DPR Sahkan RUU Minerba Menjadi UU, Hanya Demokrat yang Menolak

Selasa, 12 Mei 2020 - 18:42 WIB
Sebelumnya, Wakil Ketua Fraksi PKS Mulyanto mengatakan, Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba) harus mengutamakan kepentingan nasional, bukan asing. "Kami memberi catatan, di antaranya tidak semua kewenangan pemerintah daerah dalam pengelolaan pertambangan minerba bisa ditarik ke pusat," ujar Mulyanto dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Selasa (12/5/2020).

Maka itu, kata dia, beberapa kewenangan yang bersifat lokal dalam UU Minerba seperti pemberian Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dan Surat Izin Pertambangan Batuan (SIPB) harus tetap ada di Pemerintah Daerah Provinsi. "Begitu juga kegiatan pembinaan dan pengawasan, pemberdayaan masyarakat, dan urusan-urusan lainnya yang terkait erat dengan kepentingan daerah masing-masing," katanya.

Fraksi PKS berpendapat bahwa peran BUMN dan BUMD perlu diperkuat dalam RUU Minerba, agar pengelolaan tambang minerba bisa lebih menghasilkan manfaat yang besar bagi Negara. Hal tersebut diwujudkan dengan pemberian prioritas kepada BUMN dan BUMD dalam penawaran WIUP/WIUPK yang baru maupun WIUP/WIUPK yang habis masa kontraknya, termasuk juga untuk wilayah eks KK dan PKP2B yang habis masa kontraknya.

Selain itu, kata dia, penguatan BUMN dan BUMD harus dilakukan melalui divestasi saham 51% secara langsung dan berjenjang dari pemegang IUP/IUPK yang sahamnya dimiliki oleh asing, yang dilakukan dengan cara yang tepat agar tidak menimbulkan kerugian bagi negara.

"Kami sesalkan pasal terkait dengan perpanjangan masa kontral karya yang sudah habis masa berlakunya (pasal 169 A) dapat memperoleh IUPK masih berlaku. Padahal sejatinya bisa di lelang dan diprioritaskan untuk BUMN," kata doktor nuklir lulusan Jepang ini.

Legislator asal Banten ini menambahkan, insentif berupa perpanjangan jangka waktu IUP/IUPK memang diperlukan bagi pelaku usaha pertambangan minerba yang terintegrasi dengan fasilitas pemurnian dan pengolahan (smelter).

Akan tetapi, lanjut dia, insentif tersebut harus tetap dibatasi jangka waktunya, bukan malah diberikan tanpa ada batasan yang jelas kapan berakhirnya sebagaimana Pasal 47,83, dan 169A rancangan RUU Minerba hasil pembahasan Panja, yang berarti bahwa sumber daya minerba tersebut akan dikuasai selamanya oleh pemegang IUP/IUPK selama bisa berproduksi.

"Kami berpendapat bahwa RUU Minerba harus mengatur penguatan peran masyarakat dalam kegiatan pertambangan di daerahnya. Selain melalui kewajiban penggunaan sumber daya lokal, masyarakat juga harus memperoleh ganti rugi yang layak apabila terjadi kesalahan dalam pengusahaan kegiatan pertambangan," kata Mulyanto.

Di samping itu, dia mengatakan bahwa masyarakat juga memiliki hak mengajukan permohonan untuk melakukan evaluasi, keberatan, dan atau menolak pemberian IUP/IUPK/IPR, serta hak mendapatkan pendampingan berupa bantuan hukum dari ancaman atau gangguan akibat pengusahaan kegiatan pertambangan tersebut.

Sekadar diketahui sebelumnya dalam rapat kerja pengambilan keputusan tingkat I, Senin (11/5/2020) antara Komisi VII dengan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM, Fraksi PKS berpendapat bahwa peran BUMN dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) perlu diperkuat dalam RUU Minerba. Hal itu agar pengelolaan tambang minerba bisa menghasilkan manfaat yang besar bagi negara.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More