Meredam Kerentanan Ekonomi di Masa Pembatasan Sosial
Rabu, 16 September 2020 - 10:55 WIB
JAKARTA - Pemerintah DKI Jakarta kembali menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar jilid dua atau PSBB pengetatan per Selasa (14/9/2020). Kebijakan ini diberlakukan selama dua pekan hingga 27 September 2020. Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan, PSBB dijalankan dalam periode dua mingguan dan dapat diperpanjang.
Pada PSBB kali ini, pemerintah menerapkan pembatasan aktivitas sosial, ekonomi, keagamaan, budaya, pendidikan. Pemerintah juga melakukan pengendalian mobilitas dan rencana isolasi terkendali. Sejumlah sektor yang dilarang beroperasi atau ditutup secara penuh, meliputi sekolah dan institusi pendidikan, kawasan pariwisata dan taman rekreasi, taman kota dan RPTRA, sarana olahraga publik, dan tempat resepsi pernikahan.
Sejalan dengan kebijakan pemerintah Provinsi DKI Jakarta menekan kasus Covid-19 yang semakin tinggi, ACT berikhtiar mendampingi masyarakat prasejahtera di masa pembatasan sosial dengan terus menjalankan program kemanusiaan dalam bidang pangan, bantuan usaha, dan kesehatan. Di awal pandemi Covid-19, ACT telah mendampingi masyarakat prasejahtera melalui program Operasi Makan Gratis (OPG) bersama rumah makan. Selain pangan, ACT juga bergerak di bidang kesehatan misalnya, distribusi APD, edukasi kesehatan, dan apresiasi untuk keluarga paramedis.
Menurut Sosiolog Syaifudin, pemberlakuan PSBB kedua DKI Jakarta ini turut berimplikasi pada keadaan sosial dan ekonomi masyarakat prasejahtera. “Masyarakat prasejahtera ini banyak yang bekerja di sektor informal. Mereka menjual jasa atau berdagang yang bergantung pada pembelian masyarakat, dengan pemberlakuan PSBB, tentu akan mengurangi tingkat pendapatan mereka,” jelas Syaifudin.
Syaifudin melanjutkan, pada kondisi ini, lembaga swadaya nonpemerintah dapat berperan sebagai mitra pemerintah. Menurutnya, lembaga kemanusiaan kredibel yang memiliki akses mengelola donasi publik dapat membantu pemerintah menstimulus bantuan sosial untuk mengurangi kerentanan sosial yang bisa terjadi saat PSBB jilid dua ini.
Lembaga sosial masyarakat yang berakuntabilitas dan memiliki visi sosial juga dapat menyalurkan bantuan sosial. Hal ini, menurut Syaifudin, dapat mempercepat bantuan sampai ke masyarakat sekaligus membantu kinerja pemerintah yang tidak dipungkiri memiliki SDM terbatas.
Syaifudin menambahkan, lembaga swadaya masyarakat juga bisa mengambil peran mandiri. “Melakukan penggalangan dana dari masyarakat yang kebetulan memiliki penghasilan ekonomi lebih atau tidak terlalu berdampak. Dana tersebut bisa dikelola melalui dana-dana filantropi dan bisa disalurkan untuk masyarakat terdampak pemberlakuan PSBB ini,” saran dosen UNJ itu.
Pada PSBB kali ini, pemerintah menerapkan pembatasan aktivitas sosial, ekonomi, keagamaan, budaya, pendidikan. Pemerintah juga melakukan pengendalian mobilitas dan rencana isolasi terkendali. Sejumlah sektor yang dilarang beroperasi atau ditutup secara penuh, meliputi sekolah dan institusi pendidikan, kawasan pariwisata dan taman rekreasi, taman kota dan RPTRA, sarana olahraga publik, dan tempat resepsi pernikahan.
Sejalan dengan kebijakan pemerintah Provinsi DKI Jakarta menekan kasus Covid-19 yang semakin tinggi, ACT berikhtiar mendampingi masyarakat prasejahtera di masa pembatasan sosial dengan terus menjalankan program kemanusiaan dalam bidang pangan, bantuan usaha, dan kesehatan. Di awal pandemi Covid-19, ACT telah mendampingi masyarakat prasejahtera melalui program Operasi Makan Gratis (OPG) bersama rumah makan. Selain pangan, ACT juga bergerak di bidang kesehatan misalnya, distribusi APD, edukasi kesehatan, dan apresiasi untuk keluarga paramedis.
Menurut Sosiolog Syaifudin, pemberlakuan PSBB kedua DKI Jakarta ini turut berimplikasi pada keadaan sosial dan ekonomi masyarakat prasejahtera. “Masyarakat prasejahtera ini banyak yang bekerja di sektor informal. Mereka menjual jasa atau berdagang yang bergantung pada pembelian masyarakat, dengan pemberlakuan PSBB, tentu akan mengurangi tingkat pendapatan mereka,” jelas Syaifudin.
Syaifudin melanjutkan, pada kondisi ini, lembaga swadaya nonpemerintah dapat berperan sebagai mitra pemerintah. Menurutnya, lembaga kemanusiaan kredibel yang memiliki akses mengelola donasi publik dapat membantu pemerintah menstimulus bantuan sosial untuk mengurangi kerentanan sosial yang bisa terjadi saat PSBB jilid dua ini.
Lembaga sosial masyarakat yang berakuntabilitas dan memiliki visi sosial juga dapat menyalurkan bantuan sosial. Hal ini, menurut Syaifudin, dapat mempercepat bantuan sampai ke masyarakat sekaligus membantu kinerja pemerintah yang tidak dipungkiri memiliki SDM terbatas.
Syaifudin menambahkan, lembaga swadaya masyarakat juga bisa mengambil peran mandiri. “Melakukan penggalangan dana dari masyarakat yang kebetulan memiliki penghasilan ekonomi lebih atau tidak terlalu berdampak. Dana tersebut bisa dikelola melalui dana-dana filantropi dan bisa disalurkan untuk masyarakat terdampak pemberlakuan PSBB ini,” saran dosen UNJ itu.
Lihat Juga :
tulis komentar anda