Mangkus-Sangkil Media Sosial
loading...
A
A
A
Mujaddid Muhas
Kepala Bagian Humas dan Protokol Pemda Lombok Utara
TIAP perubahan memiliki konsekuensi, sesuai paradigma zamannya. Media sosial (medsos) membuat lokus perjumpaan natural kian minimalis. Realitanya begitu. Tetapi, realita pula menumbuhkan dimensi waktu kian singkat. Waktu terasa cepat melesat dan nyaris secara psikososial ia terasa mengurang dalam siklus keseharian. Dimensi waktu inti digunakan untuk melakukan updating, jelajah informatif, respons chatting. Medsos membuat agenda siklus keseharian mengalami konversi total, termasuk sublimasi paradigma manusia mengenai keterpengaruhan eksistensi.
Pada lain hal, medsos membuat kesegaran percakapan mengalami pergeseran: dari interaksi berhadapan langsung menjadi interkorelasi via layar. Medsos bertumbuh, medium parsial bertambah, tetapi etika cenderung terabaikan. Kendati estetika penggunanya sebagian terwadahi. Relasi ikatan sosial kemanusiaan menjadi “tak lagi” hangat sebagai obrolan dalam suasana yang mengiringi, namun hangat pada gawai dan jari-jemari.
Demi tumbuh kembang generasi, penyedia konten medsos dan internet perlu kebijakan dan regulasi agar kehidupan natural terus bisa dirasakan. Semisal konten yang memiliki unsur kekerasan, terutama pada permainan (game), diminimalkan dari ekosistemnya. Pada kenyataannya, banyak anak kini terbiasa dengan gawai. Sebagai akibatnya, anak-anak kini sulit berinteraksi dengan teman sebayanya. Contohnya, tak lagi banyak waktu bagi mereka menyusuri alam terbuka. Perilaku anak pun jadi introvert. Realitas tersebut dialami dan, mungkin seterusnya, menjadi kebiasaan apabila tak ada upaya untuk menata perilaku "kebablasan" dalam bermedia sosial yang kian berdampak pada generasi sebelum remaja. Bagaimana dengan 10-30 tahun mendatang saat usia mereka beranjak dewasa. Pastinya, teknologi kian melaju pesat. Tatanan mentalnya mesti seirama melesatnya zaman.
Uniknya, nyaris semua pendiri medsos pasif menggunakan aplikasi mereka. Sebaliknya, nyaris semua pengguna medsos itu mengonsumsinyas hingga gandrung. Seolah menjadi paradoks: medsos tidak digunakan sayang, digunakan tak ada waktu luang. Dengan medsos siklus hidup keseharian mengalami pergeseran. Siklus yang lebih banyak mengunggah daripada membaca. Perkembangan selanjutnya pengguna medsos lebih sibuk menghapus, "menyapu", atau meneruskan seliweran konten medsos daripada menyimaknya sebagai wawasan.
Dengan cepat pabrik gawai keburu sudah mengorbitkan produk terbaru. Sampai di sini, premisnya: kita seolah sudah diatur mesin (manufaktur pabrikasi). Tetapi, manusia dengan cipta, rasa, dan karsa yang dimilikinya, adaptif terhadap keadaan yang melingkupinya. Bagaimanapun teknologi menimbulkan dilema: menyajikan teknologi instan melalui kecanggihan fitur, tetapi sekaligus mengubah siklus natural manusia ke dalam siklus mesin pabrikasi.
Sebagaimana pendapat R Kristiawan, dalam Jurnal Mandatory Volume 10 Nomor 2, Ruang Publik Semu: Problem Partisipasi dalam Media Sosial di Indonesia. "Keberhasilan dan kegagalan penggunaan media sosial sebagai katalisator partisipasi sosial berhubungan dengan banyak aspek dalam relasi yang rumit, misalnya momentum, dukungan media tradisional, terutama televisi, serta persoalan teknologi terutama kemerataan akses internet di Indonesia." (IRE Yogyakarta, 2013: 49).
