Kuasa Hukum Beberkan Kronologi Tewasnya ABK Indonesia di Kapal China

Senin, 11 Mei 2020 - 00:03 WIB
Selain peristiwa meninggalnya empat ABK dengan penyakit misterius, ABK Indonesia di Kapal Long Xing 629 juga mengalami eksploitasi dan menjadi korban perdagangan orang dengan detail sebagai berikut:

1. Jam kerja yang mengharuskan para ABK bekerja selama 18 jam setiap hari. Jika kebetulan pada saat itu tangkapan ikan sedang berlimpah, para ABK harus kerja terus-menerus selama 48 jam tanpa istirahat.

2. Selama 13 bulan, kapal terus berada di tengah laut tanpa pernah berlabuh atau melihat daratan. Hal ini diduga karena kapal melakukan aktivitas illegal sehingga menghindari pemeriksaan petugas di pelabuhan. Juga diduga untuk membatasi akses ABK untuk dapat mengadu ke pihak lain tentang kondisi tidak manusiawi diatas kapal.

3. ABK Indonesia hanya diberikan air sulingan dari air laut yang masih sangat asin, sedangkan ABK Tiongkok meminum air mineral dalam kemasan botol. Beberapa penelitian menunjukkan kebanyakan minum asin dapat menyebabkan hipertensi dan jantung.

4. Dua orang ABK Indonesia mengalami kekerasan fisik oleh wakil kapten dan ABK senior Tiongkok.

5. Gaji selama tiga bulan pertama tidak diberikan secara utuh karena alasan biaya administratif. Padahal menurut ketentuan dalam UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, pembebanan biaya rekrutmen kepada pekerja merupakan tindak pidana.

6. Pembayaran gaji tidak sesuai kontrak. ABK tidak mendapatkan haknya sesuai perjanjian. Ada ABK yang hanya mendapatkan USD 120 atau Rp 1,7 juta setelah bekerja selama 13 bulan. Padahal seharusnya ABK berhak mendapatkan minimum 300 USD setiap bulan.

7. ABK sering diberi makanan berupa umpan ikan yang berbau sehingga mereka mengalami gatal dan keracunan makanan.

8. ABK Indonesia diberi makanan berupa sayur-sayur dan daging ayam yang sudah berada di freezer sejak 13 bulan, sedangkan ABK Tiongkok selalu memakan dari bahan yang masih segar yang disuplai dari kapal lain dalam satu group.

9. Koki Tiongkok membuat 2 pembagian masakan, yaitu makanan khusus ABK Tiongkok yang seluruhnya lebih segar dan menggunakan air minum botol, dan makanan khusus ABK Indonesia dengan makanan lama yang tidak segar dan berbau.

10. Kontrak kerja (Perjanjian Kerja Laut) memuat unsur yang membuat ABK berada dalam kondisi rentan, antara lain jam kerja tidak terbatas semuanya ditentukan kapten, hanya boleh makan-makanan yang disiapkan tidak boleh komplain walau yang ada tidak layak atau bertentangan dengan agama, tidak boleh membantah perintah apapun dari kapten, tidak boleh melarikan diri dari kapal, dan lainnya.

11. Kontrak kerja memuat informasi yang tidak benar, seperti misalnya dalam kontrak disebut kapal berbendera Korea Selatan, nyatanya kapal berbendera Tiongkok.

Umumnya ABK yang direkrut adalah memiliki latar belakang ekonomi dan pendidikan yang lemah. Karena putus asa mencari pekerjaan layak di dalam negeri, para korban didatangi oleh calo penempatan tenaga kerja (biasa disebut sponsor), dan menjanjikan ada pekerjaan yang layak dengan iming-iming gaji besar.

Jika setuju, maka para korban akan dibawa ke agen penyalur ABK, tugas sponsor berhenti sampai di sini dan kemudian mendapatkan uang dari agen penyalur. Setelah itu, agen penyalur akan bekerjasama dengan pemilik kapal untuk penempatan ABK.

Pada kasus ini, Pihak agensi diduga tutup mata dan melepaskan tanggung jawab tentang situasi dan nasib Para ABK setelah berada di Kapal Long Xing 629.

Agensi tidak melakukan pengawasan terhadap keberlangsungan hidup yang layak Para ABK tersebut, sehingga ABK harus hidup ditempat yang tidak layak dengan makanan dan minuman yang tidak manusiawi.

Lebih parahnya lagi, Agensi yang seharusnya mengirimkan uang kepada keluarga ABK, juga tidak dilaksanakan. Padahal secara hukum agensi bertanggungjawab terhadap ABK dalam masa pra kerja, saat kerja dan pasca kerja (pemulangan).

Ini jelas bentuk perbudakan modern, dimana pihak Penyalur (agensi) tutup mata akan hal ini dan hanya mengejar keuntungan semata.

Kapal Long Xing 629 tergabung dengan grup lainnya seperti Long Xing 806, Long Xing 805, Long Xing 630, Long Xing 802, Long Xing 605, dan Tian Yu 8 di bawah bendera Dalian Ocean Fishing Co., Ltd.

Seharusnya grup ini menangkap tuna karena menggunakan alat tangkap long line. Namun faktanya, mereka juga memiliki alat tangkap untuk menangkap hiu dan spesies dilindungi lainnya.

Hasil tangkapan berupa 20 ekor hiu per hari biasanya akan ditransfer ke kapal lain di tengah laut. Pada periode tangkapan terakhir, mereka memiliki 16 box yang masing-masing berisi 45 kilogram sirip hiu.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More