpnn, Kamis (4/2/2021).
Menurut Feri, atas ketentuan itu MK wajib mendetail dalam memutuskan perkara kecurangan Pilkada. Misalnya ketika sebuah Pilkada terdapat kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif.
(Baca juga: Selisih Hasil Pilkada di Bawah 3%, Mendagri Beberkan 32 Daerah Rawan Konflik)
"Tentu Mahkamah hendak menyigi permasalahan substansi dalam Pilkada, terutama terkait kecurangan penyelenggaraan baik yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) maupun kecurangan yang mempengaruhi hasil Pilkada," ujar dia.
Sebelumnya, Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini meyakini Mahkamah Konstitusi telah menunjukkan sikap progresif dan moderat terkait keberadaan ambang batas selisih suara dalam penanganan perselisihan hasil pilkada. Iya menyakini MK tidak akan terjebak pada sekedar masalah angka perolehan suara.
(Baca juga: Angka Covid-19 Makin Tinggi, MK Diminta Pikirkan Risiko PSU Sengketa Pilkada 2020)
"Saya menyakini MK tidak menjadikan ambang batas sebagai persyaratan legal standing atau kedudukan hukum pemohon dalam mengajukan permohonan perselisihan hasil Pilkada," kata Titi.
(Baca juga: Sepanjang 2020 MK Memutus 89 Perkara Pengujian Undang-Undang)
"Jadi tidak lagi seperti kalkulator semata yang menghitung angka-angka," ujar Feri saat dihubungi jpnn, Kamis (4/2/2021).
Menurut Feri, atas ketentuan itu MK wajib mendetail dalam memutuskan perkara kecurangan Pilkada. Misalnya ketika sebuah Pilkada terdapat kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif.
(Baca juga: Selisih Hasil Pilkada di Bawah 3%, Mendagri Beberkan 32 Daerah Rawan Konflik)
"Tentu Mahkamah hendak menyigi permasalahan substansi dalam Pilkada, terutama terkait kecurangan penyelenggaraan baik yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) maupun kecurangan yang mempengaruhi hasil Pilkada," ujar dia.
Sebelumnya, Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini meyakini Mahkamah Konstitusi telah menunjukkan sikap progresif dan moderat terkait keberadaan ambang batas selisih suara dalam penanganan perselisihan hasil pilkada. Iya menyakini MK tidak akan terjebak pada sekedar masalah angka perolehan suara.
(Baca juga: Angka Covid-19 Makin Tinggi, MK Diminta Pikirkan Risiko PSU Sengketa Pilkada 2020)
"Saya menyakini MK tidak menjadikan ambang batas sebagai persyaratan legal standing atau kedudukan hukum pemohon dalam mengajukan permohonan perselisihan hasil Pilkada," kata Titi.
tulis komentar anda