Kenaikan Tarif Cukai di Tengah Pandemi

Senin, 14 Desember 2020 - 05:13 WIB
Penerimaan Negara vs Rokok Ilegal

Di tengah berbagai gejolak isu yang menghantam IHT, tak dapat dimungkiri bahwa IHT hingga kini merupakan salah satu industri yang berperan cukup besar dalam perekonomian Indonesia. IHT merupakan industri yang memiliki ketaatan pajak tinggi dan dikenai pajak dengan proporsi yang sangat besar pada setiap batang rokok yang dihasilkan. Data menunjukkan bahwa selama ini cukai rokok menyumbang hingga 97% dari total keseluruhan penerimaan cukai serta menyumbang 11% dari total APBN. Terbaru, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi penerimaan cukai hingga Mei 2020 mencapai Rp68,3 triliun yang sebagian besarnya berasal dari IHT.

Konsekuensi atas perubahan tarif cukai diharapkan selain meningkatkan penerimaan negara, juga dapat mencegah peredaran rokok ilegal. Pasalnya besarnya peredaran rokok ilegal di Indonesia maupun di dunia merupakan efek domino yang timbul akibat kenaikan tarif cukai yang semakin besar. Salah satu penyebab tingginya peredaran rokok ilegal adalah untuk memenuhi permintaan dari masyarakat. Di Malaysia peredaran rokok ilegal cukup tinggi hingga lebih dari 50%. Salah satu penyebab tingginya peredaran rokok ilegal di Malaysia ialah karena adanya single tarrif sehingga mendorong pabrik rokok yang kecil dan tidak efisien untuk memproduksi rokok ilegal.

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa kenaikan tarif cukai dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap peredaran rokok ilegal. Perokok dengan pendapatan yang lebih rendah cenderung membeli rokok ilegal sebagai kompensasi atas kenaikan harga rokok akibat kenaikan tarif cukai (Schafferer dkk, 2018). Banyaknya rokok ilegal yang beredar di Indonesia, khususnya di daerah kawasan bebas atau free trade zone (FTZ) Batam, menyebabkan rokok ilegal dijual dengan harga sekitar 50% lebih murah daripada rokok yang dikenai cukai, pajak rokok, dan PP.

Kenaikan harga rokok yang terus-menerus terjadi karena kenaikan tarif cukai menyebabkan daya beli masyarakat Indonesia terhadap rokok legal semakin turun. Maka para perokok tersebut akan beralih pada rokok ilegal untuk dapat tetap mengonsumsi rokok dengan harga terjangkau.

Melalui kebijakan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT), pemerintah menargetkan sumbangan penerimaan melalui cukai dalam APBN 2021 sebesar Rp173,78 triliun. Guna memastikan tercapainya tujuan kebijakan cukai hasil tembakau tersebut dan meredam dampak kebijakan yang tidak diinginkan, pemerintah membuat bantalan kebijakan dalam bentuk pengaturan ulang penggunaan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT). Pemerintah melakukan penyesuaian kebijakan DBH CHT pada 2021 sebesar 50% yang akan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani/buruh tani tembakau dan buruh rokok. Berdasarkan alokasi tersebut, sebesar 35% akan diberikan melalui dukungan program pembinaan lingkungan sosial yang terdiri atas Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada buruh tani tembakau dan buruh rokok. Kemudian sebesar 5% untuk pelatihan profesi kepada buruh tani/buruh pabrik rokok, termasuk bantuan modal usaha kepada buruh tani/buruh pabrik rokok yang akan beralih menjadi pengusaha UMKM. Adapun 10%-nya untuk dukungan melalui program peningkatan kualitas bahan baku.

Alokasi lainnya, yaitu 25%, adalah untuk mendukung program jaminan kesehatan nasional dan 25% untuk mendukung penegakan hukum dalam bentuk program pembinaan industri, program sosialisasi ketentuan di bidang cukai, serta program pemberantasan barang kena cukai ilegal.

Roadmap IHT dan Pengendalian Rokok Ilegal

Upaya lain pemerintah dalam menekan peredaran rokok ilegal di Indonesia adalah melalui pengawasan dan penindakan yang akan terus ditingkatkan, baik yang bersifat preventif maupun represif. Hingga 30 November 2020, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) sebagai unit di bawah Kemenkeu telah melakukan penindakan sebanyak 8.155 kali dengan rata-rata 25 tangkapan per hari. Penindakan tersebut berhasil mengamankan 384,51 juta batang rokok ilegal atau senilai dengan Rp339,18 miliar. Meskipun dalam situasi pandemi, kegiatan pengawasan dan penindakan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya meningkat 41,23% (yoy).

Peningkatan operasi penindakan sangat diperlukan untuk memberikan playing field yang sama dan fair kepada para pelaku industri. Melalui penindakan yang terstruktur dan terus-menerus, kita berharap peredaran rokok ilegal akan menurun dan para pengusaha tersebut dibina untuk bisa patuh dalam membayar cukai. Selain itu penindakan ini sebagai bagian dari apresiasi pemerintah kepada para pembayar cukai yang jujur dan tertib untuk bermain di lapangan yang bersih dan adil.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More