Sementara itu, menolak/abai dengan kepesatan teknologi komunikasi dengan opsi medsos yang "mewabah" adalah kemunduran, bahkan bisa tertinggal oleh zaman. Tak menggunakannya sama dengan berada di ruang hampa, tanpa bisa berbuat apa-apa. Bila tak percaya, silakan kita mencoba. Semisal keinginan untuk bertahan tidak mengelola gawai selama seminggu. Dapat dipastikan, sedikit orang yang bisa. Selain psikososial pengguna gawai dari sisi siklus telah mengalami tuman (terbiasa mengulangi), bila menggunakan pun tersugesti untuk mencandunya.
Lebih banyak konten yang disebarkan daripada pertukaran wawasan yang saling berpendar manfaat. Konten belum dibaca, sudah mau dibagi. Hanya dengan melihat judul, belum pernah diklik, sudah menganggap tahu persis keseluruhan kontennya. Belum lagi, urusan yang tak bisa membedakan mana informasi kredibel dan akurat dengan informasi yang abal-abal. Asal "nyablak". Share, share, dan share, ternyata hoaks.
Kita tentu tak boleh tidak berterima kasih pada pendiri medsos yang telah dalam hitungan sekejap dapat menyajikan informasi terkini dan dari mana saja. Dari fenomena alam, inaugurasi, kejadian unik, polemik kontroversial, hingga inspirasi kehidupan. Perihal apa saja, nyaris terpatri pada fitur-fitur medsos.
Karenanya, dibutuhkan pengelolaan secara mangkus (efektif) dan sangkil (efisien) terhadap medsos. Perlu mencari formula yang tepat bahwa medsos itu baik bagi kesehatan akal; bermanfaat bagi kesehatan siklus keseharian; dan akurat bagi kesehatan nutrisi otak.
Pertanyaan selanjutnya, lantas siklus apa yang tak berubah dari dampak medsos? Nyaris tak ada siklus yang tetap oleh teknologi medsos. Harapan iseng, bolehkah nantinya pabrik gawai bisa bersabar untuk tidak grasa-grusu mengorbitkan produk teranyarnya? Mustahil. Rugi pabrik. Dampak terhadap manusia (netizen), belum sempat memahami produk atas sarana teknologi yang ada, sudah muncul pula produk lainnya. Bahkan ada yang tak sempat bergawai pada produk tertentu, kemudian melompatinya. Belum lagi, pada fitur-fitur medsos yang kompatibel di dalamnya.
Penulis memperkirakan belum semua orang paham fitur-fitur pada gawai yang dimilikinya. Keburu rusak, kepincut model baru, atau ingin beli lagi. Konsumennya siapa saja. Pasalnya, pabrik jorjoran promosi besar. Inilah sedikit dampak sampingannya. Manusia atau sebagian netizen pengguna gawai seperti mengalami kekeringan wawasan, akibat melubernya arus deras informasi yang tak sempat dibaca dan disimaknya.
Lebih padat konten meneruskan/memindahkan daripada menyimak esensi dari wawasan literasi medsos. Tanggung jawab dan pilihan bijak ada pada benak manusia (warga negara), untuk menggunakannya.
Selamat bermedsos dengan baik. Mari bijak dan baik bergawai. Mangkus-sangkil bermedia sosial. Kita pada akhirnya akan dimintakan pertanggungjawaban kelak, termasuk pula konsekuensinya. Kita perlu menyajikan dan menyimak informasi akurat, tepat, bermanfaat.
Kita rindu literasi natural komunikasi agar tak punah, kendati kita tertarik dengan medsos yang memudahkan serta gandrung pada hal-hal yang viral dan virtual. Bagaimanapun, sesekali kita perlu digital detox untuk sejenak menjadi ruang jeda serta meminimalkan dampak keterpaparan medsos.
