Daripada Urusi Hoaks, PKS Minta Polisi Siber Tangani Maraknya Penipuan Online
Rabu, 30 Desember 2020 - 10:28 WIB
JAKARTA - Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPR RI, Sukamta menyinggung ada tugas polisi siber yang lebih utama dibandingkan mengontra sekaligus mengawasi narasi atau kabar bohong (hoaks) yang berseliweran di jejaring media sosial (medsos).
"Terkait dengan patroli polisi siber, tugas utama lain yang seharusnya ditingkatkan ialah penanganan kasus penipuan online," kata Sukamta dalam keterangannya yang dikutip Rabu (30/12/2020). (Baca juga: Marak Berita Hoaks dan Acaman, Mahfud MD Segera Aktifkan Polisi Siber)
Anggota Komisi I DPR itu membeberkan, dalam 5 tahun terakhir jumlah laporan mencapai 13.520 kasus dengan total kerugian mencapai Rp1.17 trilliun. Dari laporan tersebut, laporan penipuan online mencapai 7.047 laporan lebih banyak dari laporan penyebaran konten provokatif 6.745 kasus. "Ini jumlah aduan dan kerugian yang besar namun tidak ada langkah serius dan strategis yang dilakukan pemerintah. Pemerintah malah sibuk melakukan kontra wacana terhadap pengkritiknya," ujarnya. (Baca juga: Hoaks Marak Akibat Kesenjangan Ekspektasi Publik dan Ketersediaan Informasi)
Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD bakal mengaktifkan Polisi Siber untuk meminimalisir berita bohong atau hoaks serta ancaman yang bertebaran di media sosial. Hal itu dicontohkan Mahfud saat pernyataannya yang seolah-olah tidak mendukung para Menteri yang korupsi agar dihukum mati. Padahal, dia menyarankan KPK agar para menteri untuk diancam hukuman mati bila terbukti korupsi apalagi mengambil uang bantuan sosial. (Baca juga: Politikus PDIP Pertanyakan Polisi Siber Usulan Menko Polhukam)
"Misalnya saya kemarin mengatakan begini, untuk hukuman kepada koruptor yang dilakukan oleh menteri, KPK menyatakan tidak akan menggunakan ancaman hukuman mati karena alasannya tidak merugikan negara tetapi menerima suap dari orang lain sehingga yang digunakan itu Pasal 12 a kalau suap itu bukan hukuman mati itu kata KPK," ujar dalam diskusi bertajuk Masalah Strategis Kebangsaan dan Solusinya, secara virtual, Minggu (27/12/2020).
"Terkait dengan patroli polisi siber, tugas utama lain yang seharusnya ditingkatkan ialah penanganan kasus penipuan online," kata Sukamta dalam keterangannya yang dikutip Rabu (30/12/2020). (Baca juga: Marak Berita Hoaks dan Acaman, Mahfud MD Segera Aktifkan Polisi Siber)
Anggota Komisi I DPR itu membeberkan, dalam 5 tahun terakhir jumlah laporan mencapai 13.520 kasus dengan total kerugian mencapai Rp1.17 trilliun. Dari laporan tersebut, laporan penipuan online mencapai 7.047 laporan lebih banyak dari laporan penyebaran konten provokatif 6.745 kasus. "Ini jumlah aduan dan kerugian yang besar namun tidak ada langkah serius dan strategis yang dilakukan pemerintah. Pemerintah malah sibuk melakukan kontra wacana terhadap pengkritiknya," ujarnya. (Baca juga: Hoaks Marak Akibat Kesenjangan Ekspektasi Publik dan Ketersediaan Informasi)
Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD bakal mengaktifkan Polisi Siber untuk meminimalisir berita bohong atau hoaks serta ancaman yang bertebaran di media sosial. Hal itu dicontohkan Mahfud saat pernyataannya yang seolah-olah tidak mendukung para Menteri yang korupsi agar dihukum mati. Padahal, dia menyarankan KPK agar para menteri untuk diancam hukuman mati bila terbukti korupsi apalagi mengambil uang bantuan sosial. (Baca juga: Politikus PDIP Pertanyakan Polisi Siber Usulan Menko Polhukam)
"Misalnya saya kemarin mengatakan begini, untuk hukuman kepada koruptor yang dilakukan oleh menteri, KPK menyatakan tidak akan menggunakan ancaman hukuman mati karena alasannya tidak merugikan negara tetapi menerima suap dari orang lain sehingga yang digunakan itu Pasal 12 a kalau suap itu bukan hukuman mati itu kata KPK," ujar dalam diskusi bertajuk Masalah Strategis Kebangsaan dan Solusinya, secara virtual, Minggu (27/12/2020).
(cip)
tulis komentar anda