Black Box Sriwijaya Air SJ-182 Ditemukan, Pencarian Diperluas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Upaya pencarian kotak hitam atau black box yang menjadi kunci mengungkap tragedi jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 akhirnya membuahkan hasil. Kendati demikian, Tim SAR masih akan terus melakukan operasi pencarian korban dan badan pesawat wilayah Perairan Kepulauan Seribu.
Kemarin, Presiden Joko Widodo memanggil Menteri Perhububungan Budi Karya Sumadi untuk meminta laporan progres penanganan jatuhnya pesawat Sriwijaya Air yang tengah terbang dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta menuju Bandara Supadio Pontianak, Kalimantan Barat pada Sabtu (9/1/2020) dan meminta pencarian bisa dilakukan secara cepat.
(Baca juga: Okky Bisma, Korban Pertama Sriwijaya Air yang Terima Santunan Rp50 Juta )
Tim SAR gabungan kemarin menemukan perangkat flight data recorder (FDR) yang merupakan salah satu bagian dari kotak hitam. Kepastian penemuan FDR disampaikan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto setelah menerima laporan dari Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Yudo Margono sekitar pukul 16.40 WIB. Selain itu Tim SAR juga berhasil menemukan 2 underwater locator beacon (ULB).
Walaupun hingga kemarin cockpit voice recorder (CVR) belum ditemukan, Hadi Tjahjanto optimistis -dengan kerja profesional personil Tim SAR dan perlatan mumpuni dari KRI Rigel dan KRI Baruna- piranti tersebut segera ditemukan. Diketahui, kotak hitam terdiri atas dua bagian yakni FDR yang merekam data-data penerbangan dan CVR yang merekam pembicaraan di dek pilot.
“Operasi belum selesai, akan terus dilakukan evakuasi korban termasuk bodi pesawat akan kita upayakan terus diangkat, dalam rangka penyelidikan KNKT,” tegas Hadi Tjahjanto dalam konferensi pers di JICT, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (12/01/21).
(Baca juga: Pesawat Sriwijaya Air Jatuh, Sensor Otomatis Boeing 737 Series Terkenal Bermasalah )
Kepala Basarnas sekaligus Koordinator SAR Gabungan Bagus Puruhito juga menegaskan operasi pencarian untuk engevakuasi korban dan badan pesawat akan terus dilanjutkan. Sejauh ini sudah ada 24 kantong jenazah yang dievakuasi. "Mohon bantuan dan dukunga TNI, Polri dan stakeholder terkait,” ucapnya.
Hingga kemarin, dalam pencarian yang dilakukan, Tim SAR telah mengumpulkan 114 kantong, terdiri atas body part 74 kantong, serpihan kecil pesawat 16 kantong, kemudian potongan besar ada 24. Pencarian tidak mudah dilakukan karena terkendala tingginya gelombang laut perairan Pulau Seribu.
"Perlu kami sampaikan cuaca sesuai perkiraan dari BMKG hari ini berawan, kemudian di laut gelombang antara 0,5 sampai 1 meter. Mudah-mudahan cuaca bersahabat sehingga tim di lokasi mampu melaksanakan tugas," ujar Direktur Operasional Basarnas Brigjen Rasman di JICT II , kemarin.
(Baca juga: Sriwijaya Air SJ-182 Tak Terbang 9 Bulan )
Operasi misi tersebut, petugas Tim SAR gabungan dibagi dalam dua operasi, yakni di udara maupun yang bertugas di perairan. Untuk operasi udara, rencananya pemantauan akan diperluas dengan areal diperluas menjadi sembilan sektor untuk memungkinkan objek bisa dipantau.
Di tempat sama, Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjajono mengapresiasi Tim SAR yang berhasil menemukan FDR dan kedua ULB. Dia pun menandaskan pihaknya akan langsung bekerja untuk mengunduh data FDR. Menurut dia, pengunduhan data dari FDR ini membutuhkan waktu 2-5 hari ke depan.
"Semoga apa yang menjadi penyebab kecelakaan menjadi pembelajaran bersama tidak terulang kebali. Semoga CVR bisa kita temukan, apapun yang ada di laut, kami kami harapkan akan menemukan CVR segera,’’ tandasnya.
