Marak Berita Hoaks dan Acaman, Mahfud MD Segera Aktifkan Polisi Siber
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD bakal mengaktifkan Polisi Siber untuk meminimalisasi berita bohong atau hoaks serta ancaman yang bertebaran di media sosial.
Hal itu dicontohkan Mahfud saat pernyataannya yang seolah-olah tidak mendukung para menteri yang korupsi agar dihukum mati. Padahal, dia menyarankan KPK agar para menteri untuk diancam hukuman mati bila terbukti korupsi apalagi mengambil uang bantuan sosial. (Baca juga: Mahfud Sebut KPK Era Firli Lebih Baik Ketimbang Era Agus Rahardjo)
"Misalnya saya kemarin mengatakan begini, untuk hukuman kepada koruptor yang dilakukan oleh menteri, KPK menyatakan tidak akan menggunakan ancaman hukuman mati karena alasannya tidak merugikan negara tetapi menerima suap dari orang lain sehingga yang digunakan itu Pasal 12 a kalau suap itu bukan hukuman mati itu kata KPK," ujar dalam diskusi bertajuk Masalah Strategis Kebangsaan dan Solusinya, secara virtual, Minggu (27/12/2020). (Baca juga: Soal Penguasaan Ratusan Ribu Hektare HGU, Stafsus Menteri ATR Benarkan Pernyataan Mahfud)
"Lalu saya nyambung, tapi kalau saya berpendapat bisa dengan hukuman mati dan saya menyarankan agar menteri-menteri yang korupsi begitu diancam dengan hukuman mati, dituntut dengan hukuman mati. Tetapi yang berita ditulis itu pernyataan KPK menurut Pak Mahfud MD koruptor para menteri yang korupsi tidak bisa dihukum mati karena dia tidak merugikan keuangan negara melainkan menerima suap," tambahnya. (Baca juga: Mahfud MD Sebut Banyak Hoaks Terkait Omnibus Law Ciptaker)
Padahal dia mengutip dari pernyataan KPK, lalu dipelintir di media sosial bahwa ucapan Mahfud lah yang menyatakan Menteri korupsi tidak bisa diancam hukuman mati. "Itukan saya ngutip dari KPK lalu itu dikatakan dari saya tersebar kemana-mana, saya sih tidak rugi, saya hanya ingin mengatakan betapa sekarang ini hoaks sengaja dibuat begitu rupa, kutipan-kutipan yang sudah 4 tahun lalu dikeluarkan lagi diberi tanggal hari ini dan itu membuat gaduh," katanya.
Dirinya tidak mempermasalahkan kutipan tersebut, namun dirinya menyayangkan bebasnya ancaman di media sosial. Bahkan ancaman kepada presiden ataupun lembaga penegak hukum yakni kepolisian. "Kalau ada orang misalnya mengancam-ngancam akan memotong leher polisi akan memotong leher presiden dan macam-macam itu, yang begitu -gitu itu nah kalau kita tidak aktifkan polisi siber itu ya akan susah juga kita akan terlalu liberal dan akan masuk kerusakan-kerusakan yang tidak bisa dibayangkan. Jadi saya katakana, kita aktifkan polisi siber bukan membentuk, aktifkan. Karena polisi siber kita gampang kok," jelasnya.
Dengan diaktifkannya Polisi Siber, segala bentuk ancaman ataupun tindak kejahatan dan bahkan hoaks dapat ditelusuri oleh Polisi Siber. Bahkan Polisi Siber dapat melacak siapa yang menyebarkan ancaman pertama kali. "Oleh sebab itu kalau ada orang mengancam-ngancam jam 8 pagi jam 10 bisa ditangkap bisa kok sekarang dan itu banyak dilakukan karena polisi siber kita bisa untuk hal-hal yang kriminal yang membahayakan yang seperti itu," tuturnya.
Hal itu dicontohkan Mahfud saat pernyataannya yang seolah-olah tidak mendukung para menteri yang korupsi agar dihukum mati. Padahal, dia menyarankan KPK agar para menteri untuk diancam hukuman mati bila terbukti korupsi apalagi mengambil uang bantuan sosial. (Baca juga: Mahfud Sebut KPK Era Firli Lebih Baik Ketimbang Era Agus Rahardjo)
"Misalnya saya kemarin mengatakan begini, untuk hukuman kepada koruptor yang dilakukan oleh menteri, KPK menyatakan tidak akan menggunakan ancaman hukuman mati karena alasannya tidak merugikan negara tetapi menerima suap dari orang lain sehingga yang digunakan itu Pasal 12 a kalau suap itu bukan hukuman mati itu kata KPK," ujar dalam diskusi bertajuk Masalah Strategis Kebangsaan dan Solusinya, secara virtual, Minggu (27/12/2020). (Baca juga: Soal Penguasaan Ratusan Ribu Hektare HGU, Stafsus Menteri ATR Benarkan Pernyataan Mahfud)
"Lalu saya nyambung, tapi kalau saya berpendapat bisa dengan hukuman mati dan saya menyarankan agar menteri-menteri yang korupsi begitu diancam dengan hukuman mati, dituntut dengan hukuman mati. Tetapi yang berita ditulis itu pernyataan KPK menurut Pak Mahfud MD koruptor para menteri yang korupsi tidak bisa dihukum mati karena dia tidak merugikan keuangan negara melainkan menerima suap," tambahnya. (Baca juga: Mahfud MD Sebut Banyak Hoaks Terkait Omnibus Law Ciptaker)
Padahal dia mengutip dari pernyataan KPK, lalu dipelintir di media sosial bahwa ucapan Mahfud lah yang menyatakan Menteri korupsi tidak bisa diancam hukuman mati. "Itukan saya ngutip dari KPK lalu itu dikatakan dari saya tersebar kemana-mana, saya sih tidak rugi, saya hanya ingin mengatakan betapa sekarang ini hoaks sengaja dibuat begitu rupa, kutipan-kutipan yang sudah 4 tahun lalu dikeluarkan lagi diberi tanggal hari ini dan itu membuat gaduh," katanya.
Dirinya tidak mempermasalahkan kutipan tersebut, namun dirinya menyayangkan bebasnya ancaman di media sosial. Bahkan ancaman kepada presiden ataupun lembaga penegak hukum yakni kepolisian. "Kalau ada orang misalnya mengancam-ngancam akan memotong leher polisi akan memotong leher presiden dan macam-macam itu, yang begitu -gitu itu nah kalau kita tidak aktifkan polisi siber itu ya akan susah juga kita akan terlalu liberal dan akan masuk kerusakan-kerusakan yang tidak bisa dibayangkan. Jadi saya katakana, kita aktifkan polisi siber bukan membentuk, aktifkan. Karena polisi siber kita gampang kok," jelasnya.
Dengan diaktifkannya Polisi Siber, segala bentuk ancaman ataupun tindak kejahatan dan bahkan hoaks dapat ditelusuri oleh Polisi Siber. Bahkan Polisi Siber dapat melacak siapa yang menyebarkan ancaman pertama kali. "Oleh sebab itu kalau ada orang mengancam-ngancam jam 8 pagi jam 10 bisa ditangkap bisa kok sekarang dan itu banyak dilakukan karena polisi siber kita bisa untuk hal-hal yang kriminal yang membahayakan yang seperti itu," tuturnya.
(cip)