Solusi Pilkada di Masa Pandemi, Revisi UU atau Terbitkan Perppu
Senin, 14 September 2020 - 07:02 WIB
Pada hari pencoblosan pada 9 Desember pun sama. Hari pemungutan suara akan melahirkan titik kerumunan sebanyak 305.000 titik, sesuai estimasi jumlah TPS. Jumlah orang yang diperkirakan terlibat pada 305.000 titik TPS tersebut sebanyak 82.150.000 orang. Angka ini diperoleh berdasarkan target partisipasi pemilih 77,5% oleh KPU dikalikan dengan jumlah datar pemilih tetap (DPT) sebanyak 106.000.000.
Jika positivity rate kasus Covid-19 Indonesia 19%, dikalikan dengan 82.150.000 pemilih yang terlibat, maka potensi OTG yang akan menjadi agen penularan pada hari H sebanyak 15.608.500 orang.
Mengacu hitung-hitungan tersebut, Qodari lantas mengusulkan dilakukan revisi UU Pilkada, terutama membuat aturan yang melarang kegiatan kampanye yang memicu terkumpulnya massa, baik itu rapat umum, pentas seni, maupun kegiatan olahraga.
Dia juga menyarankan revisi UU mengatur waktu kedatangan pemilih saat pencoblosan harus bergiliran, serta pelibatan TNI-Polri untuk mencegah kerumunan di TPS saat pencoblosan.
Pemerintah Bergeming
Sementara itu, Menko Polhukam Mahfud Md menilai penundaan Pilkada 2020 sulit diwujudkan. Meskipun desakan yang meminta penundaan mengalir, itu bukan hal mudah dilakukan. Banyak alasan yang mendasarinya. Jika menunda maka prosedurnya harus mengubah UU, sedangkan merevisi UU dalam waktu dekat dinilai tidak mungkin karena waktu pencoblosan kurang dari 3 bulan. (Lihat videonya: Peran Ki Gede Sala Dalam berdirinya Kota Solo)
“Itu hanya bisa dengan perppu, perppu tergantung KPU mau mengusulkan enggak," kata Mahfud pada diskusi virtual yang digelar Kelompok Studi Demokrasi Indonesia (KSDI) bertajuk “Evaluasi 6 Bulan dan Proyeksi 1 Tahun Penanganan Covid-19 di Indonesia”, Sabtu (12/9).
Penerbitan perppu bukan jaminan karena perlu persetujuan DPR dan belum tentu disetujui. Hal lain yang membuat pilkada harus tetap terlaksana sesuai jadwal pada 9 Desember adalah mencegah terjadinya krisis birokrasi. Pilkada tertunda akan mengakibatkan kepala daerah pada 270 daerah akan dijabat pelaksana tugas. (Kiswondari/Bakti)
Jika positivity rate kasus Covid-19 Indonesia 19%, dikalikan dengan 82.150.000 pemilih yang terlibat, maka potensi OTG yang akan menjadi agen penularan pada hari H sebanyak 15.608.500 orang.
Mengacu hitung-hitungan tersebut, Qodari lantas mengusulkan dilakukan revisi UU Pilkada, terutama membuat aturan yang melarang kegiatan kampanye yang memicu terkumpulnya massa, baik itu rapat umum, pentas seni, maupun kegiatan olahraga.
Dia juga menyarankan revisi UU mengatur waktu kedatangan pemilih saat pencoblosan harus bergiliran, serta pelibatan TNI-Polri untuk mencegah kerumunan di TPS saat pencoblosan.
Pemerintah Bergeming
Sementara itu, Menko Polhukam Mahfud Md menilai penundaan Pilkada 2020 sulit diwujudkan. Meskipun desakan yang meminta penundaan mengalir, itu bukan hal mudah dilakukan. Banyak alasan yang mendasarinya. Jika menunda maka prosedurnya harus mengubah UU, sedangkan merevisi UU dalam waktu dekat dinilai tidak mungkin karena waktu pencoblosan kurang dari 3 bulan. (Lihat videonya: Peran Ki Gede Sala Dalam berdirinya Kota Solo)
“Itu hanya bisa dengan perppu, perppu tergantung KPU mau mengusulkan enggak," kata Mahfud pada diskusi virtual yang digelar Kelompok Studi Demokrasi Indonesia (KSDI) bertajuk “Evaluasi 6 Bulan dan Proyeksi 1 Tahun Penanganan Covid-19 di Indonesia”, Sabtu (12/9).
Penerbitan perppu bukan jaminan karena perlu persetujuan DPR dan belum tentu disetujui. Hal lain yang membuat pilkada harus tetap terlaksana sesuai jadwal pada 9 Desember adalah mencegah terjadinya krisis birokrasi. Pilkada tertunda akan mengakibatkan kepala daerah pada 270 daerah akan dijabat pelaksana tugas. (Kiswondari/Bakti)
(ysw)
tulis komentar anda