Baca jugaKNKT Sebut Mesin Pesawat Sriwijaya Air Masih Hidup Sebelum Membentur Air
Walaupun belum memeriksa FDR, KNKT sudah mendapatkan kesimpulan awal terkait jatuhnya pesawat. Kesimpulan awalnya adalah pesawat tidak mengalami ledakan di udara atau sebelum membentur air.Kesimpulan ini ditarik berdasarkan temuan KRI Rigel yang mencatat luas sebaran reruntuhan pesawat (wreckage) memiliki lebar 100 meter dan panjang 300-400 meter. "Luas sebaran ini konsisten dengan dugaan pesawat tidak mengalami ledakan sebelum membentur air," kata Soerjanto.
Dia juga mengungkapkan, Sriwijaya Air SJ182 memiliki kemungkinan meledak di laut Kepulauan Seribu. Kemungkinan iru bisa saja terjadi akibat penurunan ketinggian pesawat ketika sampai di 250 kaki.
Dari data AirNav Indonesia, pesawat mengudara pukul 14.36 WIB ke arah barat laut dan pukul 14.40 WIB mencapai ketinggian 10.900 kaki. Pesawat lalu mulai turun hingga ketinggian 250 kaki, ini mengindikasikan mesin pesawat masih hidup dan mengirimkan data. "Dari data ini diperkirakan mesin masih hidup sebelum meluncur dan membentur air," ujar Soerjanto hari ini di Jakarta.
Kemudian temuan lainnya dari Basarnas didapat data pada bagian mesin turbine disc dengan fan blade mengalami kerusakan yang menunjukkan masih bekerja sebelum mendapat benturan. "Hal ini sejalan dengan dugaan sistem pesawat masih bekerja di ketinggian terakhir 250 kaki," katanya.
Sebagai informasi, dilansir dari laman FlightRadar24, lack box adalah CVR, FDR, atau kombinasi keduanya seperti yang dimiliki pesawat modern. Keduanya memiliki fungsi berbeda.
FDR bertugas untuk merekam beragam data tentang semua aspek pesawat saat terbang. Data yang direkam FDR mencangkup sekitar 700 parameter berbeda, termasuk kondisi sayap, autopilot, pengukur bahan bakar, ketinggian pesawat, kecepatan udara, hingga arah pesawat.Sedangkan CVR merekam percakapan di dek penerbangan termasuk percakapan pilot, dan suara lain seperti transmisi radio dan alarm otomatis.
Kedua boks itu menyimpan informasi penerbangan dan membantu dalam rekonstruksi berbagai peristiwa yang terjadi di pesawat termasuk kecelakaan pesawat terbang. Untuk memudahkan pencarian, terutama saat jatuh di lautan, keduanya dilengkapi suar pencari lokasi bawah air (ULB) yang mengirimkan sinyal saat kontak dengan air.
(Baca juga: Diberikan Asuransi, Jasa Raharja Mulai Kontak 50 Keluarga Korban Sriwijaya SJ 182 )
Percepat Santunan
Presiden Jokowi meminta Menhub Budi Karya Sumadi agar mengkoordinasikan proses layanan kepada keluarga korban dengan sebaik-baiknya. Secara spesifik presiden meminta adanya pendampingan dalam proses pemberian hak-hak ( santunan ) bagi keluarga korban, sehingga prosesnya bisa berjalan baik dan cepat.
“Untuk itu kami sampaikan juga ke pak presiden, kami sudah memanggil dan bersama-sama dengan Sriwijaya Air dan juga Jasa Raharja kemarin ketemu dengan keluarga. Dan tadi bersama-sama kami menuju ke RS Kramat Jati,” ujar Budi Karya, kemarin.
Kemarin, Budi Karya didampingi Dirut Sriwijaya Air Jefferson Irwin Jauwena, menemui 5 perwakilan keluarga korban pesawat Sriwijaya Air SJ-182 . Selain menegaskan upaya pemerintah melakukan pencarian korban akan dilanjutkan, pertemuan dilakukan untuk memberikan rasa aman dan kepastian pada keluarga korban.
