Romahurmuziy Harap Perubahan Ambang Batas Parlemen 4% Bisa Segera Diterapkan
Kamis, 22 Agustus 2024 - 22:02 WIB
JAKARTA - Ketua Majelis Pertimbangan PPP M. Romahurmuziy atau Rommy berharap perubahan ambang batas parlemen 4% bisa segera diterapkan. Rommy membandingkan dengan putusan batas usia capres-cawapres yang langsung berlaku.
Menurut Rommy, Mahkamah Konstitusi (MK) sepanjang tahun ini telah mengeluarkan sejumlah putusan penting terkait aturan politik yang menarik perhatian publik. Salah satu yang menjadi sorotan adalah terkait Parliamentary Threshold (PT) sebesar 4% dan perubahan aturan batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Dalam Putusan MK Nomor 116/PUU-XXI/2023, MK memutuskan ketentuan ambang batas parlemen sebesar 4% yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak sepenuhnya sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat dan keadilan pemilu.
MK menyatakan ambang batas tersebut tetap berlaku untuk Pemilu 2024, tetapi konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu 2029 dan seterusnya, asalkan ada perubahan pada norma ambang batas tersebut.
“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian. Menyatakan norma Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk Pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya sepanjang telah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen serta besaran angka atau persentase ambang batas parlemen dengan berpedoman pada persyaratan yang telah ditentukan,” ucap Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan di Ruang Sidang Pleno MK.
Menurut Rommy, KPU sebaiknya segera berkonsultasi kepada MK untuk melakukan perubahan peraturan KPU menyambut putusan ini, agar langsung diterapkan pada Pemilu 2024. Mengapa perubahan ketentuan usia syarat capres-cawapres bisa berlaku di Pemilu 2024 tapi penghapusan ambang batas parlemen di Pemilu 2029.
“Sehingga keputusan ini menimbulkan pertanyaan karena berbeda dengan putusan MK mengenai batas usia capres-cawapres yang langsung diberlakukan pada Pilpres 2024. Hal ini memicu dugaan adanya kepentingan politik tertentu di balik perbedaan implementasi aturan tersebut,” ucapnya.
Menurut Rommy, Mahkamah Konstitusi (MK) sepanjang tahun ini telah mengeluarkan sejumlah putusan penting terkait aturan politik yang menarik perhatian publik. Salah satu yang menjadi sorotan adalah terkait Parliamentary Threshold (PT) sebesar 4% dan perubahan aturan batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Dalam Putusan MK Nomor 116/PUU-XXI/2023, MK memutuskan ketentuan ambang batas parlemen sebesar 4% yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak sepenuhnya sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat dan keadilan pemilu.
MK menyatakan ambang batas tersebut tetap berlaku untuk Pemilu 2024, tetapi konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu 2029 dan seterusnya, asalkan ada perubahan pada norma ambang batas tersebut.
“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian. Menyatakan norma Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk Pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya sepanjang telah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen serta besaran angka atau persentase ambang batas parlemen dengan berpedoman pada persyaratan yang telah ditentukan,” ucap Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan di Ruang Sidang Pleno MK.
Menurut Rommy, KPU sebaiknya segera berkonsultasi kepada MK untuk melakukan perubahan peraturan KPU menyambut putusan ini, agar langsung diterapkan pada Pemilu 2024. Mengapa perubahan ketentuan usia syarat capres-cawapres bisa berlaku di Pemilu 2024 tapi penghapusan ambang batas parlemen di Pemilu 2029.
“Sehingga keputusan ini menimbulkan pertanyaan karena berbeda dengan putusan MK mengenai batas usia capres-cawapres yang langsung diberlakukan pada Pilpres 2024. Hal ini memicu dugaan adanya kepentingan politik tertentu di balik perbedaan implementasi aturan tersebut,” ucapnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda