Komjak Minta Kolaborasi Penegak Hukum Jerat Politisi di Kasus Djoko Tjandra

Senin, 21 September 2020 - 10:59 WIB
Komisi Kejaksaan menyatakan kolaborasi penegak hukum baik kejaksaan, Polri, dan KPK harus mampu menjerat oknum politisi yang diduga terlibat mafia hukum kasus Djoko Tjandra. Foto/SINDOnews
JAKARTA - Komisi Kejaksaan (Komjak) menyatakan kolaborasi penegak hukum baik kejaksaan, Polri, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mampu menjerat oknum politisi yang diduga terlibat mafia hukum kasus Djoko Tjandra. Hal ini didasarkan pada sangkaan yang dialamatkan kepada Jaksa Pinangki atas dugaan suap, Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan permufakatan jahat.

Dalam kaitannya dengan dugaan permufakatan jahat inilah Komjak menekankan pemberantasan praktik mafia hukum yang melibatkan lintas profesi, seperti oknum penegak hukum, oknum penasehat hukum, oknum pengusaha dan terakhir oknum politisi diharapkan dapat diungkap tuntas melalui kerja sama penegak hukum, baik kepolisian, kejaksaan dan KPK. "Publik tidak mempersoalkan koordinasi dan supervisi, tapi publik mengharapkan para bandit penjahat ini ditindak," kata Ketua Komjak Barita Simajuntak saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (21/9/2020).

Barita mengungkapkan, berdasarkan ekspos yang dilakukan Komjak pertama kali terkuak Jaksa Pinangki yang notabene tidak berperan sebagai penyidik jaksa dan tidak memiliki kewenangan eksekusi, justru menjadi salah satu sosok sentral dalam kasus ini. Kemudian muncul oknum penasehat hukum Anita Kolopaking, serta Andi Irfan Jaya, pengusaha sekaligus mantan politisi Nasdem yang tak lain adalah Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Nasdem Sulawesi Selatan. "Ini sudah kelihatan benang merahnya, bahwa diduga ada mafia sindikat atau industri hukum yang bermain di sini," ujar Barita. (Baca juga: Jampidsus Kesal Dulu Dibilang Lelet Sekarang Terburu-buru Tangani Kasus Jaksa Pinangki)

Atas dugaan pemufakatan jahat itulah menurut Barita penegak hukum harus mendalami seluruh pihak yang terlibat termasuk informasi terkait dugaan adanya oknum politisi di parlemen yang menjadi bagian dalam kasus mafia hukum ini. “Kalau sudah sedemikian parahnya, kalau tidak ditindak tegas tentu publik menduga metamorfosis sindikat hukum ini akan rusak dan akan terus menerus menggerogoti penegakan hukum kita. Ini tidak bisa dibiarkan,” tegasnya.



Barita menuturkan Indonesia sebagai negara hukum yang menganut equality before the law dan due process of the law, seharusnya mampu menjerat semua pihak yang terlibat dalam dugaan kuat pemukatan jahat pada kasus Djoko Tjandra, termasuk dugaan keterlibatan oknum anggota DPR RI yang hingga kini belum disentuh. (Baca juga: Kejagung Korek Keterangan Andi Irfan di Kasus Djoko Tjandra)

Barita meyakini penyidikan kasus itu belum selesai karena masih dapat didalami dari keterangan Djoko Tjandra dan Andi Irfan Jaya yang juga dijerat pasal pemufakatan jahat. Penekanannya kata Barita pada mafia hukum, makelar kasus (Markus) lintas profesi yang bermufakat jahat melakukan perbuatan melawan hukum yang harus diungkap tuntas. (Baca juga: Kuasa Hukum Sebut Andi Irfan Penghubung Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki)

Oleh karenanya KPK sebagai lembaga penegak hukum yang memiliki kewenangan super power, kata Barita, tidak boleh diam dan harus bertanggung jawab turut serta mengungkap tuntas peran pihak-pihak lain dalam kasus ini. “Kita punya KPK, lembaga penegak hukum yang dibekali kewenangan kuat untuk mengungkap ini semua,” ucapnya.

Untuk itu KPK menurutnya harus cermat melihat apakah kepolisian atau kejaksaan mengalami kendala dalam mengusut lebih jauh pihak-pihak lain dalam pusaran kasus ini, apakah itu melalui koordinasi maupun supervisi. KPK harus menganggap serius bahwa ada sindikat mafia hukum sedang mengancam eksistensi penegakan hukum kita. “Ini kan sebenarnya sudah kelihatan, apa KPK masih mau diam, tidak melakukan langkah yang proaktif? Mafia hukim ini sudah sangat mengancam,” sergahnya.

Sementara itu, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mendesak KPK mendalami dan mengungkap istilah "King Maker", serta "Bapakku dan Bapakmu" pada pusaran kasus Djoko Tjandra. Boyamin mengaku telah menyerahkan dokumen foto "print out" sebuah narasi percakapan antara Pinangki dengan Anita Kolopaking kepada KPK terkai pengurusan fatwa untuk membantu pembebasan Djoko Tjandra dari perkara yang membelitnya berupa penjara dua tahun atas perkara dugaan korupsi cesie hak tagih Bank Bali. "Bahwa print out seluruh dokumen terdiri 200 halaman tersebut telah diserahkan kepada KPK dan Kami telah melakukan penjelasan kepada KPK disertai tambahan dokumen lain dan analisa yang relevan," ujar Boyamin.

Aktivis antikorupsi itu menegaskan bahan tersebut seharusnya dapat digunakan KPK untuk mensupervisi gelar perkara bersama Bareskrim dan Kejagung. Boyamin juga mempersiapkan materi gugatan praperadilan terhadap KPK jika lembaga antirasuah itu tidak menindaklanjuti bahan yang telah diberikan. "Praperadilan yang akan kami ajukan nanti adalah juga dipakai sarana untuk membuka semua isi dokumen tersebut agar diketahui oleh publik secara sah di hadapan hakim," ujar Boyamin.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More