Lihat Juga: Pisah Sambut di Kemenhub, Kepala KSOP Banten Brigjen Hermanta Serahkan Jabatan pada Mukhlish Tohepaly
Kemarin, Presiden Joko Widodo memanggil Menteri Perhububungan Budi Karya Sumadi untuk meminta laporan progres penanganan jatuhnya pesawat Sriwijaya Air yang tengah terbang dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta menuju Bandara Supadio Pontianak, Kalimantan Barat pada Sabtu (9/1/2020) dan meminta pencarian bisa dilakukan secara cepat.
(Baca juga: Okky Bisma, Korban Pertama Sriwijaya Air yang Terima Santunan Rp50 Juta )
Tim SAR gabungan kemarin menemukan perangkat flight data recorder (FDR) yang merupakan salah satu bagian dari kotak hitam. Kepastian penemuan FDR disampaikan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto setelah menerima laporan dari Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Yudo Margono sekitar pukul 16.40 WIB. Selain itu Tim SAR juga berhasil menemukan 2 underwater locator beacon (ULB).
Walaupun hingga kemarin cockpit voice recorder (CVR) belum ditemukan, Hadi Tjahjanto optimistis -dengan kerja profesional personil Tim SAR dan perlatan mumpuni dari KRI Rigel dan KRI Baruna- piranti tersebut segera ditemukan. Diketahui, kotak hitam terdiri atas dua bagian yakni FDR yang merekam data-data penerbangan dan CVR yang merekam pembicaraan di dek pilot.
“Operasi belum selesai, akan terus dilakukan evakuasi korban termasuk bodi pesawat akan kita upayakan terus diangkat, dalam rangka penyelidikan KNKT,” tegas Hadi Tjahjanto dalam konferensi pers di JICT, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (12/01/21).
(Baca juga: Pesawat Sriwijaya Air Jatuh, Sensor Otomatis Boeing 737 Series Terkenal Bermasalah )
Kepala Basarnas sekaligus Koordinator SAR Gabungan Bagus Puruhito juga menegaskan operasi pencarian untuk engevakuasi korban dan badan pesawat akan terus dilanjutkan. Sejauh ini sudah ada 24 kantong jenazah yang dievakuasi. "Mohon bantuan dan dukunga TNI, Polri dan stakeholder terkait,” ucapnya.
Hingga kemarin, dalam pencarian yang dilakukan, Tim SAR telah mengumpulkan 114 kantong, terdiri atas body part 74 kantong, serpihan kecil pesawat 16 kantong, kemudian potongan besar ada 24. Pencarian tidak mudah dilakukan karena terkendala tingginya gelombang laut perairan Pulau Seribu.
"Perlu kami sampaikan cuaca sesuai perkiraan dari BMKG hari ini berawan, kemudian di laut gelombang antara 0,5 sampai 1 meter. Mudah-mudahan cuaca bersahabat sehingga tim di lokasi mampu melaksanakan tugas," ujar Direktur Operasional Basarnas Brigjen Rasman di JICT II , kemarin.
(Baca juga: Sriwijaya Air SJ-182 Tak Terbang 9 Bulan )
Operasi misi tersebut, petugas Tim SAR gabungan dibagi dalam dua operasi, yakni di udara maupun yang bertugas di perairan. Untuk operasi udara, rencananya pemantauan akan diperluas dengan areal diperluas menjadi sembilan sektor untuk memungkinkan objek bisa dipantau.
Di tempat sama, Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjajono mengapresiasi Tim SAR yang berhasil menemukan FDR dan kedua ULB. Dia pun menandaskan pihaknya akan langsung bekerja untuk mengunduh data FDR. Menurut dia, pengunduhan data dari FDR ini membutuhkan waktu 2-5 hari ke depan.
"Semoga apa yang menjadi penyebab kecelakaan menjadi pembelajaran bersama tidak terulang kebali. Semoga CVR bisa kita temukan, apapun yang ada di laut, kami kami harapkan akan menemukan CVR segera,’’ tandasnya.
