Pilkada Serentak 2020, Hak Pilih Kelompok Rentan Berpotensi Hilang
Rabu, 09 Desember 2020 - 10:18 WIB
JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM ) telah melakukan pemantauan di empat provinsi yang akan menggelar pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 , yakni Banten, Jawa Timur, Sumatera Barat, dan Sulawesi Tengah. Pemantauan dilakukan mulai dari 13 Oktober hingga 4 Desember 2020.
Komisioner Komnas HAM Hairansyah mengungkapkan pelanggaran protokol kesehatan (prokes) Covid-19 tinggi saat kampanye. “Ini potensial terulang di tahapan pencoblosan dan perhitungan karena ada potensi penumpukan massa,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Rabu (9/12/2020).
(Baca: Pilkada di Tengah Pandemi, Jokowi: Selamat Memilih, Jangan Lalai Pakai Masker)
Pilkada tahun ini digelar di 270 daerah. Penyelenggaraannya di bawah bayang-bayang pandemi Covid-19. Masyarakat mengkritik keras pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang memilih melanjutkan tahapan sejak Juni lalu.
Hairansyah menilai ada potensi penyebaran virus Sars Cov-II, baik kepada penyelenggara maupun pemilih. Hal itu disebabkan tidak semua pihak yang berada di tempat pemungutan suara (TPS), terutama saksi dari pasangan calon, melakukan rapid tes.
Komnas HAM menilai kelompok rentan, seperti tahanan, warga binaan, dan pasien Covid-19, berpotensi kehilangan hak pilihnya. Ada banyak penyebabnya, antara lain, masalah perekaman kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) yang belum selesai dan keterbatasan alat pelindung diri (APD).
(Baca: Hari Ini Coblosan Pilkada Serentak, Ingat 6 Tata Cara Ini demi Tangkal Covid-19)
Hairansyah mengatakan hanya ada satu hazmat bagi kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) yang ke rumah sakit rujukan Covid-19. Jumlah itu tentu tidak memadai.
“Penyelenggara tenaga kesehatan dan fasilitas rumah sakit telah dilakukan, tetapi kondisi factual kini ada kenaikan pasien Covid-19. Pengendalian belum maksimal di berbagai daerah, termasuk yang menyelenggarakan pilkada,” pungkasnya.
(Klik ini untuk ikuti survei SINDOnews tentang Calon Presiden 2024)
Komisioner Komnas HAM Hairansyah mengungkapkan pelanggaran protokol kesehatan (prokes) Covid-19 tinggi saat kampanye. “Ini potensial terulang di tahapan pencoblosan dan perhitungan karena ada potensi penumpukan massa,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Rabu (9/12/2020).
(Baca: Pilkada di Tengah Pandemi, Jokowi: Selamat Memilih, Jangan Lalai Pakai Masker)
Pilkada tahun ini digelar di 270 daerah. Penyelenggaraannya di bawah bayang-bayang pandemi Covid-19. Masyarakat mengkritik keras pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang memilih melanjutkan tahapan sejak Juni lalu.
Hairansyah menilai ada potensi penyebaran virus Sars Cov-II, baik kepada penyelenggara maupun pemilih. Hal itu disebabkan tidak semua pihak yang berada di tempat pemungutan suara (TPS), terutama saksi dari pasangan calon, melakukan rapid tes.
Komnas HAM menilai kelompok rentan, seperti tahanan, warga binaan, dan pasien Covid-19, berpotensi kehilangan hak pilihnya. Ada banyak penyebabnya, antara lain, masalah perekaman kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) yang belum selesai dan keterbatasan alat pelindung diri (APD).
(Baca: Hari Ini Coblosan Pilkada Serentak, Ingat 6 Tata Cara Ini demi Tangkal Covid-19)
Hairansyah mengatakan hanya ada satu hazmat bagi kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) yang ke rumah sakit rujukan Covid-19. Jumlah itu tentu tidak memadai.
“Penyelenggara tenaga kesehatan dan fasilitas rumah sakit telah dilakukan, tetapi kondisi factual kini ada kenaikan pasien Covid-19. Pengendalian belum maksimal di berbagai daerah, termasuk yang menyelenggarakan pilkada,” pungkasnya.
(Klik ini untuk ikuti survei SINDOnews tentang Calon Presiden 2024)
(muh)
tulis komentar anda