DPR Sahkan RUU Minerba Menjadi UU, Hanya Demokrat yang Menolak
loading...
A
A
A
JAKARTA - DPR bersama dengan pemerintah resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang perubahan UU Nomor 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (RUU Minerba) sebagai UU dalam Rapat Paripurna DPR pada Selasa (12/5/2020) sore. Sebelumnya, Komisi VII DPR bersama dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyetujuinya dalam pengambilan keputusan tingkat I, Senin (11/5).
Sebanyak delapan fraksi di DPR menyetujui RUU yang sempat ditunda pengesahannya pada DPR periode 2014-2019 itu. Hanya Fraksi Partai Demokrat yang menyatakan menolak mengesahkan RUU Minerba sebagai UU. Rapat Paripurna dihadiri 296 anggota dengan rincian 255 orang secara virtual dan 41 orang secara fisik.
"Terima kasih kami sampaikan ke Pak Sugeng (Ketua Komisi VII DPR). Kami akan menanyakan kepada setiap fraksi, apakah RUU atas perubahan UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Minerba, dapat disetujui atau disahkan menjadi Undang-Undang?" tanya Ketua DPR Puan Maharani saat memimpin Rapat Paripurna di Gedung Paripurna, Gedung Nusantara dan juga secara virtual.
Kemudian, sebagian besar anggota DPR yang hadir itu menyatakan persetujuannya. "Setuju!," seru mereka.
Puan menguraikan, sebanyak delapan fraksi menyetujui dan 1 fraksi menolak RUU Minerba disahkan sebagai UU. Politikus PDIP ini kembali menanyakan apakah ada perubahan atas pandangan mini fraksi tersebut. ( ).
"Delapan fraksi setuju, 1 fraksi menolak, apakah ada perubahan? Apa itu itu dapat disetujui pandangan mini fraksi dapat menjadi dasar persetujuan. Setuju ya?," tanya Puan.
Dan, sebagian besar anggota DPR yang hadir kembali menyetujui RUU Minerba disahkan sebagai UU.
"Apakah dapat disahkan menjadi Undang-Undang?" tanya Puan menegaskan.
Kemudian, sebagian besar anggota DPR menyatakan persetujuannya kemudian disambut oleh ketukan palu tanda pengesahan.
Sebelumnya, Wakil Ketua Fraksi PKS Mulyanto mengatakan, Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba) harus mengutamakan kepentingan nasional, bukan asing. "Kami memberi catatan, di antaranya tidak semua kewenangan pemerintah daerah dalam pengelolaan pertambangan minerba bisa ditarik ke pusat," ujar Mulyanto dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Selasa (12/5/2020).
Maka itu, kata dia, beberapa kewenangan yang bersifat lokal dalam UU Minerba seperti pemberian Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dan Surat Izin Pertambangan Batuan (SIPB) harus tetap ada di Pemerintah Daerah Provinsi. "Begitu juga kegiatan pembinaan dan pengawasan, pemberdayaan masyarakat, dan urusan-urusan lainnya yang terkait erat dengan kepentingan daerah masing-masing," katanya.
Fraksi PKS berpendapat bahwa peran BUMN dan BUMD perlu diperkuat dalam RUU Minerba, agar pengelolaan tambang minerba bisa lebih menghasilkan manfaat yang besar bagi Negara. Hal tersebut diwujudkan dengan pemberian prioritas kepada BUMN dan BUMD dalam penawaran WIUP/WIUPK yang baru maupun WIUP/WIUPK yang habis masa kontraknya, termasuk juga untuk wilayah eks KK dan PKP2B yang habis masa kontraknya.
Selain itu, kata dia, penguatan BUMN dan BUMD harus dilakukan melalui divestasi saham 51% secara langsung dan berjenjang dari pemegang IUP/IUPK yang sahamnya dimiliki oleh asing, yang dilakukan dengan cara yang tepat agar tidak menimbulkan kerugian bagi negara.
"Kami sesalkan pasal terkait dengan perpanjangan masa kontral karya yang sudah habis masa berlakunya (pasal 169 A) dapat memperoleh IUPK masih berlaku. Padahal sejatinya bisa di lelang dan diprioritaskan untuk BUMN," kata doktor nuklir lulusan Jepang ini.
Legislator asal Banten ini menambahkan, insentif berupa perpanjangan jangka waktu IUP/IUPK memang diperlukan bagi pelaku usaha pertambangan minerba yang terintegrasi dengan fasilitas pemurnian dan pengolahan (smelter).
Akan tetapi, lanjut dia, insentif tersebut harus tetap dibatasi jangka waktunya, bukan malah diberikan tanpa ada batasan yang jelas kapan berakhirnya sebagaimana Pasal 47,83, dan 169A rancangan RUU Minerba hasil pembahasan Panja, yang berarti bahwa sumber daya minerba tersebut akan dikuasai selamanya oleh pemegang IUP/IUPK selama bisa berproduksi.
"Kami berpendapat bahwa RUU Minerba harus mengatur penguatan peran masyarakat dalam kegiatan pertambangan di daerahnya. Selain melalui kewajiban penggunaan sumber daya lokal, masyarakat juga harus memperoleh ganti rugi yang layak apabila terjadi kesalahan dalam pengusahaan kegiatan pertambangan," kata Mulyanto.
Di samping itu, dia mengatakan bahwa masyarakat juga memiliki hak mengajukan permohonan untuk melakukan evaluasi, keberatan, dan atau menolak pemberian IUP/IUPK/IPR, serta hak mendapatkan pendampingan berupa bantuan hukum dari ancaman atau gangguan akibat pengusahaan kegiatan pertambangan tersebut.
Sekadar diketahui sebelumnya dalam rapat kerja pengambilan keputusan tingkat I, Senin (11/5/2020) antara Komisi VII dengan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM, Fraksi PKS berpendapat bahwa peran BUMN dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) perlu diperkuat dalam RUU Minerba. Hal itu agar pengelolaan tambang minerba bisa menghasilkan manfaat yang besar bagi negara.
Namun, seiring terjadinya dinamika di forum rapat, yaitu dicoretnya kata "secara langsung" pada pasal 112 ayat 1, PKS kemudian memutuskan untuk menarik kembali draf pandangan mini fraksi yang sebelumnya sudah diserahkan.
"Fraksi PKS ingin aturan dalam RUU Minerba ini benar-benar selaras dengan amanah konstitusi kita sebagai jalan terbaik untuk mencapai kesejahteraan bersama. Bukan hanya untuk kepentingan pemodal asing," kata Mulyanto.
Sebanyak delapan fraksi di DPR menyetujui RUU yang sempat ditunda pengesahannya pada DPR periode 2014-2019 itu. Hanya Fraksi Partai Demokrat yang menyatakan menolak mengesahkan RUU Minerba sebagai UU. Rapat Paripurna dihadiri 296 anggota dengan rincian 255 orang secara virtual dan 41 orang secara fisik.
"Terima kasih kami sampaikan ke Pak Sugeng (Ketua Komisi VII DPR). Kami akan menanyakan kepada setiap fraksi, apakah RUU atas perubahan UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Minerba, dapat disetujui atau disahkan menjadi Undang-Undang?" tanya Ketua DPR Puan Maharani saat memimpin Rapat Paripurna di Gedung Paripurna, Gedung Nusantara dan juga secara virtual.
Kemudian, sebagian besar anggota DPR yang hadir itu menyatakan persetujuannya. "Setuju!," seru mereka.
Puan menguraikan, sebanyak delapan fraksi menyetujui dan 1 fraksi menolak RUU Minerba disahkan sebagai UU. Politikus PDIP ini kembali menanyakan apakah ada perubahan atas pandangan mini fraksi tersebut. ( ).
"Delapan fraksi setuju, 1 fraksi menolak, apakah ada perubahan? Apa itu itu dapat disetujui pandangan mini fraksi dapat menjadi dasar persetujuan. Setuju ya?," tanya Puan.
Dan, sebagian besar anggota DPR yang hadir kembali menyetujui RUU Minerba disahkan sebagai UU.
"Apakah dapat disahkan menjadi Undang-Undang?" tanya Puan menegaskan.
Kemudian, sebagian besar anggota DPR menyatakan persetujuannya kemudian disambut oleh ketukan palu tanda pengesahan.
