Hasil Pilkada 2020, Dinasti Politik Langgengkan Kekuasaan di Daerah
Rabu, 16 Desember 2020 - 14:57 WIB
Ia melanjutkan, politik dinasti akan menghadirkan oligarkisme, personalisme dan klientelisme yang semuanya menghambat proses konsolidasi dan pembangunan demokrasi di tingkat lokal. Praktik itu akan melemahkan institusionalisasi partai politik karena dominasi personal maupun segelintir elit. (
)
"Konsekuensi kuatnya pengaruh elit dalam tubuh parpol akan menyebabkan rekruitmen politik hanya dikuasai oleh sekelompok orang. Hal ini pulalah yang melanggengkan budaya politik dinasti dalam organisasi dan kerja-kerja parpol," katanya.
Persoalan politik dinasti, lanjut Anto, menjadi sorotan dalam laporan tahunan TII yang bertajuk Indonesia Report 2020. Terlepas dari hak konstitusi setiap warga untuk berpartisipasi dalam politik, perlu diakui bahwa politik dinasti terbukti rentan bermasalah dan akan memengaruhi tata kelola pemerintahan, termasuk di tingkat daerah.
"Permasalahan tersebut tentu memengaruhi kinerja pemimpin daerah yang terpilih melalui Pilkada dalam menjalankan pembangunan daerah, mengingat keterikatan pemimpin yang terpilih dengan politik dinasti terkait, dengan beragam pemangku kepentingan, serta relasi dan kepentingan yang berkelindan," ujarnya.
(Baca juga : Waspada! Kerumunan Berpotensi Muncul saat Penetapan Pemenang Pilkada )
Tantangan tersebut harus diatasi agar menjadi pembelajaran dalam penyelenggaraan pilkada serentak yang akan datang. Lantaran itu, Anto mendorong penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu bersinergi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengawasi aliran dana kampanye pasangan calon, terutama calon yang berasal dari keluarga petahana sehingga mencegah aliran dana kampanye yang memanfaatkan dana anggaran daerah (APBD).
Selain itu, berkolaborasi dengan kelompok masyarakat sipil untuk mengawasi secara ketat mobilisasi perangkat birokrasi hingga perangkat desa. Kemudian, bersinergi dengan kepolisian dan kejaksaan dalam sentra penegakan hukum terpadu (Gakkumdu) sehingga secara profesional dan tegas untuk penegakan aturan jika ditemukan pelanggaran.
Untuk jangka panjang, Anto juga mengatakan politik dinasti di Indonesia harus disikapi dengan serius melalui upaya mendorong reformasi internal kelembagaan parpol. Reformasi dilakukan dengan memperbaiki proses rekruitmen politik agar dapat lebih terbuka dan mengedepankan meritokrasi.
Lihat Juga: Mantan Presiden Duterte Pilih Turun Takhta dengan Ikut Pemilu Wali Kota, Ada Apa Gerangan?
"Konsekuensi kuatnya pengaruh elit dalam tubuh parpol akan menyebabkan rekruitmen politik hanya dikuasai oleh sekelompok orang. Hal ini pulalah yang melanggengkan budaya politik dinasti dalam organisasi dan kerja-kerja parpol," katanya.
Persoalan politik dinasti, lanjut Anto, menjadi sorotan dalam laporan tahunan TII yang bertajuk Indonesia Report 2020. Terlepas dari hak konstitusi setiap warga untuk berpartisipasi dalam politik, perlu diakui bahwa politik dinasti terbukti rentan bermasalah dan akan memengaruhi tata kelola pemerintahan, termasuk di tingkat daerah.
"Permasalahan tersebut tentu memengaruhi kinerja pemimpin daerah yang terpilih melalui Pilkada dalam menjalankan pembangunan daerah, mengingat keterikatan pemimpin yang terpilih dengan politik dinasti terkait, dengan beragam pemangku kepentingan, serta relasi dan kepentingan yang berkelindan," ujarnya.
(Baca juga : Waspada! Kerumunan Berpotensi Muncul saat Penetapan Pemenang Pilkada )
Tantangan tersebut harus diatasi agar menjadi pembelajaran dalam penyelenggaraan pilkada serentak yang akan datang. Lantaran itu, Anto mendorong penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu bersinergi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengawasi aliran dana kampanye pasangan calon, terutama calon yang berasal dari keluarga petahana sehingga mencegah aliran dana kampanye yang memanfaatkan dana anggaran daerah (APBD).
Selain itu, berkolaborasi dengan kelompok masyarakat sipil untuk mengawasi secara ketat mobilisasi perangkat birokrasi hingga perangkat desa. Kemudian, bersinergi dengan kepolisian dan kejaksaan dalam sentra penegakan hukum terpadu (Gakkumdu) sehingga secara profesional dan tegas untuk penegakan aturan jika ditemukan pelanggaran.
Untuk jangka panjang, Anto juga mengatakan politik dinasti di Indonesia harus disikapi dengan serius melalui upaya mendorong reformasi internal kelembagaan parpol. Reformasi dilakukan dengan memperbaiki proses rekruitmen politik agar dapat lebih terbuka dan mengedepankan meritokrasi.
Lihat Juga: Mantan Presiden Duterte Pilih Turun Takhta dengan Ikut Pemilu Wali Kota, Ada Apa Gerangan?
(abd)
tulis komentar anda