UU Cipta Kerja Solusi bagi 29 Juta Pekerja Terdampak Covid-19
Kamis, 19 November 2020 - 11:29 WIB
JAKARTA - Akademisi Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Rudi Kurniawan menyebut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dihadirkan salah satunya sebagai solusi bagi 29 jutaan pekerja yang terdampak Covid-19. Harapannya, agar persoalan tenaga kerja yang terdampak pandemi ini bisa teratasi dengan cepat.
Hal tersebut disampaikan Rudi Kurniawan pada seminar daring bertajuk ‘UU Cipta Kerja dan Dampak Resesi terhadap Perekonomian saat Ini dan Proyeksi Perekonomian 2021’ yang digelar oleh Prodi Ekonomi Pembangunan FEB Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Rabu 18 November 2020. (Baca juga: UU Ciptaker Dinilai Dorong Peningkatan Kesejahteraan Buruh)
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) Agustus 2020, Rudi memaparkan, dari 29 juta pekerja itu terdiri dari 2,56 juta pekerja menganggur karena dampak wabah, 1,77 juta angkatan kerja yang sementara tidak bekerja karena pandemi, dan 24,03 juta pekerja yang mengalami pengurangan jam kerja karena pandemi. Menurut dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unpad ini, banyak dari mereka yang di-PHK selama masa krisis tidak serta merta akan kembali bekerja setelah krisis berlalu karena resesi yang berkepanjangan dapat berdampak permanen pada sepertiga dari mereka. “Berdasarkan riset Barrero, Bloom dan Davis (2020), sekitar sepertiga dari pekerja yang kehilangan pekerjaan selama krisis pada akhirnya menjadi pengangguran permanen,” ungkap Rudi. (Baca juga: UU Cipta Kerja Upaya Pemerintah Tekan Angka Pengangguran)
Rudi memperjelas, penyebab mereka menjadi pengangguran permanen karena mereka kehilangan keterampilan dan periode pengangguran yang panjang karena resesi mengubah etos kerja dan mengurangi keinginan mereka untuk mendapatkan pekerjaan. Untuk itu, kata Rudi, pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan untuk mendorong perekonomian agar kembali ke potensinya dengan kebijakan stimulius fiskal dan moneter. (Baca juga: Hipmi Sebut UU Cipta Kerja Jadi Solusi Angkatan Kerja Indonesia)
Yang tak kalah penting, lanjut Rudi, adalah kebijakan untuk mengatasi persoalan pengangguran agar kembali dan siap ke pasar kerja dan tidak menjadi pengangguran permanen. “Dengan UU Cipta Kerja, mereka yang di-PHK mendapatkan pelatihan-pelatihan supaya terasah dan tune in untuk kembali ke pasar kerja,” kata peneliti Center for Economics and Development (CEDS) Unpad ini.
Persoalan pengangguran yang harus diatasi pemerintah bukan saja pekerja yang terdampak wabah tapi juga, menurut Rudi, angkatan kerja baru yang setiap tahunnya bertambah hingga 2 jutaan. Untuk itu, kemudahan perizinan berusaha dan dukungan terhadap Usaha Mikro, Kecil dan Menegah (UMKM) dan koperasi dalam UU Cipta Kerja, dinilai Rudi, tidak hanya bisa menciptakan lapangan kerja untuk menyerap pekerja dampak pandemi. Tetapi juga menyerap angkatan kerja baru dan menstimulus masyarakat untuk berwirausaha.
Merespons pro-kontra dari disahkannya UU Cipta Kerja, Rudi menilai UU Cipta Kerja urgen dihadirkan untuk jangka panjang dan ia mendukung substansi dari UU ini. “Terlepas dari salah ketik, saya sepakat dengan semangat dari UU Cipta Kerja. Prinsipnya, tidak semua orang bisa puas dengan suatu kebijakan publik. Pasti ada orang yang tidak dipuaskan. Itu biasa dalam proses politik” pungkas Rudi.
Hal tersebut disampaikan Rudi Kurniawan pada seminar daring bertajuk ‘UU Cipta Kerja dan Dampak Resesi terhadap Perekonomian saat Ini dan Proyeksi Perekonomian 2021’ yang digelar oleh Prodi Ekonomi Pembangunan FEB Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Rabu 18 November 2020. (Baca juga: UU Ciptaker Dinilai Dorong Peningkatan Kesejahteraan Buruh)
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) Agustus 2020, Rudi memaparkan, dari 29 juta pekerja itu terdiri dari 2,56 juta pekerja menganggur karena dampak wabah, 1,77 juta angkatan kerja yang sementara tidak bekerja karena pandemi, dan 24,03 juta pekerja yang mengalami pengurangan jam kerja karena pandemi. Menurut dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unpad ini, banyak dari mereka yang di-PHK selama masa krisis tidak serta merta akan kembali bekerja setelah krisis berlalu karena resesi yang berkepanjangan dapat berdampak permanen pada sepertiga dari mereka. “Berdasarkan riset Barrero, Bloom dan Davis (2020), sekitar sepertiga dari pekerja yang kehilangan pekerjaan selama krisis pada akhirnya menjadi pengangguran permanen,” ungkap Rudi. (Baca juga: UU Cipta Kerja Upaya Pemerintah Tekan Angka Pengangguran)
Rudi memperjelas, penyebab mereka menjadi pengangguran permanen karena mereka kehilangan keterampilan dan periode pengangguran yang panjang karena resesi mengubah etos kerja dan mengurangi keinginan mereka untuk mendapatkan pekerjaan. Untuk itu, kata Rudi, pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan untuk mendorong perekonomian agar kembali ke potensinya dengan kebijakan stimulius fiskal dan moneter. (Baca juga: Hipmi Sebut UU Cipta Kerja Jadi Solusi Angkatan Kerja Indonesia)
Yang tak kalah penting, lanjut Rudi, adalah kebijakan untuk mengatasi persoalan pengangguran agar kembali dan siap ke pasar kerja dan tidak menjadi pengangguran permanen. “Dengan UU Cipta Kerja, mereka yang di-PHK mendapatkan pelatihan-pelatihan supaya terasah dan tune in untuk kembali ke pasar kerja,” kata peneliti Center for Economics and Development (CEDS) Unpad ini.
Persoalan pengangguran yang harus diatasi pemerintah bukan saja pekerja yang terdampak wabah tapi juga, menurut Rudi, angkatan kerja baru yang setiap tahunnya bertambah hingga 2 jutaan. Untuk itu, kemudahan perizinan berusaha dan dukungan terhadap Usaha Mikro, Kecil dan Menegah (UMKM) dan koperasi dalam UU Cipta Kerja, dinilai Rudi, tidak hanya bisa menciptakan lapangan kerja untuk menyerap pekerja dampak pandemi. Tetapi juga menyerap angkatan kerja baru dan menstimulus masyarakat untuk berwirausaha.
Merespons pro-kontra dari disahkannya UU Cipta Kerja, Rudi menilai UU Cipta Kerja urgen dihadirkan untuk jangka panjang dan ia mendukung substansi dari UU ini. “Terlepas dari salah ketik, saya sepakat dengan semangat dari UU Cipta Kerja. Prinsipnya, tidak semua orang bisa puas dengan suatu kebijakan publik. Pasti ada orang yang tidak dipuaskan. Itu biasa dalam proses politik” pungkas Rudi.
(cip)
tulis komentar anda