Tiga Hal yang Bakal Mengubah Pola Pemberantasan Korupsi
Senin, 14 Desember 2020 - 22:57 WIB
JAKARTA - Penangkapan dua menteri kabinet pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan korupsi belum surut. Malah, Edhy Prabowo (mantan Menteri Kelautan dan Perikanan) dan Juliari Batubara (mantan Menteri Sosial) kini jadi simbol bandelnya para elite. Tak peduli situasi pandemi, yang penting masih bisa korupsi.
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Gita Damayanti Putri mengatakan ada tiga game changer dalam pemberantasan korupsi di Indonesia kedepannya, yakni pandemi Covid-19, pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker), dan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak di 270 daerah.
(Baca: Korupsi Benih Bawang, KPK Koordinasi Penanganan Perkara di NTT)
Pada 31 Maret 2020, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tentang Penanganan Covid-19. Salah satu yang menuai kritik adalah pasal 27 ayat 3. Pasal itu berbunyi: segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Perppu ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan ke peradilan tata usaha negara.
Pada pasal I, seluruh biaya dan kebijakan dalam rangka pemulihan ekonomi tidak bisa dianggap kerugian negara. Maka, perppu yang belakangan menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020 dianggap memberikan kekebalan hukum.
Memang pada pasal 2 disebut semua keputusan dan kebijakan itu harus berdasarkan niat baik. Gita menyatakan bukan hal mudah menilai suatu tindakan itu telah didasari niat baik.
“Implementasi UU ini berisiko tinggi. Bisa terjebak dalam tindak pidana korupsi. Potensi korupsi itu perlu kita kawal (awasi),” ujarnya dalam diskusi daring dengan tema Korupsi di Institusi Publik serta Peran Badan Antikorupsi, Senin (14/12/2020).
(Baca: Anggota DPD Kritisi Proses Hukum Mahasiswa Pedemo UU Cipta Kerja)
Lalu, UU Ciptaker membutuhkan sekitar 465 peraturan pelaksana. Saat ini pemerintah tengah merampungkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. “Bagaimana pengawasan perizinan yang diatur dalam PP,” ucapnya.
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Gita Damayanti Putri mengatakan ada tiga game changer dalam pemberantasan korupsi di Indonesia kedepannya, yakni pandemi Covid-19, pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker), dan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak di 270 daerah.
(Baca: Korupsi Benih Bawang, KPK Koordinasi Penanganan Perkara di NTT)
Pada 31 Maret 2020, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tentang Penanganan Covid-19. Salah satu yang menuai kritik adalah pasal 27 ayat 3. Pasal itu berbunyi: segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Perppu ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan ke peradilan tata usaha negara.
Pada pasal I, seluruh biaya dan kebijakan dalam rangka pemulihan ekonomi tidak bisa dianggap kerugian negara. Maka, perppu yang belakangan menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020 dianggap memberikan kekebalan hukum.
Memang pada pasal 2 disebut semua keputusan dan kebijakan itu harus berdasarkan niat baik. Gita menyatakan bukan hal mudah menilai suatu tindakan itu telah didasari niat baik.
“Implementasi UU ini berisiko tinggi. Bisa terjebak dalam tindak pidana korupsi. Potensi korupsi itu perlu kita kawal (awasi),” ujarnya dalam diskusi daring dengan tema Korupsi di Institusi Publik serta Peran Badan Antikorupsi, Senin (14/12/2020).
(Baca: Anggota DPD Kritisi Proses Hukum Mahasiswa Pedemo UU Cipta Kerja)
Lalu, UU Ciptaker membutuhkan sekitar 465 peraturan pelaksana. Saat ini pemerintah tengah merampungkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. “Bagaimana pengawasan perizinan yang diatur dalam PP,” ucapnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda