Usman Hamid: Penghapusan Hukuman Mati Sudah Menjadi Tren Global

Rabu, 12 April 2023 - 22:10 WIB
loading...
Usman Hamid: Penghapusan...
Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid (paling kanan) dalam diskusi publik yang diselenggarakan Imparsial dengan tema KUHP Baru dan Problematika Hukuman Mati di Indonesia, Rabu (12/4/2023). Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) sudah disahkan pada Januari lalu menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023. Salah satu isu dalam KUHP baru yang mendapat sorotan publik adalah terkait hukuman mati .

Menyikapi hal itu, Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan aparat penegak hukum perlu juga memahami bahwa tata nilai dalam KUHP baru sudah berubah menuju penghapusan hukuman mati. Indonesia tidak bisa terlepas dari komunitas internasional yang semuanya mengarah pada penghapusan hukuman mati di negaranya.



"Penghapusan hukuman mati sudah menjadi tren global. Namun pemerintah dan pembuat kebijakan di Indonesia terkesan melawan arus global tersebut," ujar Usman dalam diskusi publik yang diselenggarakan Imparsial dengan tema “KUHP Baru dan Problematika Hukuman Mati di Indonesia”, Rabu (12/4/2023).

Dia melanjutkan jika ada yang bertanya apa hukuman yang tepat untuk mengganti hukuan mati di Indonesia maka jawabannya adalah alternatif pengganti dari hukuman mati adalah hukuman seumur hidup tanpa pembebasan bersarat.

Menurut Usman, negara-negara yang sekarang melakukan penghapusan hukuman mati umumnya mengetahui fakta bahwa pertama, karena berdasarkan penelitian menyatakan bahwa tidak ada efek jera dari pemberlakukan hukuman mati.

"Selain itu, para algojo yang melakukan eksekusi mengungkapkan bahwa tidak ada suatu proses kematian tersebut yang terjadi tanpa melalui rasa sakit yang teramat sangat sehingga ini merupakan satu bentuk kekejaman tersendiri," jelasnya.

Kedua, lanjut dia, hukuman mati dihapus bukan karena consensus (kesepakatan) umum tetapi karena kuatnya kepemimpinan politik di negara tersebut yang melindungi dan menghormati hak asasi manusia.

"Selain karena hukuman mati itu keliru, dalam hukuman mati juga memiliki kerentanan oleh karena luasnya perbuatan pidana yang diancam hukuman mati, misalnya tindak pidana makar yang sangat mungkin vonisnya bias dan dijatuhkan kepada orang secara keliru," tegasnya.

Usman menambahkan penghapusan hukuman mati dilakukan karena pertimbangan ilmiah dan kepemimpinan politik yang pro terhadap tegaknya hukum dan HAM. Bukan karena konsensus atau reaksi masyarakat yang akan selalu terbelah, termasuk di negara yang bahkan sudah menghapus hukuman mati.

"Dalam kasus Ferdy Sambo misalnya, hukuman mati harus ditolak karena bertentangan dengan HAM, konstitusi, dan kemanusiaan," tutupnya.



Diskusi ini juga turut menghadirkan narasumber Ketua (Komnas HAM) Atnike Nova Sigiro, Peneliti Senior Imparsial yang juga Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Al Araf dan Anggota Komisi III DPR Taufik Basari.
(kri)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1909 seconds (0.1#10.140)