RKUHP Dikeluarkan dari Prolegnas, Momentum Reformasi Hukum Pidana
Rabu, 25 November 2020 - 14:30 WIB
JAKARTA - Pemerintah mengusulkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( RKUHP ) dikeluarkan dari program legislasi nasional (prolegnas) 2021. Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) meminta perkembangan pembahasannya selama ini tetap dilaporkan kepada masyarakat.
Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu mengatakan pemerintah harus mempertimbangkan kembali ide penyusunan peta jalan (roadmap) reformasi kebijakan hukum pidana. Dia meminta perumus RKUHP tidak hanya ahli pidana, tapi melibatkan pakar lainnya.
Di luar itu, ICJR mengkritik sulitnya mendapatkan informasi mengenai draf pembahasan RKUHP yang telah dilakukan sepanjang 2019-2020. Perkembangan itu harus dipertanggungjawabkan oleh pemerintah dan DPR.
Erasmus menjelaskan dikeluarkanya RKUHP ini harus dijadikan momentum dan refleksi, baik pemerintah maupun DPR, dalam merumuskan reformasi di bidang hukum pidana. Tujuannya, menjaring semua aspirasi masyarakat.
“Harus dipastikan upaya tersebut tidak hanya dilakukan dalam rangka sosialisasi RKUHP dan tidak membuka ruang perubahan substansi. Harus diingat kembali, RKUHP ditunda pengesahannya karena masalah substansial,” ujarnya melalui keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Rabu (25/11/2020).
(Baca: IJTI Minta Cabut 10 Pasal di RKUHP yang Berpotensi Bungkam Pers)
ICJR mengusulkan agar perubahan KUHP dilakukan secara bertahap. Misalnya, dilakukan terhadap buku I terlebih dahulu. “Untuk menghindari banyaknya polemic pembahasan di buku II yang mengatur masalah tindak pidana,” ucap Erasmus.
Untuk itu, ICJR mendorong pemerintah membentuk komite ahli dengan keanggotaan yang luas. Komite ini nanti bertugas membantu pemerintah dan DPR untuk menguatkan pembahasan RKUHP dengan data dan evaluasi.
(Baca: Pakar Hukum Ini Tak Sepakat RUU Kejaksaan Dahulukan RKUHP)
Erasmus menilai RKUHP yang disusun belum berdasarkan evaluasi kebijakan yang memadai dan memperhatikan pembangunan, serta keselarasan dengan kebijakan lainnya. Peta jalan yang harus ada dalam RKUHP itu mengenai langkah reformasi hukum pidana.
Ini bertumpu pada perlindungan HAM, kebebasan sipil dan politik, humanis, dan demokratis. Lalu, langkah reformasi kebijakan sistem peradilan pidana yang akuntabel, terbuka, integratif, dan menjamin penguatan hak tersangka, terdakwa, saksi, dan korban.
(Klik link ini untuk Ikuti survei SINDOnews tentang calon presiden 2024)
Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu mengatakan pemerintah harus mempertimbangkan kembali ide penyusunan peta jalan (roadmap) reformasi kebijakan hukum pidana. Dia meminta perumus RKUHP tidak hanya ahli pidana, tapi melibatkan pakar lainnya.
Di luar itu, ICJR mengkritik sulitnya mendapatkan informasi mengenai draf pembahasan RKUHP yang telah dilakukan sepanjang 2019-2020. Perkembangan itu harus dipertanggungjawabkan oleh pemerintah dan DPR.
Erasmus menjelaskan dikeluarkanya RKUHP ini harus dijadikan momentum dan refleksi, baik pemerintah maupun DPR, dalam merumuskan reformasi di bidang hukum pidana. Tujuannya, menjaring semua aspirasi masyarakat.
“Harus dipastikan upaya tersebut tidak hanya dilakukan dalam rangka sosialisasi RKUHP dan tidak membuka ruang perubahan substansi. Harus diingat kembali, RKUHP ditunda pengesahannya karena masalah substansial,” ujarnya melalui keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Rabu (25/11/2020).
(Baca: IJTI Minta Cabut 10 Pasal di RKUHP yang Berpotensi Bungkam Pers)
ICJR mengusulkan agar perubahan KUHP dilakukan secara bertahap. Misalnya, dilakukan terhadap buku I terlebih dahulu. “Untuk menghindari banyaknya polemic pembahasan di buku II yang mengatur masalah tindak pidana,” ucap Erasmus.
Untuk itu, ICJR mendorong pemerintah membentuk komite ahli dengan keanggotaan yang luas. Komite ini nanti bertugas membantu pemerintah dan DPR untuk menguatkan pembahasan RKUHP dengan data dan evaluasi.
(Baca: Pakar Hukum Ini Tak Sepakat RUU Kejaksaan Dahulukan RKUHP)
Erasmus menilai RKUHP yang disusun belum berdasarkan evaluasi kebijakan yang memadai dan memperhatikan pembangunan, serta keselarasan dengan kebijakan lainnya. Peta jalan yang harus ada dalam RKUHP itu mengenai langkah reformasi hukum pidana.
Ini bertumpu pada perlindungan HAM, kebebasan sipil dan politik, humanis, dan demokratis. Lalu, langkah reformasi kebijakan sistem peradilan pidana yang akuntabel, terbuka, integratif, dan menjamin penguatan hak tersangka, terdakwa, saksi, dan korban.
(Klik link ini untuk Ikuti survei SINDOnews tentang calon presiden 2024)
(muh)
tulis komentar anda