Black Box Sriwijaya Air SJ-182 Ditemukan, Pencarian Diperluas
Rabu, 13 Januari 2021 - 05:39 WIB
"Perlu kami sampaikan cuaca sesuai perkiraan dari BMKG hari ini berawan, kemudian di laut gelombang antara 0,5 sampai 1 meter. Mudah-mudahan cuaca bersahabat sehingga tim di lokasi mampu melaksanakan tugas," ujar Direktur Operasional Basarnas Brigjen Rasman di JICT II , kemarin.
(Baca juga: Sriwijaya Air SJ-182 Tak Terbang 9 Bulan )
Operasi misi tersebut, petugas Tim SAR gabungan dibagi dalam dua operasi, yakni di udara maupun yang bertugas di perairan. Untuk operasi udara, rencananya pemantauan akan diperluas dengan areal diperluas menjadi sembilan sektor untuk memungkinkan objek bisa dipantau.
Di tempat sama, Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjajono mengapresiasi Tim SAR yang berhasil menemukan FDR dan kedua ULB. Dia pun menandaskan pihaknya akan langsung bekerja untuk mengunduh data FDR. Menurut dia, pengunduhan data dari FDR ini membutuhkan waktu 2-5 hari ke depan.
"Semoga apa yang menjadi penyebab kecelakaan menjadi pembelajaran bersama tidak terulang kebali. Semoga CVR bisa kita temukan, apapun yang ada di laut, kami kami harapkan akan menemukan CVR segera,’’ tandasnya.
Baca jugaKNKT Sebut Mesin Pesawat Sriwijaya Air Masih Hidup Sebelum Membentur Air
Walaupun belum memeriksa FDR, KNKT sudah mendapatkan kesimpulan awal terkait jatuhnya pesawat. Kesimpulan awalnya adalah pesawat tidak mengalami ledakan di udara atau sebelum membentur air.Kesimpulan ini ditarik berdasarkan temuan KRI Rigel yang mencatat luas sebaran reruntuhan pesawat (wreckage) memiliki lebar 100 meter dan panjang 300-400 meter. "Luas sebaran ini konsisten dengan dugaan pesawat tidak mengalami ledakan sebelum membentur air," kata Soerjanto.
Dia juga mengungkapkan, Sriwijaya Air SJ182 memiliki kemungkinan meledak di laut Kepulauan Seribu. Kemungkinan iru bisa saja terjadi akibat penurunan ketinggian pesawat ketika sampai di 250 kaki.
Dari data AirNav Indonesia, pesawat mengudara pukul 14.36 WIB ke arah barat laut dan pukul 14.40 WIB mencapai ketinggian 10.900 kaki. Pesawat lalu mulai turun hingga ketinggian 250 kaki, ini mengindikasikan mesin pesawat masih hidup dan mengirimkan data. "Dari data ini diperkirakan mesin masih hidup sebelum meluncur dan membentur air," ujar Soerjanto hari ini di Jakarta.
Kemudian temuan lainnya dari Basarnas didapat data pada bagian mesin turbine disc dengan fan blade mengalami kerusakan yang menunjukkan masih bekerja sebelum mendapat benturan. "Hal ini sejalan dengan dugaan sistem pesawat masih bekerja di ketinggian terakhir 250 kaki," katanya.
(Baca juga: Sriwijaya Air SJ-182 Tak Terbang 9 Bulan )
Operasi misi tersebut, petugas Tim SAR gabungan dibagi dalam dua operasi, yakni di udara maupun yang bertugas di perairan. Untuk operasi udara, rencananya pemantauan akan diperluas dengan areal diperluas menjadi sembilan sektor untuk memungkinkan objek bisa dipantau.
Di tempat sama, Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjajono mengapresiasi Tim SAR yang berhasil menemukan FDR dan kedua ULB. Dia pun menandaskan pihaknya akan langsung bekerja untuk mengunduh data FDR. Menurut dia, pengunduhan data dari FDR ini membutuhkan waktu 2-5 hari ke depan.
"Semoga apa yang menjadi penyebab kecelakaan menjadi pembelajaran bersama tidak terulang kebali. Semoga CVR bisa kita temukan, apapun yang ada di laut, kami kami harapkan akan menemukan CVR segera,’’ tandasnya.
Baca jugaKNKT Sebut Mesin Pesawat Sriwijaya Air Masih Hidup Sebelum Membentur Air
Walaupun belum memeriksa FDR, KNKT sudah mendapatkan kesimpulan awal terkait jatuhnya pesawat. Kesimpulan awalnya adalah pesawat tidak mengalami ledakan di udara atau sebelum membentur air.Kesimpulan ini ditarik berdasarkan temuan KRI Rigel yang mencatat luas sebaran reruntuhan pesawat (wreckage) memiliki lebar 100 meter dan panjang 300-400 meter. "Luas sebaran ini konsisten dengan dugaan pesawat tidak mengalami ledakan sebelum membentur air," kata Soerjanto.
Dia juga mengungkapkan, Sriwijaya Air SJ182 memiliki kemungkinan meledak di laut Kepulauan Seribu. Kemungkinan iru bisa saja terjadi akibat penurunan ketinggian pesawat ketika sampai di 250 kaki.
Dari data AirNav Indonesia, pesawat mengudara pukul 14.36 WIB ke arah barat laut dan pukul 14.40 WIB mencapai ketinggian 10.900 kaki. Pesawat lalu mulai turun hingga ketinggian 250 kaki, ini mengindikasikan mesin pesawat masih hidup dan mengirimkan data. "Dari data ini diperkirakan mesin masih hidup sebelum meluncur dan membentur air," ujar Soerjanto hari ini di Jakarta.
Kemudian temuan lainnya dari Basarnas didapat data pada bagian mesin turbine disc dengan fan blade mengalami kerusakan yang menunjukkan masih bekerja sebelum mendapat benturan. "Hal ini sejalan dengan dugaan sistem pesawat masih bekerja di ketinggian terakhir 250 kaki," katanya.
tulis komentar anda