Baca jugaKNKT Sebut Mesin Pesawat Sriwijaya Air Masih Hidup Sebelum Membentur Air
Walaupun belum memeriksa FDR, KNKT sudah mendapatkan kesimpulan awal terkait jatuhnya pesawat. Kesimpulan awalnya adalah pesawat tidak mengalami ledakan di udara atau sebelum membentur air.Kesimpulan ini ditarik berdasarkan temuan KRI Rigel yang mencatat luas sebaran reruntuhan pesawat (wreckage) memiliki lebar 100 meter dan panjang 300-400 meter. "Luas sebaran ini konsisten dengan dugaan pesawat tidak mengalami ledakan sebelum membentur air," kata Soerjanto.
Dia juga mengungkapkan, Sriwijaya Air SJ182 memiliki kemungkinan meledak di laut Kepulauan Seribu. Kemungkinan iru bisa saja terjadi akibat penurunan ketinggian pesawat ketika sampai di 250 kaki.
Dari data AirNav Indonesia, pesawat mengudara pukul 14.36 WIB ke arah barat laut dan pukul 14.40 WIB mencapai ketinggian 10.900 kaki. Pesawat lalu mulai turun hingga ketinggian 250 kaki, ini mengindikasikan mesin pesawat masih hidup dan mengirimkan data. "Dari data ini diperkirakan mesin masih hidup sebelum meluncur dan membentur air," ujar Soerjanto hari ini di Jakarta.
Kemudian temuan lainnya dari Basarnas didapat data pada bagian mesin turbine disc dengan fan blade mengalami kerusakan yang menunjukkan masih bekerja sebelum mendapat benturan. "Hal ini sejalan dengan dugaan sistem pesawat masih bekerja di ketinggian terakhir 250 kaki," katanya.
Sebagai informasi, dilansir dari laman FlightRadar24, lack box adalah CVR, FDR, atau kombinasi keduanya seperti yang dimiliki pesawat modern. Keduanya memiliki fungsi berbeda.
FDR bertugas untuk merekam beragam data tentang semua aspek pesawat saat terbang. Data yang direkam FDR mencangkup sekitar 700 parameter berbeda, termasuk kondisi sayap, autopilot, pengukur bahan bakar, ketinggian pesawat, kecepatan udara, hingga arah pesawat.Sedangkan CVR merekam percakapan di dek penerbangan termasuk percakapan pilot, dan suara lain seperti transmisi radio dan alarm otomatis.
Kedua boks itu menyimpan informasi penerbangan dan membantu dalam rekonstruksi berbagai peristiwa yang terjadi di pesawat termasuk kecelakaan pesawat terbang. Untuk memudahkan pencarian, terutama saat jatuh di lautan, keduanya dilengkapi suar pencari lokasi bawah air (ULB) yang mengirimkan sinyal saat kontak dengan air.
(Baca juga: Diberikan Asuransi, Jasa Raharja Mulai Kontak 50 Keluarga Korban Sriwijaya SJ 182 )
Percepat Santunan
Presiden Jokowi meminta Menhub Budi Karya Sumadi agar mengkoordinasikan proses layanan kepada keluarga korban dengan sebaik-baiknya. Secara spesifik presiden meminta adanya pendampingan dalam proses pemberian hak-hak ( santunan ) bagi keluarga korban, sehingga prosesnya bisa berjalan baik dan cepat.
“Untuk itu kami sampaikan juga ke pak presiden, kami sudah memanggil dan bersama-sama dengan Sriwijaya Air dan juga Jasa Raharja kemarin ketemu dengan keluarga. Dan tadi bersama-sama kami menuju ke RS Kramat Jati,” ujar Budi Karya, kemarin.
Kemarin, Budi Karya didampingi Dirut Sriwijaya Air Jefferson Irwin Jauwena, menemui 5 perwakilan keluarga korban pesawat Sriwijaya Air SJ-182 . Selain menegaskan upaya pemerintah melakukan pencarian korban akan dilanjutkan, pertemuan dilakukan untuk memberikan rasa aman dan kepastian pada keluarga korban.
Lihat Juga: Pisah Sambut di Kemenhub, Kepala KSOP Banten Brigjen Hermanta Serahkan Jabatan pada Mukhlish Tohepaly
(ynt)