Kepala Bagian Humas dan Protokol Pemda Lombok Utara
TIAP perubahan memiliki konsekuensi, sesuai paradigma zamannya. Media sosial (medsos) membuat lokus perjumpaan natural kian minimalis. Realitanya begitu. Tetapi, realita pula menumbuhkan dimensi waktu kian singkat. Waktu terasa cepat melesat dan nyaris secara psikososial ia terasa mengurang dalam siklus keseharian. Dimensi waktu inti digunakan untuk melakukan updating, jelajah informatif, respons chatting. Medsos membuat agenda siklus keseharian mengalami konversi total, termasuk sublimasi paradigma manusia mengenai keterpengaruhan eksistensi.
Pada lain hal, medsos membuat kesegaran percakapan mengalami pergeseran: dari interaksi berhadapan langsung menjadi interkorelasi via layar. Medsos bertumbuh, medium parsial bertambah, tetapi etika cenderung terabaikan. Kendati estetika penggunanya sebagian terwadahi. Relasi ikatan sosial kemanusiaan menjadi “tak lagi” hangat sebagai obrolan dalam suasana yang mengiringi, namun hangat pada gawai dan jari-jemari.
Demi tumbuh kembang generasi, penyedia konten medsos dan internet perlu kebijakan dan regulasi agar kehidupan natural terus bisa dirasakan. Semisal konten yang memiliki unsur kekerasan, terutama pada permainan (game), diminimalkan dari ekosistemnya. Pada kenyataannya, banyak anak kini terbiasa dengan gawai. Sebagai akibatnya, anak-anak kini sulit berinteraksi dengan teman sebayanya. Contohnya, tak lagi banyak waktu bagi mereka menyusuri alam terbuka. Perilaku anak pun jadi introvert. Realitas tersebut dialami dan, mungkin seterusnya, menjadi kebiasaan apabila tak ada upaya untuk menata perilaku "kebablasan" dalam bermedia sosial yang kian berdampak pada generasi sebelum remaja. Bagaimana dengan 10-30 tahun mendatang saat usia mereka beranjak dewasa. Pastinya, teknologi kian melaju pesat. Tatanan mentalnya mesti seirama melesatnya zaman.
Uniknya, nyaris semua pendiri medsos pasif menggunakan aplikasi mereka. Sebaliknya, nyaris semua pengguna medsos itu mengonsumsinyas hingga gandrung. Seolah menjadi paradoks: medsos tidak digunakan sayang, digunakan tak ada waktu luang. Dengan medsos siklus hidup keseharian mengalami pergeseran. Siklus yang lebih banyak mengunggah daripada membaca. Perkembangan selanjutnya pengguna medsos lebih sibuk menghapus, "menyapu", atau meneruskan seliweran konten medsos daripada menyimaknya sebagai wawasan.
Dengan cepat pabrik gawai keburu sudah mengorbitkan produk terbaru. Sampai di sini, premisnya: kita seolah sudah diatur mesin (manufaktur pabrikasi). Tetapi, manusia dengan cipta, rasa, dan karsa yang dimilikinya, adaptif terhadap keadaan yang melingkupinya. Bagaimanapun teknologi menimbulkan dilema: menyajikan teknologi instan melalui kecanggihan fitur, tetapi sekaligus mengubah siklus natural manusia ke dalam siklus mesin pabrikasi.
Sebagaimana pendapat R Kristiawan, dalam Jurnal Mandatory Volume 10 Nomor 2, Ruang Publik Semu: Problem Partisipasi dalam Media Sosial di Indonesia. "Keberhasilan dan kegagalan penggunaan media sosial sebagai katalisator partisipasi sosial berhubungan dengan banyak aspek dalam relasi yang rumit, misalnya momentum, dukungan media tradisional, terutama televisi, serta persoalan teknologi terutama kemerataan akses internet di Indonesia." (IRE Yogyakarta, 2013: 49).
