Yuk, Cuci Tangan Pakai Sabun
Jum'at, 16 Oktober 2020 - 05:57 WIB
Dalam pengamatannya, ada RT/RW yang sudah berinisiatif sendiri menyediakan fasilitas cuci tangan bersama. Namun untuk di fasilitas publik terkadang masih luput dari pantauan. Meski sudah tersedia, belum diketahui apakah fasilitas tersebut memang digunakan atau tidak.
“Ini juga jadi pertanyaan. Jadi diprioritaskan tempat publik dan dibuat juga visualisasi yang menarik sebagai upaya promosi kesehatannya (promkes). Tempat-tempat cuci tangan juga perlu dilengkapi poster atau visualisasi yang menarik,” ujarnya. (Baca juga: Ombudsman Surati Kapolri, Minta Pendekatan Persuasif dalam Unjuk Rasa)
Di beberapa tempat atau ruang publik yang diamati, lanjut Vunny, ada yang sudah menyediakan fasilitas cuci tangan. Hanya saja tidak terpakai maksimal. Padahal banyak yang berkegiatan di sana seperti di lingkungan sekitar pasar. Tempat-tempat yang rawan berkerumun seperti itu perlu lebih diperhatikan.
Kesenjangan Antarprovinsi Sangat Lebar
Kirana Pritasari memaparkan, CTPS merupakan pilar kedua dari sanitasi total berbasis masyarakat (STBM) yang mencakup 5 pilar higienitas sanitasi. Pilar dimaksud meliputi stop buang air besar sembarangan, cuci tangan pakai sabun, pengamanan air minum dan makanan rumah tangga, pengelolaan sampah rumah tangga, dan pengelolaan limbah cair rumah tangga.
Bahkan, lanjut dia, STBM telah ditetapkan sebagai strategi nasional pembangunan sanitasi yang diperkuat dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang merupakan pendekatan perilaku higienis dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat. (Baca juga: Antisipasi Demo, Jalan Sekitar Istana Kembali Dialihkan)
Menurut dia, saat ini akses fasilitas CTPS juga perlu ditingkatkan. Apalagi masih ada sekitar 40% dari populasi dunia atau sekitar 3 miliar orang tidak memiliki akses fasilitas CTPS di rumah mereka. Selain itu kurangnya akses fasilitas CTPS di sekolah, tempat kerja, fasilitas kesehatan serta ruang publik tempat orang berkumpul seperti pasar dan pusat transportasi.
Di Indonesia sendiri, lanjutnya, jika dibandingkan dengan DKI Jakarta, juga masih ada kesenjangan fasilitas CTPS antarprovinsi. “Berdasarkan data Riskesdas 2018, hanya setengah dari populasi masyarakat Indonesia di atas usia 10 tahun yang mempraktikkan perilaku cuci tangan yang benar. Kesenjangan antarprovinsi sangat lebar. Bahkan Ibu Kota Jakarta yang jadi salah satu episentrum Covid-19 hanya mencatat 73% akses,” papar Kirana.
Namun, kata Kirana, akses ke fasilitas ke CTPS ini hanya berguna jika disertai dengan perilaku cuci tangan pakai sabun. “Yaitu ketika orang mencuci tangan dengan sabun secara teratur di semua waktu kritis dan mengikuti cara mencuci tangan yang benar,” tegasnya.
Selain itu perilaku CTPS, menurut Kirana, merupakan salah satu dari tiga perilaku yang menjadi cara yang sangat efektif dalam pencegahan Covid-19 selain memakai masker dan jaga jarak. “Ketiganya merupakan bagian dari kampanye nasional, jangan sampai kendur yang selalu kita dengungkan,” tegasnya. (Lihat videonya: Satukan Tekad untuk Memenangkan Perang Melawan Covid-19)
“Ini juga jadi pertanyaan. Jadi diprioritaskan tempat publik dan dibuat juga visualisasi yang menarik sebagai upaya promosi kesehatannya (promkes). Tempat-tempat cuci tangan juga perlu dilengkapi poster atau visualisasi yang menarik,” ujarnya. (Baca juga: Ombudsman Surati Kapolri, Minta Pendekatan Persuasif dalam Unjuk Rasa)
Di beberapa tempat atau ruang publik yang diamati, lanjut Vunny, ada yang sudah menyediakan fasilitas cuci tangan. Hanya saja tidak terpakai maksimal. Padahal banyak yang berkegiatan di sana seperti di lingkungan sekitar pasar. Tempat-tempat yang rawan berkerumun seperti itu perlu lebih diperhatikan.
Kesenjangan Antarprovinsi Sangat Lebar
Kirana Pritasari memaparkan, CTPS merupakan pilar kedua dari sanitasi total berbasis masyarakat (STBM) yang mencakup 5 pilar higienitas sanitasi. Pilar dimaksud meliputi stop buang air besar sembarangan, cuci tangan pakai sabun, pengamanan air minum dan makanan rumah tangga, pengelolaan sampah rumah tangga, dan pengelolaan limbah cair rumah tangga.
Bahkan, lanjut dia, STBM telah ditetapkan sebagai strategi nasional pembangunan sanitasi yang diperkuat dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang merupakan pendekatan perilaku higienis dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat. (Baca juga: Antisipasi Demo, Jalan Sekitar Istana Kembali Dialihkan)
Menurut dia, saat ini akses fasilitas CTPS juga perlu ditingkatkan. Apalagi masih ada sekitar 40% dari populasi dunia atau sekitar 3 miliar orang tidak memiliki akses fasilitas CTPS di rumah mereka. Selain itu kurangnya akses fasilitas CTPS di sekolah, tempat kerja, fasilitas kesehatan serta ruang publik tempat orang berkumpul seperti pasar dan pusat transportasi.
Di Indonesia sendiri, lanjutnya, jika dibandingkan dengan DKI Jakarta, juga masih ada kesenjangan fasilitas CTPS antarprovinsi. “Berdasarkan data Riskesdas 2018, hanya setengah dari populasi masyarakat Indonesia di atas usia 10 tahun yang mempraktikkan perilaku cuci tangan yang benar. Kesenjangan antarprovinsi sangat lebar. Bahkan Ibu Kota Jakarta yang jadi salah satu episentrum Covid-19 hanya mencatat 73% akses,” papar Kirana.
Namun, kata Kirana, akses ke fasilitas ke CTPS ini hanya berguna jika disertai dengan perilaku cuci tangan pakai sabun. “Yaitu ketika orang mencuci tangan dengan sabun secara teratur di semua waktu kritis dan mengikuti cara mencuci tangan yang benar,” tegasnya.
Selain itu perilaku CTPS, menurut Kirana, merupakan salah satu dari tiga perilaku yang menjadi cara yang sangat efektif dalam pencegahan Covid-19 selain memakai masker dan jaga jarak. “Ketiganya merupakan bagian dari kampanye nasional, jangan sampai kendur yang selalu kita dengungkan,” tegasnya. (Lihat videonya: Satukan Tekad untuk Memenangkan Perang Melawan Covid-19)
Lihat Juga :
tulis komentar anda