Konflik Pesantren, FPI Pakai Yurisprudensi MA 1958, Bagaimana Penggunaannya di Pengadilan?
Senin, 28 Desember 2020 - 14:05 WIB
Yurisprudensi lebih khusus dipakai dalam perkara perdata dengan klasifikasi/objek tanah. Tapi ada juga yang menggunakannya untuk perkara perdata berkualifikasi perbuatan melawan hukum. Dari berbagai salinan putusan, yurisprudensi MA Nomor: 329K/Sip/1957 tertanggal 24 September 1958 berbunyi sebagai berikut.
"Orang yang membiarkan saja tanah menjadi haknya selama 18 tahun dikuasai oleh orang lain dianggap telah melepaskan haknya atas tanah tersebut (rechtsverwerking)."
Yurisprudensi tersebut bersama dua yurisprudensi MA lainnya dipakai dalam konteks hukum kebendaan yang mana dikenal adanya pelepasan hak (rechtverwerking). Tiga yurisprudensi lain, tahun 1975 (dua yurisprudensi) dan tahun 1976, mencantumkan pembiaran selama 20 tahun, sikap diam selama 30 tahun, dan pembiaran selama 27 tahun atas tanah.
Yurisprudensi MA Nomor: 295K/Sip/1973 tertanggal 9 Desember 1975 menyebutkan, "...mereka telah membiarkannya berlalu sampai tidak kurang dari 20 tahun semasa hidupnya Daeng Patappu tersebut, suatu masa yang cukup lama sehingga mereka dapat dianggap telah meninggalkan haknya yang mungkin ada atas sawah sengketa, sedangkan Tergugat Pembanding dapat dianggap telah memperoleh hak milik atas sawah sengketa."
(Baca: Komnas HAM Targetkan Bisa Menguji Selongsong dan Proyektil Pekan Ini)
Yurisprudensi MA Nomor: 200/K/Sip/1974 bertarikh 11 Desember 1975 dengan kaidah hukum, "Gugatan Penggugat dinyatakan ditolak, bukan atas alasan kadaluwarsa melainkan karena Penggugat telah bersikap berdiam diri selama 30 tahun lebih terhadap tanahnya yang dikuasai orang lain, maka dengan sikap diam diri tersebut, Penggugat dianggap oleh hukum telah melepaskan haknya, karena lamanya waktu berjalan."
Yurisprudensi MA Nomor: 783K/Sip/1973 bertanggal 29 Januari 1976 berbunyi: "Pihak yang telah menduduki tanah tersebut untuk waktu yang lama, tanpa gangguan dan bertindak sebagai pemilik yang jujur (rechtshebende te goeder trouw) harus dilindungi oleh hukum. Bahwa seandainya memang penggugat terbanding tidak berhak atas tanah tersebut, kenyataan bahwa tergugat-tergugat sampai sekian lama (27 tahun) menunggu untuk menuntut pengembalian tanah tersebut menimbulkan anggapan hukum bahwa mereka telah melepaskan hak mereka (rechtsverwerking)."
Jika melihat sejumlah perkara perdata atas objek tanah yang disidangkan di pengadilan hingga tingkat MA, penggunaan yurisprudensi MA No. 329K/Sip/1957 tertanggal 24 September 1958 serta tiga yurisprudensi lainnya, ada yang dimenangkan penggugat tapi ada juga yang dimenangkan tergugat.
(Baca: Mahfud MD Dukung Penggunaan Markaz Syariah FPI sebagai Pondok Pesantren)
Sebagai contoh, gugatan Andi Mufrida Febriyanti Baso Lewa dkk melawan Pemerintah RI cq Menteri Keuangan cq Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Pusat, Pemerintah RI cq Badan Pertanahan Nasional (BPN) cq Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Sulawesi Selatan, Kepala Kantor Pertanahan Kota Makassar, dan BPKP Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan.
"Orang yang membiarkan saja tanah menjadi haknya selama 18 tahun dikuasai oleh orang lain dianggap telah melepaskan haknya atas tanah tersebut (rechtsverwerking)."
Yurisprudensi tersebut bersama dua yurisprudensi MA lainnya dipakai dalam konteks hukum kebendaan yang mana dikenal adanya pelepasan hak (rechtverwerking). Tiga yurisprudensi lain, tahun 1975 (dua yurisprudensi) dan tahun 1976, mencantumkan pembiaran selama 20 tahun, sikap diam selama 30 tahun, dan pembiaran selama 27 tahun atas tanah.
Yurisprudensi MA Nomor: 295K/Sip/1973 tertanggal 9 Desember 1975 menyebutkan, "...mereka telah membiarkannya berlalu sampai tidak kurang dari 20 tahun semasa hidupnya Daeng Patappu tersebut, suatu masa yang cukup lama sehingga mereka dapat dianggap telah meninggalkan haknya yang mungkin ada atas sawah sengketa, sedangkan Tergugat Pembanding dapat dianggap telah memperoleh hak milik atas sawah sengketa."
(Baca: Komnas HAM Targetkan Bisa Menguji Selongsong dan Proyektil Pekan Ini)
Yurisprudensi MA Nomor: 200/K/Sip/1974 bertarikh 11 Desember 1975 dengan kaidah hukum, "Gugatan Penggugat dinyatakan ditolak, bukan atas alasan kadaluwarsa melainkan karena Penggugat telah bersikap berdiam diri selama 30 tahun lebih terhadap tanahnya yang dikuasai orang lain, maka dengan sikap diam diri tersebut, Penggugat dianggap oleh hukum telah melepaskan haknya, karena lamanya waktu berjalan."
Yurisprudensi MA Nomor: 783K/Sip/1973 bertanggal 29 Januari 1976 berbunyi: "Pihak yang telah menduduki tanah tersebut untuk waktu yang lama, tanpa gangguan dan bertindak sebagai pemilik yang jujur (rechtshebende te goeder trouw) harus dilindungi oleh hukum. Bahwa seandainya memang penggugat terbanding tidak berhak atas tanah tersebut, kenyataan bahwa tergugat-tergugat sampai sekian lama (27 tahun) menunggu untuk menuntut pengembalian tanah tersebut menimbulkan anggapan hukum bahwa mereka telah melepaskan hak mereka (rechtsverwerking)."
Jika melihat sejumlah perkara perdata atas objek tanah yang disidangkan di pengadilan hingga tingkat MA, penggunaan yurisprudensi MA No. 329K/Sip/1957 tertanggal 24 September 1958 serta tiga yurisprudensi lainnya, ada yang dimenangkan penggugat tapi ada juga yang dimenangkan tergugat.
(Baca: Mahfud MD Dukung Penggunaan Markaz Syariah FPI sebagai Pondok Pesantren)
Sebagai contoh, gugatan Andi Mufrida Febriyanti Baso Lewa dkk melawan Pemerintah RI cq Menteri Keuangan cq Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Pusat, Pemerintah RI cq Badan Pertanahan Nasional (BPN) cq Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Sulawesi Selatan, Kepala Kantor Pertanahan Kota Makassar, dan BPKP Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan.
tulis komentar anda