Resiliensi Perbankan
Senin, 14 September 2020 - 06:18 WIB
Di balik ketahanan sektor perbankan secara umum di Indonesia, namun sejatinya tidak semua bank memiliki ketahanan yang sama di tengah wabah Covid-19. Ketahanan individu internal bank dengan aset kecil dan tidak sistemik, serta bank dengan tata kelola yang buruk akan rentan rapuh dalam menghadapi situasi saat ini. Pada sisi modal, bank dengan aset terbatas tidak memiliki permodalan yang besar, sementara dari rasio Dana Pihak Ketiga (DPK) bank kecil hanya berpusat pada beberapa deposan. Akibatnya, risiko likuiditas tersebut terjadi karena adanya penurunan rasio DPK dan cash inflow pada individu bank, di mana risiko likuiditas tersebut dapat meningkat selama masa pandemi. Ancaman Covid-19 terhadap likuiditas bank juga rentan bagi bank yang memiliki tata kelola yang buruk. Good Corporate Governance yang menerapkan prinsip–prinsip Keterbukaan (Transparency), Akuntabilitas (Accountability), Pertanggungjawaban (Responsibility), Independensi (Independency), dan Kewajaran (Fairness) tersebut kini di masa pandemi mampu memperkuat ketahanan kondisi internal Bank dalam menghadapi lesunya ekonomi nasional.
Efisiensi Perbankan
Tidak ada yang menyangka kondisi ekonomi sekaligus industri perbankan akan menghadapi kondisi seberat ini akibat pandemi Covid-19. Kendati demikian, asa untuk pertumbuhan yang agresif masih tetap terjaga. Sejak April hingga Agustus 2020 pemerintah, Bank Indonesia (BI), OJK, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tak henti-hentinya menggodok insentif, relaksasi, dan mendorong batas wewenangnya untuk dapat terus menjaga stabilitas sekaligus mendongkrak kinerja perbankan.
Peran bank sebagai lembaga intermediasi, khususnya dalam menyalurkan kredit, kini sangat diperlukan oleh masyarakat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Mengacu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43/2020 yang merevisi PP Nomor 23/2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional Dalam Rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Covid-19, kini semua bank sehat bisa mengakses dan menyalurkan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Pemerintah melakukan penempatan dana senilai Rp123,46 triliun di perbankan sebagai stimulus pemulihan usaha debitur UMKM yang terdampak pandemi Covid-19. Kebijakan tersebut diharapkan bisa meningkatkan penyaluran kredit perbankan serta menjadi penyangga likuiditas bank pelaksana. Meski demikian, perbankan tetap harus bertanggungjawab dan disiplin dalam melepas kredit ke masyarakat.
Di masa pandemi, sektor perbankan harus memiliki daya tahan baik untuk bertahan agar dapat mendukung program pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kunci utama yang kini perlu dijaga oleh setiap bank adalah dari segi likuiditas dan penyaluran kredit. Mengingat penekanan program pemerintah untuk mendorong konsumsi rumah tangga, maka peran perbankan untuk mendorong sektor riil semakin nyata dan krusial. Oleh sebab itu, dalam tantangan perekonomian yang penuh ketidakpastian serta tekanan yang berat, peran OJK dalam mengawal dunia perbankan sangat krusial untuk mengawal perekonomian Indonesia tetap bertahan dan pada saatnya mampu melakukan jump start mengejar langkah yang tersendat karena pandemi, semoga.
Efisiensi Perbankan
Tidak ada yang menyangka kondisi ekonomi sekaligus industri perbankan akan menghadapi kondisi seberat ini akibat pandemi Covid-19. Kendati demikian, asa untuk pertumbuhan yang agresif masih tetap terjaga. Sejak April hingga Agustus 2020 pemerintah, Bank Indonesia (BI), OJK, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tak henti-hentinya menggodok insentif, relaksasi, dan mendorong batas wewenangnya untuk dapat terus menjaga stabilitas sekaligus mendongkrak kinerja perbankan.
Peran bank sebagai lembaga intermediasi, khususnya dalam menyalurkan kredit, kini sangat diperlukan oleh masyarakat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Mengacu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43/2020 yang merevisi PP Nomor 23/2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional Dalam Rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Covid-19, kini semua bank sehat bisa mengakses dan menyalurkan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Pemerintah melakukan penempatan dana senilai Rp123,46 triliun di perbankan sebagai stimulus pemulihan usaha debitur UMKM yang terdampak pandemi Covid-19. Kebijakan tersebut diharapkan bisa meningkatkan penyaluran kredit perbankan serta menjadi penyangga likuiditas bank pelaksana. Meski demikian, perbankan tetap harus bertanggungjawab dan disiplin dalam melepas kredit ke masyarakat.
Di masa pandemi, sektor perbankan harus memiliki daya tahan baik untuk bertahan agar dapat mendukung program pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kunci utama yang kini perlu dijaga oleh setiap bank adalah dari segi likuiditas dan penyaluran kredit. Mengingat penekanan program pemerintah untuk mendorong konsumsi rumah tangga, maka peran perbankan untuk mendorong sektor riil semakin nyata dan krusial. Oleh sebab itu, dalam tantangan perekonomian yang penuh ketidakpastian serta tekanan yang berat, peran OJK dalam mengawal dunia perbankan sangat krusial untuk mengawal perekonomian Indonesia tetap bertahan dan pada saatnya mampu melakukan jump start mengejar langkah yang tersendat karena pandemi, semoga.
(ras)
tulis komentar anda