Mangkus-Sangkil Media Sosial
Senin, 16 November 2020 - 05:45 WIB
Lebih banyak konten yang disebarkan daripada pertukaran wawasan yang saling berpendar manfaat. Konten belum dibaca, sudah mau dibagi. Hanya dengan melihat judul, belum pernah diklik, sudah menganggap tahu persis keseluruhan kontennya. Belum lagi, urusan yang tak bisa membedakan mana informasi kredibel dan akurat dengan informasi yang abal-abal. Asal "nyablak". Share, share, dan share, ternyata hoaks.
Kita tentu tak boleh tidak berterima kasih pada pendiri medsos yang telah dalam hitungan sekejap dapat menyajikan informasi terkini dan dari mana saja. Dari fenomena alam, inaugurasi, kejadian unik, polemik kontroversial, hingga inspirasi kehidupan. Perihal apa saja, nyaris terpatri pada fitur-fitur medsos.
Karenanya, dibutuhkan pengelolaan secara mangkus (efektif) dan sangkil (efisien) terhadap medsos. Perlu mencari formula yang tepat bahwa medsos itu baik bagi kesehatan akal; bermanfaat bagi kesehatan siklus keseharian; dan akurat bagi kesehatan nutrisi otak.
Pertanyaan selanjutnya, lantas siklus apa yang tak berubah dari dampak medsos? Nyaris tak ada siklus yang tetap oleh teknologi medsos. Harapan iseng, bolehkah nantinya pabrik gawai bisa bersabar untuk tidak grasa-grusu mengorbitkan produk teranyarnya? Mustahil. Rugi pabrik. Dampak terhadap manusia (netizen), belum sempat memahami produk atas sarana teknologi yang ada, sudah muncul pula produk lainnya. Bahkan ada yang tak sempat bergawai pada produk tertentu, kemudian melompatinya. Belum lagi, pada fitur-fitur medsos yang kompatibel di dalamnya.
Penulis memperkirakan belum semua orang paham fitur-fitur pada gawai yang dimilikinya. Keburu rusak, kepincut model baru, atau ingin beli lagi. Konsumennya siapa saja. Pasalnya, pabrik jorjoran promosi besar. Inilah sedikit dampak sampingannya. Manusia atau sebagian netizen pengguna gawai seperti mengalami kekeringan wawasan, akibat melubernya arus deras informasi yang tak sempat dibaca dan disimaknya.
Lebih padat konten meneruskan/memindahkan daripada menyimak esensi dari wawasan literasi medsos. Tanggung jawab dan pilihan bijak ada pada benak manusia (warga negara), untuk menggunakannya.
Selamat bermedsos dengan baik. Mari bijak dan baik bergawai. Mangkus-sangkil bermedia sosial. Kita pada akhirnya akan dimintakan pertanggungjawaban kelak, termasuk pula konsekuensinya. Kita perlu menyajikan dan menyimak informasi akurat, tepat, bermanfaat.
Kita rindu literasi natural komunikasi agar tak punah, kendati kita tertarik dengan medsos yang memudahkan serta gandrung pada hal-hal yang viral dan virtual. Bagaimanapun, sesekali kita perlu digital detox untuk sejenak menjadi ruang jeda serta meminimalkan dampak keterpaparan medsos.
Kita tentu tak boleh tidak berterima kasih pada pendiri medsos yang telah dalam hitungan sekejap dapat menyajikan informasi terkini dan dari mana saja. Dari fenomena alam, inaugurasi, kejadian unik, polemik kontroversial, hingga inspirasi kehidupan. Perihal apa saja, nyaris terpatri pada fitur-fitur medsos.
Karenanya, dibutuhkan pengelolaan secara mangkus (efektif) dan sangkil (efisien) terhadap medsos. Perlu mencari formula yang tepat bahwa medsos itu baik bagi kesehatan akal; bermanfaat bagi kesehatan siklus keseharian; dan akurat bagi kesehatan nutrisi otak.
Pertanyaan selanjutnya, lantas siklus apa yang tak berubah dari dampak medsos? Nyaris tak ada siklus yang tetap oleh teknologi medsos. Harapan iseng, bolehkah nantinya pabrik gawai bisa bersabar untuk tidak grasa-grusu mengorbitkan produk teranyarnya? Mustahil. Rugi pabrik. Dampak terhadap manusia (netizen), belum sempat memahami produk atas sarana teknologi yang ada, sudah muncul pula produk lainnya. Bahkan ada yang tak sempat bergawai pada produk tertentu, kemudian melompatinya. Belum lagi, pada fitur-fitur medsos yang kompatibel di dalamnya.
Penulis memperkirakan belum semua orang paham fitur-fitur pada gawai yang dimilikinya. Keburu rusak, kepincut model baru, atau ingin beli lagi. Konsumennya siapa saja. Pasalnya, pabrik jorjoran promosi besar. Inilah sedikit dampak sampingannya. Manusia atau sebagian netizen pengguna gawai seperti mengalami kekeringan wawasan, akibat melubernya arus deras informasi yang tak sempat dibaca dan disimaknya.
Lebih padat konten meneruskan/memindahkan daripada menyimak esensi dari wawasan literasi medsos. Tanggung jawab dan pilihan bijak ada pada benak manusia (warga negara), untuk menggunakannya.
Selamat bermedsos dengan baik. Mari bijak dan baik bergawai. Mangkus-sangkil bermedia sosial. Kita pada akhirnya akan dimintakan pertanggungjawaban kelak, termasuk pula konsekuensinya. Kita perlu menyajikan dan menyimak informasi akurat, tepat, bermanfaat.
Kita rindu literasi natural komunikasi agar tak punah, kendati kita tertarik dengan medsos yang memudahkan serta gandrung pada hal-hal yang viral dan virtual. Bagaimanapun, sesekali kita perlu digital detox untuk sejenak menjadi ruang jeda serta meminimalkan dampak keterpaparan medsos.
(bmm)
tulis komentar anda