Sementara itu, menolak/abai dengan kepesatan teknologi komunikasi dengan opsi medsos yang "mewabah" adalah kemunduran, bahkan bisa tertinggal oleh zaman. Tak menggunakannya sama dengan berada di ruang hampa, tanpa bisa berbuat apa-apa. Bila tak percaya, silakan kita mencoba. Semisal keinginan untuk bertahan tidak mengelola gawai selama seminggu. Dapat dipastikan, sedikit orang yang bisa. Selain psikososial pengguna gawai dari sisi siklus telah mengalami tuman (terbiasa mengulangi), bila menggunakan pun tersugesti untuk mencandunya.
Lebih banyak konten yang disebarkan daripada pertukaran wawasan yang saling berpendar manfaat. Konten belum dibaca, sudah mau dibagi. Hanya dengan melihat judul, belum pernah diklik, sudah menganggap tahu persis keseluruhan kontennya. Belum lagi, urusan yang tak bisa membedakan mana informasi kredibel dan akurat dengan informasi yang abal-abal. Asal "nyablak". Share, share, dan share, ternyata hoaks.
Kita tentu tak boleh tidak berterima kasih pada pendiri medsos yang telah dalam hitungan sekejap dapat menyajikan informasi terkini dan dari mana saja. Dari fenomena alam, inaugurasi, kejadian unik, polemik kontroversial, hingga inspirasi kehidupan. Perihal apa saja, nyaris terpatri pada fitur-fitur medsos.
Karenanya, dibutuhkan pengelolaan secara mangkus (efektif) dan sangkil (efisien) terhadap medsos. Perlu mencari formula yang tepat bahwa medsos itu baik bagi kesehatan akal; bermanfaat bagi kesehatan siklus keseharian; dan akurat bagi kesehatan nutrisi otak.
Pertanyaan selanjutnya, lantas siklus apa yang tak berubah dari dampak medsos? Nyaris tak ada siklus yang tetap oleh teknologi medsos. Harapan iseng, bolehkah nantinya pabrik gawai bisa bersabar untuk tidak grasa-grusu mengorbitkan produk teranyarnya? Mustahil. Rugi pabrik. Dampak terhadap manusia (netizen), belum sempat memahami produk atas sarana teknologi yang ada, sudah muncul pula produk lainnya. Bahkan ada yang tak sempat bergawai pada produk tertentu, kemudian melompatinya. Belum lagi, pada fitur-fitur medsos yang kompatibel di dalamnya.
Penulis memperkirakan belum semua orang paham fitur-fitur pada gawai yang dimilikinya. Keburu rusak, kepincut model baru, atau ingin beli lagi. Konsumennya siapa saja. Pasalnya, pabrik jorjoran promosi besar. Inilah sedikit dampak sampingannya. Manusia atau sebagian netizen pengguna gawai seperti mengalami kekeringan wawasan, akibat melubernya arus deras informasi yang tak sempat dibaca dan disimaknya.
Lebih padat konten meneruskan/memindahkan daripada menyimak esensi dari wawasan literasi medsos. Tanggung jawab dan pilihan bijak ada pada benak manusia (warga negara), untuk menggunakannya.
Selamat bermedsos dengan baik. Mari bijak dan baik bergawai. Mangkus-sangkil bermedia sosial. Kita pada akhirnya akan dimintakan pertanggungjawaban kelak, termasuk pula konsekuensinya. Kita perlu menyajikan dan menyimak informasi akurat, tepat, bermanfaat.
Kita rindu literasi natural komunikasi agar tak punah, kendati kita tertarik dengan medsos yang memudahkan serta gandrung pada hal-hal yang viral dan virtual. Bagaimanapun, sesekali kita perlu digital detox untuk sejenak menjadi ruang jeda serta meminimalkan dampak keterpaparan medsos.
(bmm)