Usulan Penundaan Pilkada, MPR Minta Dilakukan Pemetaan Wilayah

Kamis, 17 September 2020 - 08:55 WIB
Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid saat melakukan kunjungan kerja di Tasikmalaya, Jawa Barat, Kamis (17/9/2020). FOTO/SINDOnews/Abdul Rochim
TASIKMALAYA - Sejumlah kalangan menyuarakan penundaan Pemilihan Kepala Daerah ( Pilkada ) Serentak 2020, menyusul semakin tingginya kasus Covid-19 di Tanah Air.

Menyikapi usulan penundaan pilkada, Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid mengatakan bahwa penyelenggaraan pilkada pada 9 Desember mendatang sudah merupakan hasil dari penundaan, setelah sebelumnya pilkada dijadwalkan digelar pada September 2020. (Baca juga: Waspada Aksi Kejahatan Mencatut Nama KPK saat Pilkada Serentak dan Pandemi COVID-19)

"Pilkada memang sudah ditunda. Kalau ditunda lagi, berarti penundaan dua kali. Ukuran penundaan itu adalah Covid-19, dan tidak ada yang bisa memastikan bahwa Covid-19 akan selesai tanggal berapa. Jadi kalau seandainya ditunda lagi, itu tanggal berapa? Itu semua menggunakan reka-reka, perkiraan," ungkap politikus yang akrab disapa Gus Jazil ini di sela kunjungan kerjanya ke Tasikmalaya, Kamis (17/9/2020). (Baca juga: Sejumlah Pejabat Daerah Meninggal Akibat COVID-19, Ini Arahan Kemendagri)



Karena itu, menurut Gus Jazil, langkah terbaik adalah pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri bersama dengan DPR dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan pemetaan wilayah yang bakal menggelar pilkada. "Dari 270 daerah yang menggelar pilkada, mulai hari ini, pemerintah dan DPR memetakan kira-kira daerah mana saja yang kemungkinannya harus ditunda. Jadi jangan diberlakukan sama karena alasan ditundanya pilkada ini karena Covid-19 maka daerah yang tidak ada Covid-19 tidak ada alasan untuk ditunda," ujarnya. (Baca juga: Kasus Corona Terus Meningkat, Penerapan PSBB Dinilai Pilihan Bijak)

Bagi daerah yang dirasa siap untuk menggelar pilkada, meskipun di daerah tersebut terdapat Covid-19, maka pilkada tidak perlu ditunda. Mengenai adanya kekhawatiran bakal muncul klaster baru pilkada, Wakil Ketua Umum DPP PKB ini mengatakan bahwa hal yang terpenting saat ini adalah pemerintah mendisiplinkan masyarakat untuk menggunakan masker, menjaga jarak, atau mematuhi protokol kesehatan.

"Kalau dugaan soal klaster, itu justru yang saya lihat banyak yang kena itu gak jelas klasternya dari mana. Karena saya tidak ahli kesehatan, saya gak tahu juga yang disebut klaster keluarga, klaster kantor, klaster pilkada," ujarnya.

Persoalannya, kata Gus Jazil, banyak juga hasil swab test yang akurasinya perlu dipertanyakan. "Saya malah menduga bisa-bisa alat yang digunakan untuk swab test tidak canggih. Saya menemukan kasus, di satu rumah sakit dinyatakan positif, besoknya tes di rumah sakit lain negatif. Untuk meyakinkan, dia tes di rumah sakit lain lagi, ternyata negatif. Jadi mana yang benar?" ungkapnya.

Karena itu, pihaknya juga meminta pihak yang berhak mengeluarkan hasil tes untuk tidak terlalu mudah menyampaikan hasil tes positif padahal sebetulnya dia sehat, namun disebutnya OTG (orang tanpa gejala). "Saya juga gak paham, saya bukan orang kesehatan apa itu OTG. Logikanya kalau orang sakit pasti ada indikasi sakitnya. Kalau OTG, dia gak sakit, tapi terkena," katanya.
(nbs)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More