Revolusi dengan Hukum Mungkinkah?

Sabtu, 24 Agustus 2024 - 14:10 WIB
Romli Atmasasmita. Foto/SINDOnews
Romli Atmasasmita

ISTILAHrevolusi dalam referensi hukum tidak dikenal bahkan dipandang sesuatu hal yang ditabukan; pernah juga diucapkan oleh Bung Karno, "met die juristen jiy ken niet revolutie maken (bhs Bld)", artinya dengan para ahli hukum kamu tidak dapat melakukan revolusi. Pernyataan Bung Karno memang benar dan diakui dalam Sejarah hukum kecuali sejarah perjuangan bangsa-bangsa untuk merebut kemerdekaan dan bebas dari kolonialisme yang telah terjadi pada abad 17 s.d. abad 18.

Revolusi harus disertai tindakan-tindakan kekerasan bahkan dihalalkan melanggar UUD dan undang-undang. Revolusi terhadap pemerintahan yang sah dikenal dengan sebutan makar yang diancam dengan pidana penjara mati atau seumur hidup sebagaimana telah ditentukan dalam Buku II Bab I tentang Kejahatan terhadap Keamanan Negara, Pasal 104 yang menyatakan, Makar dengan maksud untuk membunuh atay merampas kemerdekaan atau meniadakan kemampuan presiden/wakil presiden memerintah, diancam dengan pidana mati atau seumur hidup atau pidana penjara paling lama dua puluh tahun.

Hukum sejatinya memiliki karakter kesepakatan untuk mengutamakan kepatuhan setiap orang terhadap apa yang telah disepakati. Kesepakan dimaksud adalah, sepakat untuk saling menimbang rasa/tenggang rasa dan tidak merugikan pihak satu sama lain sesama warga masyarakat.



Kesepakatan untuk bersama-sama mematuhi aturan/norma diwujudkan dalam bentuk suatu UU yang dihasilkan Badan Legislatif bekerja sama dengan pemerintah. Mengapa harus juga ikut serta badan legislatif? Disebabkan badan legislatif terdiri dari orang-orang yang telah dipilih oleh rakyat untuk mewakili kepentingan rakyat-bukan kelompok atau golongan atau partai, sehingga anggota badan legislative dipercaya membuat suatu UU bekerjasama dengan pemerintah.

Mengapa Pemerintah ikut serta? Disebabkan pemerintah terdiri dari orang-orang yang ditunjuk/diangkat oleh pimpinan pemerintahan yaitu presiden, seorang yang dipilih rakyat melalui pemilihan umum sehingga kedudukan seorang presiden adalah mengemban amanat 270 juta rakyat yang telah memberikan kepercayaan kepadanya untuk bekerja mengabdi untuk dan demi kepentingan rakyatnya bukan keluarganya atau kroninya.

Penjelasan tersebut di atas memberikan makna bahwa. kesepakatan antara sesame anggota Masyarakat diambil alih oleh negara dan dilaksanakan oleh Lembaga kekuasaan legislative dan yudikatif. Sehingga dalam negara hukum telah terobsesi jika terjadi perselisihan antara anggota Masyarakat serta merta menjadi urusan negara yang sejatinya tidak harus demikian.

Pertanyaan berikut yang lebih menarik untuk dikaji adalah,bagaimana jika seorang anggota badan legislatif atau seorang presiden tidak melaksanakan mandat yang telah dipercayakan oleh rakyatnya dan kemudian melanggar sumpah jabatannya?

Di dalam UU MK Nomor 24 tahun 2003 telah diatur syarat pemberhentian presiden/wakil presiden dari jabatannya sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 80 ayat (1), mengenai Dugaan Pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden Pemohon adalah DPR. (2) Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya mengenai dugaan: a. Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau b. Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More