Sebelumnya, Wakil Ketua Fraksi PKS Mulyanto mengatakan, Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba) harus mengutamakan kepentingan nasional, bukan asing. "Kami memberi catatan, di antaranya tidak semua kewenangan pemerintah daerah dalam pengelolaan pertambangan minerba bisa ditarik ke pusat," ujar Mulyanto dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Selasa (12/5/2020).
Maka itu, kata dia, beberapa kewenangan yang bersifat lokal dalam UU Minerba seperti pemberian Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dan Surat Izin Pertambangan Batuan (SIPB) harus tetap ada di Pemerintah Daerah Provinsi. "Begitu juga kegiatan pembinaan dan pengawasan, pemberdayaan masyarakat, dan urusan-urusan lainnya yang terkait erat dengan kepentingan daerah masing-masing," katanya.
Fraksi PKS berpendapat bahwa peran BUMN dan BUMD perlu diperkuat dalam RUU Minerba, agar pengelolaan tambang minerba bisa lebih menghasilkan manfaat yang besar bagi Negara. Hal tersebut diwujudkan dengan pemberian prioritas kepada BUMN dan BUMD dalam penawaran WIUP/WIUPK yang baru maupun WIUP/WIUPK yang habis masa kontraknya, termasuk juga untuk wilayah eks KK dan PKP2B yang habis masa kontraknya.
Selain itu, kata dia, penguatan BUMN dan BUMD harus dilakukan melalui divestasi saham 51% secara langsung dan berjenjang dari pemegang IUP/IUPK yang sahamnya dimiliki oleh asing, yang dilakukan dengan cara yang tepat agar tidak menimbulkan kerugian bagi negara.
"Kami sesalkan pasal terkait dengan perpanjangan masa kontral karya yang sudah habis masa berlakunya (pasal 169 A) dapat memperoleh IUPK masih berlaku. Padahal sejatinya bisa di lelang dan diprioritaskan untuk BUMN," kata doktor nuklir lulusan Jepang ini.
Legislator asal Banten ini menambahkan, insentif berupa perpanjangan jangka waktu IUP/IUPK memang diperlukan bagi pelaku usaha pertambangan minerba yang terintegrasi dengan fasilitas pemurnian dan pengolahan (smelter).
Akan tetapi, lanjut dia, insentif tersebut harus tetap dibatasi jangka waktunya, bukan malah diberikan tanpa ada batasan yang jelas kapan berakhirnya sebagaimana Pasal 47,83, dan 169A rancangan RUU Minerba hasil pembahasan Panja, yang berarti bahwa sumber daya minerba tersebut akan dikuasai selamanya oleh pemegang IUP/IUPK selama bisa berproduksi.
"Kami berpendapat bahwa RUU Minerba harus mengatur penguatan peran masyarakat dalam kegiatan pertambangan di daerahnya. Selain melalui kewajiban penggunaan sumber daya lokal, masyarakat juga harus memperoleh ganti rugi yang layak apabila terjadi kesalahan dalam pengusahaan kegiatan pertambangan," kata Mulyanto.
Di samping itu, dia mengatakan bahwa masyarakat juga memiliki hak mengajukan permohonan untuk melakukan evaluasi, keberatan, dan atau menolak pemberian IUP/IUPK/IPR, serta hak mendapatkan pendampingan berupa bantuan hukum dari ancaman atau gangguan akibat pengusahaan kegiatan pertambangan tersebut.
Sekadar diketahui sebelumnya dalam rapat kerja pengambilan keputusan tingkat I, Senin (11/5/2020) antara Komisi VII dengan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM, Fraksi PKS berpendapat bahwa peran BUMN dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) perlu diperkuat dalam RUU Minerba. Hal itu agar pengelolaan tambang minerba bisa menghasilkan manfaat yang besar bagi negara.
Namun, seiring terjadinya dinamika di forum rapat, yaitu dicoretnya kata "secara langsung" pada pasal 112 ayat 1, PKS kemudian memutuskan untuk menarik kembali draf pandangan mini fraksi yang sebelumnya sudah diserahkan.
"Fraksi PKS ingin aturan dalam RUU Minerba ini benar-benar selaras dengan amanah konstitusi kita sebagai jalan terbaik untuk mencapai kesejahteraan bersama. Bukan hanya untuk kepentingan pemodal asing," kata Mulyanto.
(zik)