Penundaan Pilkada, Rem Darurat Cegah Kluster Baru Covid-19

Sabtu, 12 September 2020 - 08:02 WIB
"Kita lihat beberapa praktiknya misalnya pas pendaftaran kemarin kan memprihatinkan. Kayanya enggak ada komitmen dan sulit untuk taat protokol kesehatan. Ya, sebaiknya kalau komitmennya rendah, daripada semakin membahayakan pemilih, opsinya ditunda," desaknya. (Baca juga: Bela Yunani, Uni Eropa Siap Keroyok Turki dengan Sanksi)

Menurut Khoirunnisa, opsi penyelenggaraan pilkada pada 2021 sebenarnya bukan lantas pada saat itu Covid-19 sudah tidak ada, lantaran hingga saat ini vaksinnya juga belum tersedia. "Tapi setidaknya kita punya waktu lebih banyak buat mempersiapkan. Tidak terburu-buru, lebih terukur. Kalau misalnya mau revisi di tingkat undang-undang juga masih sempat," katanya.

Namun, sejauh ini pemerintah memilih untuk tetap melanjutkan pilkada serentak. Karena itu, pemerintah dan DPR, juga KPU untuk serius melakukan upaya maksimal agar pilkada bisa berjalan dengan baik. "Kalau perlu menurunkan Satpol PP buat bubarin (kerumunan massa) ya bubarin saja. Pemerintah harus lebih tegas dalam mengawal pelaksanaannya," katanya.

Desakan penundaan pilkada juga muncul dari Koalisi Tunda Pilkada 2020 yang meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memanggil Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menunda Pilkada 2020 demi kemanusiaan atau HAM warga Indonesia karena kasus Covid-19 terus meningkat. Pada Kamis (10/9/2020) lalu mereka menggelar aksi di depan Kantor Komnas HAM di Menteng, Jakarta Pusat. (Baca juga: Inilah negara-negara di Dunia yang Memiliki Hulu ledak Nuklir)

Mereka berharap Komnas HAM juga mendesak Presiden Jokowi untuk segera mengeluarkan perppu agar menunda dan mengundurkan pelaksanaan pilkada. "Komnas HAM, demi kemanusiaan dan HAM, kami minta untuk memanggil Presiden Jokowi yang membiarkan pelanggaran HAM dengan dilaksanakannya Pilkada 2020 ini. Kalau Pilkada 2020 tidak ditunda maka akan banyak penyebaran Covid-19 dan penyebaran meningkat sehingga banyak korban jiwa," ujar Koordinator Gerakan Tunda Pilkada 2020 Lisman Hasibuan.

Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Charles Simabura, mengungkapkan, sejak awal lembaganya bersikap agar pilkada serentak itu ditunda. Charles menambahkan, tren kasus positif Covid-19 pun meningkat drastis saat ini. "Maka, apa yang terjadi sekarang hanya bukti bahwa yang kita khawatirkan terjadi juga. Dengan demikian, jika hendak tetap dipaksakan, siap-siap untuk menanggung risiko yang lebih besar," ujarnya.

Desakan senada juga disampaikan Lembaga Kajian Pemilu Indonesia (LKPI) yang meminta Presiden Jokowi untuk menunda pelaksanaan Pilkada Serentak 2020. Hal ini seiring terus bertambahnya kasus Covid-19. "Pilkada 2020 demi kemanusiaan dan keselamatan masyarakat, serta kehancuran bangsa dan negara Indonesia harus ditunda oleh Presiden Jokowi," ujar Direktur Eksekutif LKPI Arifin Nur Cahyono.

Arifin mengatakan, jumlah masyarakat yang terpapar Covid-19 terus meningkat. Jika dipaksakan Pilkada 2020 digelar pada 9 Desember 2020 mendatang, dikhawatirkan akan menimbulkan peningkatan penyebaran virus korona di Indonesia hingga mencapai jutaan warga. (Baca juga: Virus Corona Intai Pembalap Tour de France 2020)

Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute dan dosen komunikasi politik pada UIN Jakarta, Gun Gun Heryanto, mengatakan bahwa alarm tanda bahaya sudah menyala di awal gegap gempitanya pilkada. Adanya 60 calon kepala daerah yang positif terinfeksi Covid-19 per Kamis lalu memberi pesan kuat bahwa Pilkada Serentak 2020 di 270 daerah berada dalam bayang-bayang ancaman. "Sedari awal sudah banyak yang mengingatkan bahwa kerawanan tertinggi dalam penyelenggaraan pilkada tahun ini adalah pandemi," tulis Gun Gun dalam artikelnya di SINDOnews, Selasa (8/9/2020).

Gun Gun mengingatkan bahwa gelaran pilkada serentak memasuki tahapan sangat riskan. Prosesi pendaftaran para kandidat di 270 daerah yang berpilkada, misalnya, diramaikan dengan arak-arakan, deklarasi dukungan, unjuk kekuatan saat pendaftaran membuat kita kehabisan kata-kata betapa sulitnya menertibkan para pasangan calon, tim sukses dan masa pendukungnya.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More